Selasa, 30 Juni 2009

PUISI UNAS 09


KUNCI ITU….

Masa berlalu begitu cepat
Tiga warsa ku berkutat
Ber-giga byte huruf kucatat
Hingga dahi penuh jerawat

Unas datang hati deg-degan
Meski semalam sudah lemburan
Pegang pensil tangan gemeteran
Kupandang soal tunggu jawaban

Saat genting kabar berhembus
Dewa penolong siap hantarkan lulus
Atur strategi siapkan jurus
Tak perlu hapus kunci berputar mulus

Aa …De...Ce...Be...De.. Ce…Aa…De ..Ce.. De
Kuncinya lengkap semua
Aa …De….Ce…..Be…De.. Ce…Aa… De ..Ce… De
Lagi-lagi jawaban berpola sama …LJK ku terisi semua

Unas kelar ku tunggu kabar
Kabar tak sedap bikin mata nanar
Unas diulang unas diganti
Gara-gara kunci tak bermata hati

Kunci oh kunci…
Lupakan soal gantungkan kunci
Jerumuskan ribuan anak negeri
Kini nasibku gantungkan unas pengganti

Kunci Oh kunci …
Tak bisa buka pintu atau lemari
Kunci jawaban tak senangkan hati
Kini ku pasrah takdir Ilahi…




Senin, 29 Juni 2009

MENCEGAH EKSODUS DAN PEMBAJAKAN


PENDIDIKAN BERKUALITAS UNTUK SEMUA

Beberapa tahun terakhir banyak siswa-siswa berprestasi dari kabupaten melanjutkan sekolah ke kota. Di kota-kota besar, siswa-siswa SMP berprestasi juga sudah dipesan dan dibajak untuk masuk SMA favorit. Begitu juga universitas-universitas dari luar negeri, banyak yang memberikan beasiswa kepada lulusan SMA terbaik Indonesia untuk kuliah dan bekerja di sana. Jika hal ini dibiarkan berlangsung, kualitas pendidikan akan mengumpul di satu titik, dan bahayanya SDM potensial lari ke negeri orang.
Sehingga wajar dalam pidato kepresidenan beberapa waktu lalu kedepannya pemerintah akan memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi hingga jenjang doktor. Pendidikan bermutu memang dambaan semua orang. Sah-sah saja masyarakat menentukan pilihan Dan itu adalah hak asasi setiap warga negara yang dijamin dengan undang-undang.
Masyarakat memandang bahwa kualitas pendidikan secara umum masih diidentikkan dengan penguasaan kognitif yang dicapai pada waktu Ujian Nasional. Seharusnya kualitas pendidikan harus dilihat secara integral. Dilihat bagaimana sekolah itu berproses, berprestasi, dan bagaimana lulusan sekolah dapat bersaing baik melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi ataupun bersaing di bursa kerja.
Untuk menyiasati mengumpulnya kualitas pendidikan dari sisi input siswa sebenarnya sudah ada sistem rayonisasi. Sistem ini sudah baik dalam mengurangi siswa kutu loncat. Tetapi sistem yang sudah dilengkapi dengan peraturan ini kadang masih disiasati, dan dicari celahnya. Ketika otonomi daerah diterapkan, pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan mutu pendidikan di daerahnya agar pendidikan lebih baik sebagai investasi di masa depan. Alokasi yang dianggarkan untuk peningkatan mutu kepada siswa, diharapkan mereka nanti juga kembali ke daerah sebagai putra daerah yang dibanggakan. Kalau di bidang ekonomi, minimal mencapai break event point (BEP), balik modal.
Tetapi sayangnya sering kali dalam PSB terjadi eksodus, siswa-siswa (utamanya yang berprestasi) lari ke kota. Anak-anak kampung itu menginginkan suasana baru, sekolah di kota yang mempunyai nilai gengsi tersendiri. Padahal sekolah di daerahnya sudah banyak yang berkelas dan mengukir prestasi hingga tingkat nasional. Mungkinkah karena ini suatu ketidakpercayaan?
Untuk itu perlu adanya kerjasama antar pimpinan daerah. Perlu ada MOU, nota kesepahaman untuk saling menghargai. Supaya tidak ada kesan saling menelikung, saling rebut, mengambil keuntungan bahkan mengobok-obok rumah tangga daerah lain. Setiap daerah juga harus introspeksi, bahwa eksodusnya para anak bangsa ini sebagai cambuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari segi apapun. Jangan sampai aturan yang dibuat berbalik kontraproduktif yang dapat berakibat anak tidak berkembang dan patah semangat. Setiap satuan pendidikan, satuan wilayah harus mempunyai political-will, yang mempunyai daya tarik siswa untuk menuntut ilmu di kampung halamannya sendiri.
Para pimpinan yang amanah berkewajiban ngopeni setiap unsur pendidikan. Fasilitas-fasilitas dilengkapi, tenaga-tenaga pendidik dan kependidkan dipenuhi. Pemberian bantuan harus merupakan kebutuhan essensial sekolah, tidak asal droping bantuan. Kebijakan berpedoman bottom up. Jangan sampai sekolah tinggal terima dan teken kontrak. Setiap tahun terima alat-alat IPA, sementara laboratoriumnya belum ada dsb. Bantuan juga jangan hanya digelontorkan ke sekolah tertentu saja, sehingga yang lain merasa di anak tirikan. Meski semua juga tergantung kesiapan dari sekolah bersangkutan.
Guru-guru juga perlu dibina dan dilatih secara periodik. Perlu pemetaan kebutuhan dan kompetensi guru. Untuk menjawab kebutuhan pasar dan masyarakat akan halnya lulusan sekolah siap pakai, perlu dibangun kantong-kantong pendidikan yang menyediakan sekolah dengan keahlian tertentu. Masyarakat bisa memilih ke sekolah mana yang sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan masa depan. Sekolah tidak hanya tholabul ’ilmi, tetapi juga membawa arti bagi hidup dan kehidupan. Sehingga terciptalah pendidikan berkualitas untuk semua menjadi hidup lebih baik dan bermakna.

TULISAN INI PERNAH DIMUAT DI HARIAN RADAR MADIUN SEPTEMBER 2008

Jumat, 26 Juni 2009

ANGGARAN PENDIDIKAN VS MUTU PENDIDIKAN

Mulai awal kemerdekaan hingga era reformasi, bangsa ini masih sering disibukkan dengan pemberontakan disintegrasi dan bagi-bagi kue kekuasaan. Pendidikan kurang diperhatikan. Pendidikan hanya menjadi barang dagangan kaum politikus untuk mencari massa dan duduk di kursi empuk pimpinan daerah atau wakil rakyat.
Rendahnya SDM hasil dari berbagai survei yang menempatkan Indonesia di level bawah melecut bangsa ini untuk segera bangkit, berguru pada negara lain. Akhirnya anggaran pendidikan naik menjadi 20% dari APBN. Dengan anggaran sebesar ini pemerintah menitikberatkan pada peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya kesejahteraan guru. Disamping pemenuhan infra struktur yang memadai dan pemerataan pendidikan.
Hanya saja besarnya dana yang ada jangan sampai tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran. Kebocoran-kebocoran yang disinyalir terjadi harus dicegah. Penyusunan program harus sesuai kebutuhan riil. Pelaksanana dan pengawas dipilih orang-orang yang amanah. Pengawasan bisa diawali melalui pengawasan intern. Tetapi pengawasan intern masih seringkali menimbulkan akses negatif dengan menutupi kesalahan yang terjadi demi menjaga kredibilitas pribadi atau lembaga. Kolaborasi dengan badan atau lembaga indepence non pemerintah dirasa lebih efektif untuk memotong mata rantai lingkaran setan pelaku pembocoran anggaran.
Untuk menumbuhkan transparansi dan akuntabilitas publik perlu melibatkan masyarakat dalam mengawasi pengelolaan anggaran. Jangan sampai membiarkan penyelewengan bermodel TST (Tahu Sama Tahu), ataupun pendekomentasian penyelewengan/kesalahan oleh oknum tertentu untuk melakukan pemerasan terskema.
Banyaknya kebocoran yang terjadi (seperti yang sudah banyak diungkap KPK), karena perencanaan yang tidak matang, pelaksanaan yang menyimpang dan pelaporan yang tidak akuntable ataupun pelaporan program-program fiktif yang hanya terdokumentasi dalam bentuk SPJ-SPJ.
Kalangan pendidikan saat ini jangan sampai seperti OKB (orang Kaya Baru). Orang-orang pendidikan adalah bagian dari satu kesatuan bangsa Indonesia. Itu berarti pula masih banyak bagian lain yang ikut dibangun. Dengan melonjaknya anggaran pendidikan tentu memperbesar beban anggaran pemerintah. Yang tentu akan mempengaruhi roda pembangunan.
Peningkatan anggaran yang sangat besar ini tentu dapat meningkatkan mutu pendidikan. Diantaranya diperuntukkan bagi pemerataan pendidikan hingga dapat menuntaskan Wajar 12 tahun. Program-program pendidikan murah dapat dilaksanakan dengan melengkapi sarana-prasana perndidikan termasuk buku penunjang pembelajaran. Peningkatan kualitas sarana prasarana pendidikan dari sekolah yang ada serta membentuk sekolah-sekolah unggulan yang tidak lagi terlalu membebani orang tua /wali .
Kalau sebagian anggaran pendidikan ini untuk mensejahterakan guru baik secara bersama-sama menerima kenaikan gaji atau melalui pemberian tambahan tunjangan profesi, sudah selayaknya hanya guru-guru berkompeten yang berhak menerima. Bagi guru yang kinerjanya rendah perlu penundaan pemberian tunjangan termasuk yang sudah lolos sertifikasi guru dan menerima tunjangan profesi. Mereka yang kinerjanya rendah pemberian sertifikasinya ditunda dahulu kalau perlu untuk sementara dihentikan. Hal ini akan efektif sebagai sochk terapi. Sekaligus untuk menunbuhkan iklim budaya kerja yang baik dan persaingan sehat dikalangan guru PNS layaknya pegawai swasta.
Apalagi kalau kita lihat para guru non PNS yang tidak ikut sertifikasi dengan gaji mereka yang kecil. Rasanya para guru PNS harus bersyukur. Para guru non PNS tidak sedikit mempunyai etos kerja dan idealis tinggi. Selayaknya mereka mendapat apresiasi dari pemerintah dengan memberikan tunjangan tambahan melalui mekanisme seleksi dan ada uji berkala kompetensi guru. Sehingga pihak sekolah/guru swasta juga akan berlomba untuk berkompetisi meningkatkan prestasi.
Di samping itu pemerintah jangan mudah memberikan ijin sekolah swasta baru agar tidak menimbulkan penciptaaan guru swasta baru yang sering pada awal pendirian berniat mandiri, tetapi di tengah jalan menuntut kesejahteraan kepada pemerintah dengan dalih sama-sama mencerdaskan anak bangsa.
Segala sesuatu kalau dirancang, dilaksanakan dan diawasi oleh ahlinya akan berjalan dengan baik. Penentuan dan penentuan alokasi anggaran pendidikan sebaiknya dilakukan oleh kalangan pendidikan. Tetapi agar tidak menimbulkan arogansi di kalangan pendidikan sendiri perlu penyeimbang dari berbagai unsur sektor pembangunan lain. Di daerah, Dewan Pendidikan dan Dinas Pendidikan dapat duduk bersama merancang anggaran pendidikan sesuai dengan karaketristik , potensi dan kebutuhan. Jangan sampai anggaran pendidikan yang besar tidak terserap karena takut KPK, atau habis sekedar kertas-kertas SPJ yang tidak bermakna.

TULISAN INI PERNAH DIMUAT DI MAJALAH MEDIA DINAS PENDIDIKAN PROP JATIM EDISI FEBRUARI 2009



Jumat, 19 Juni 2009

JANGAN MATIKAN MATEMATIKA

Tulisan ini pernah di muat di Jawa Pos program Untukmu Guru tanggal 25 Februari 2009

“Hore, matematika kosong!”. “Semoga pak guru matematika tidak masuk”. “Nanti guru matematikanya ada atau tidak, PRnya dikumpulkan apa tidak ya?”. “Waduh! Tidak bisa mengerjakan PR, PR-nya banyak. Sulit lagi”. Ungkapan kegembiraan, kegelisahan dan do’a salah alamat di atas sering menjadi gambaran pelampiasan kebencian siswa terhadap matematika. Matematika masih menjadi momok bagi banyak kalangan. Bahwa matematika sulit, itu jelas. Guru matematika itu menakutkan, mungkin sekedar isu. Apakah matematika sekarang masih sulit dan ditakuti? Tergantung.
Matematika yang identik dengan kesulitan mungkin karena penampakannya, baik dari sisi materi, pembelajaran ataupun pengajar. Tetapi bukan berarti matematika sesuatu yang sulit dipelajari. Ketakutan kepada matematika bisa berakibat fatal. Kebencian terhadap matematika bisa mengakibatkan pobia ataupun sindrom matematika. Begitu mendengar kata matematika, terbayang rumus-rumus yang jlimet, teorema yang “mbulet”, bangun geometri yang sulit dibayangkan, perhitungan yang rumit dan aturan-aturan lain yang kadang sudah seperti hukum Tuhan. Tak bisa ditawar. Ya, matematika adalah ilmu pasti. Matematika dianggap benda mati. Tak bisa diganggu gugat, harus diterima apa adanya. Kalau hal ini terjadi, matematika akan mati dengan sendirinya. Tidak ada yang menyentuh, mempelajari bahkan mengembangkannya.
Belum lagi jika dalam pembelajaran matematika sering diidentikkan dengan guru “galak”, jarang tersenyum, nilainya pelit atau suka memberi hukuman karena tidak mengerjakan PR. Padahal siswa yang tidak mengerjakan PR mungkin dikarenakan kesulitan dan terlalu banyaknya PR. Disamping pembelajaran di kelas begitu-begitu saja. Diterangkan, diberi dan disuruh menghafal rumus, diberi contoh soal, mengerjakan soal latihan dan sebelum pulang diberi bekal tugas. Rutinas monoton dan menjemukan.
Guru matematika sebenarnya tahu akar permasalahan mengapa pembelajaran matematikan tidak berkembang dan cenderung mempunyai hasil tidak memuaskan. Hanya saja guru matematika tidak segera mengubah paradigma pembelajaran yang terbiasa dilakukan. Padahal dari sisi materi tidak banyak perubahan berarti. Dengan materi sama gurupun cenderung menyampaikan dengan cara sama dari waktu ke waktu. Malah ada anggapan, “Lha wong diajar begini saja sudah banyak yang lulus, NUN-nya tinggi lagi. Kenapa mesti berubah?” Kalau guru menyadari dengan cara biasa sudah baik kenapa tidak ditingkatkan? Berinovasi, mencoba untuk berubah. Meminjam slogan Sutrisno Bachir, “Hidup Adalah Perubahan”.
Sering dilupakan guru matematika adalah adanya faktor X yang berpengaruh dalam proses pencerdasan anak bangsa. Siswa juga manusia, punya akal, perasaan dan harga diri. Perlu stimulus untuk mendapat respon positif. Matematika yang bersifat abstrak, deduktif aksiomatik memerlukan alat bantu dan pendekatan humanis terhadap anak.
Penggunaan media dan pendekatan pembelajaran yang efektif dan penuh cita rasa bisa membangkitkan gairah siswa untuk belajar matematika. Sehingga gambaran matematika (dan guru matematika) laksana benda mati yang tidak bisa diajak kompromi, gugur dengan sendirinya. Matematika bisa dianggap benda hidup, bisa diajak bicara, mempunyai nilai seni, dapat digunakan bermain dan dapat dimainkan. Pemahaman konsep matematika tidak saja karena gurunya yang pandai, bukan karena terlalu banyaknya siswa diberi PR ataupun bukan hanya canggihnya media.
Materi matematika yang disajikan menarik dengan media apapun dapat mempermudah pemahaman konsep dan pengembangannnya. Pendekatan guru kepada siswa dalam interaksi pembelajaran di dalam dan di luar kelas dapat menciptakan simbiosis yang saling menguntungkan untuk mencari kelemahan, kekurangan dan pemecahan demi menghidupkan matematika di lubuk sanubari guru dan siswa. Hingga matematika laksana makhluk hidup yang membumi, menyatu untuk bersama-sama bisa menghidupkan matematika.




Kamis, 18 Juni 2009

EVALUASI OLIMPIADE MATEMATIKA AKHIR TAHUN

Setelah satu tahun otak atik soal olimpiade matematika, saatnya evaluasi. Dan hasilnya ...............
Belum memuaskan. Buat yang dapat nilai dibawah 65, silakan kerjakan soal remidi dan dikumpulkan terakhir Jumat 19 Juni 2009 jam 11.oo



http://www.salafishare.com/id/29DAQBOPFZ60/SOAL%20tes%20olimatrsbi%20sm%20genap.doc klik soal di sini!!!klik nilai di sisni klik soal remidi di sisni!!

Minggu, 14 Juni 2009

soal remidi 7a


Soal remidi kelas 7a.
Jawaban paling lambat di kumpulkan hari RABU, 17 Juni 2009 jam 12.00


download di sini

hasil ulangan kenaikan kelas 7a



NO ABSEN NILAI
1 87
2 63
3 50
4 53
5 87
6 67
7 77
8 77
9 73
10 63
11 80
12 100
13 73
14 83
15 63
16 80
17 80
18 83
19 87
20 70
21 80
22 100
23 80
24 83
25 57
26 70
27 77
28 53
29 83
30 73

PENGUMUMAN

1. Bagi yang ulangan kenaikan kelas mendapat nilai kurang dari 65 mengerjakan soal pemahaman konsep no 1 sd 10
2. Bagi yang ulangan segitiga dan segiempat mendapat nilai kurang dari 60 mengerjakan soal penalaran no 2 dan 4 dan soal pemecahan masalah no 2 dan 3

Jawaban dapat dikirim ke email : hakimath@gmail.com atau dikumpulkan die mbar kerja paling lambat 17 Juni 2009 jam 13.45








Selasa, 09 Juni 2009

HASIL ULANGAN HARIAN SEGI34

HASIL ULANGAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT
Kelas 7A SMPN 1 Dolopo

download di sini

Senin, 08 Juni 2009

GIMANA KALAU TIDAK LULUS?


Hari-hari unas bagi anak SMA dan SMP telah berlalu. Kini saat-saat mendebarkan bagi anak keasl 9 dan 12 menunggu kabar. Perjuangan meniti jembatan laksana melalui shirothol mustaqim. Sekali tergelincir, celakalah yang diterima.
Semoga anak-anak masih ingat petuah guru agama. Kalau ingin selamat melalui shirothol mustaqim harus mempunyai bekal cukup. Kalau tidak, siaplah dengan segala resiko. Anak-anak yang duduk di bangku akhir SMP dan SMA adalah anak-anak remaja yang sudah mulai bisa berfikir dewasa. Sudah tahu resiko yang diterima jika melakukan hal-hal yang dijalaninya.
Kelulusan bukan ditentukan persiapan dalam waktu satu-dua hari, satu minggu, satu bulan bahkan hanya dalam satu semester. Mereka yang biasanya nyantai dari kelas VII atau kelas X hingga menjelang unas, dan ngebut pilih program instant menjelang unas akan menyadari. Betapa sulitnya memahami suatu materi jika dasar konsepnya belum dikuasai. Yang timbul, menjelang dan selama unas adalah rasa was-was, tidak lulus. Sudah siapkah kalian jika tidak lulus?
Dijamin, 99,99% anak-anak tidak siap. Kalau kalian punya pacar idaman: cantik/ganteng, smart, romantis dan suatu saat diputus gara-gara kalian sendiri tidak setia dengan si dia-nya atau hanya gara-gara salah paham, siapkah kalian diputus cinta? Lagi-lagi jawabnya tidak siap. Dan lantunan lagu Meggy Z pun pantas diputar. Lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati. Putus pacar tidak perlu ditangisi. Masih banyak mencari pengganti. Lha kalau diputus unas, gimana? Unas itu kan bisa dianggap pacar terakhir. Kalau sampai diputus gimana? Nah ini yang patut direnungkan. Tapi yaa tidak usah dipikir-pikir amat. Si Amat saja ndak ikut mikir. Mending kalau musibah itu menimpa kalian, modalnya tabah dan tawakkal.
Tapi semua sudah terjadi, meski baru pelaksanaa unas. Hasilnya masih nunggu bulan Juni. Untuk itu tidak ada jeleknya menjelang pengumuman nanti anak-anak kelas IX dan XII menyiapkan hati dan mental. Tapi ingat masih banyak aktifitas yang harus dijalani sebagai persyaratan kelulusan. Ujian Praktek dan Ujian Akhir sekolah. Jangan sepelakan itu. Termasuk jaga kesehatan dan keselamatan diri karena itupun bisa berpengaruh terhadap nasibmu.
Anak-anak juga bisa belajar dari pemilu legislatif lalu. Jangan tiru mereka yang gagal jadi caleg. Stress atau bahkan ada yang meregang nyawa. Jangan tirukan itu. Anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang kuat. Tidak takut menghadapi segala resiko. Bolehlah menangis, tapi jangan meratap terus. Boleh menyesal, asal jangan terus tidur di atas bantal.
Ketidaklulusan bisa jadi karena selama tiga tahun ini lengah. Terbuai kebebasan yang diberikan orang tua, dan tidak menurut nasehat guru. Mungkin saja keliru ketika mengisi LJK karena malamnya asyik terbuai TV dan HP. Atau terbawa latah pileg, tidak mengarsir bulatan tapi hanya mencontreng. Di saat unas siapapun bisa salah. Unas, kadang layaknya uji keberuntungan. Yang langganan juara Olimpiade bisa tidak lulus. Yang terbiasa bolos, bisa lulus dengan nilai joss.
Kalaupun ada diantara siswa tidak lulus, itu bukan akhir segalanya. Jika biasanya siswa berkomentar Jadul terhadap contoh teladan masa lalu bagi siswa tidak lulus. Kini contoh siswa tidak lulus biasa mengulang di sekolah yang sama bisa dijadikan pertimbangan. Kalau gengsi dengan adik kelas boleh lah pindah ke sekolah lain.
Thomas Alfa Eddison bukan anak pandai di kelas dan tidak selesai sekolah. Tapi menjelma menjadi penemu hebat. Jangan tiru Thomas yang tidak sekolah, tirulah semangatnya. Kalian yang tidak lulus harus tetap sekolah. Bisa ikut ujian kejar paket atau menunggu ujian tahun depan. Hanya kalian, orang tua dan guru kalian yang bisa menentukan. Jangan malu dengan kegagalan. Jadikan kegagalan awal keberhasilan. Sesungguhnya, Alloh tidak akan merubah nasib seseorang, jika orang itu tidak mau berusaha. Sak bejo-bejone sing lali, isik bejo wong kang eling lan waspodo.




Sabtu, 06 Juni 2009

DARI TRAGEDI UNAS


JANGAN MENCARI KAMBING HITAM
Hasil telaah BSNP, 33 SMA dan beberapa SMP harus menjalani unas susulan. Karena seluruh siswa dalam satu sekolah dinyatakan tidak lulus unas. Ditengarai, selama unas kunci jawaban beredar bebas. Celakanya, kuncinya salah. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Pengawasnya yang lengah, muridnya yang pintar mencuri kesempatan, tim independen yang tidak bekerja semestinya atau entah apa sebenarnya yang terjadi? Bukankah pengamanannya sudah super ketat? Berlapis, menyaingi pengamanan pemilu. Masih ada tenaga cadangan, Densus 88. Disiapkan, melindungi unas dari ancaman teroris. Sedemikian hebat sistem keamanan disusun, akhirnya jebol juga. Siapa yang salah?
Lagi-lagi kambing hitam yang dicari. Saling lempar tanggung jawab, mencari kesalahan orang lain dan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Tidak merasa bahwa terbongkarnya kecurangan karena efek bola salju. Bola salju yang menggelinding di musim kemarau. Menggelinding dari puncak, menelusuri celah-celah tebing. Mengancam dan menghancurkan segala yang dilewatinya. Begitu dampak negatifnya timbul, salju besar itu pecah. Menjadi air bah, menenggelamkan, minimal membasahi yang ada disekitarnya. Sedangkan puncak salju sudah lenyap. Lenyap karena salju dipuncak begitu cepat cair terpancar teriknya mentari di musim kemarau. Yang terkena air tidak bisa melacak asal datangnya bola salju. Puncak salju itu menghilang. Yang ada tinggal puncak gunung yang kokoh menjulang. Bagaimana dengan korban-korban bola salju itu? Para korban harus menanggung sendiri akibatnya. Tak bisa menuntut puncak gunung, yang sebenarnya sumber asal bencana itu.
Siapa sebenarnya yang patut bertanggungjawab dengan kejadian ini? Bagaimana anak-anak bisa memperoleh jawaban. Lengkap satu paket. Tidak mungkin terjadi, dalam waktu singkat siswa mampu membuat kunci jawaban. Dan secara rapi menyebarluaskan ke teman-temannya. Kalau tidak ada kerja sama dengan orang lain. Siapa? Guru, panitia, pengawas, tim independen atau pihak keamanan? Jawabannya juga belum pasti.
Apakah guru, panitia atau pengawas berani menanggung resiko kalau ketahuan memberi kunci jawaban. Kalau tidak ada yang menyuruh, lantas siapa? Guru di bawah pimpinan kepala sekolah. Apa kepala sekolah menyuruh anak buahnya berbuat curang? Tidak mungkin. Kepala sekolah adalah orang bermartabat. Yang mengutamakan berbuat kebaikan daripada mencari nama baik sekolah. Tidak mungkin kepala sekolah mau melakukan pelanggaran tanpa ada tekanan. Lantas siapa?
Dinas Pendidikan kah? Rasanya juga tidak. Pimpinan Dinas Pendidikan adalah orang yang tahu arti pendidikan. Tidak mungkin pejabat yang sudah disumpah melakukan hal-hal yang melanggar sumpah dan janjinya. Sumpah yang bisa menghalangi para pengucapnya memasuki pintu surga. Lebih baik dicopot dari jabatan, daripada memerintah meluluskan siswa dengan cara curang. Hanya pejabat naif saja yang memerintahkan kecurangan. Yang kuatir kehilangan jabatan, karena tidak mampu mengangkat nama baik daerah. Meningkatkan mutu bertameng sukses wajib belajar. Tidak mungkin kepala dinas sebagai ujung tombak pendidikan di daerah menganjurkan kecurangan tanpa ada back up.
Lantas siapa lagi? Kepala daerah atau bahkan kepala negara? Aaah... Rasanya mustahil. Pemimpin bukan orang yang mengorbankan generasi muda hanya demi meraih popularitas. Pemimpin yang baik akan menetapi janji-janji yang sudah diikrarkan. Seorang pemimpin pasti menjalankan roda pemerintahan dengan semangat kerja keras. Nilai kejujuran dan transparansi harus dipegang demi meraih pencitraan dan akuntabilitas publik yang baik. Seorang pemimpin tidak mungkin memikirkan hal kecil, melegalisasi kecurangan unas. Terlalu besar resiko yang harus ditanggung. Masih banyak urusan lain yang harus difikir dan dikerjakan. Hanya pemimpin dholim yang memerintahkan rakyatnya untuk berbuat curang.
Atau pengamanan soal bocor? Itu juga mustahil. Soal unas dijaga ketat. Bisa fatal bila pihak keamanan melakukan pembocoran soal yang dijaganya sendiri. Lucu kan, kalau penangkap pencuri jadi pencuri? Kalau hal itu terjadi, kepada siapa lagi keamanan dipercayakan? Rasanya juga tidak mungkin ada perintah dari langit yang memerintahkan pemimpin untuk berbuat kecurangan. Tuhan tidak perlu nilai unas. Tuhan menyukai para pemimpin yang arif, adil dan bijaksana. Dan kita semua adalah pemimpin. Kelak semua pemimpin akan diminta pertanggungjawaban. Kalau ada pemimpin yang memerintahkan mensukseskan unas dengan cara-cara tidak benar, mereka pasti tergoda nafsu. Nafsu yang tersulut kesombongan dan diamini syetan.
Kita bisa bersepakat, bahwa biang keladi kecurangan ini syetan. Syetan tidak akan marah kalau dijadikan kambing hitam. Toh kalau mereka disalahkan atau dipuja sebagai dewa penolong kecurangan, besok tetap masuk neraka. Syetan tidak perlu hasil unas untuk meningkatkan pamornya. Kepada pemuja syetanlah, para syetan ini bermukim. Syetan hanya takut kepada orang-orang beriman dan bertaqwa. Saat ini para syetan berpesta pora. Merayakan kesuksesan mereka menggoda manusia. Sementara banyak anak, orang tua, guru, kepala sekolah, hingga para pemimpin negeri ini meradang. Panik bak kebakaran jenggot. Kepanikan yang mungkin di luar perhitungan. Kok bisa-bisanya unas diulang. Terjadi kecurangan, karena ada kepentingan. Kepentingan siapa? Kepentingan politik atau kekuasaan?
Jauh hari sudah banyak orang mempertanyakan sistem unas. Mulai pelaksanaan, essensi ataupun hasil unas. Terlalu banyak ekses negatif yang timbul dari sistem unas. Sistem unas dengan standarisasi nilai kelulusan telah menjadikan orang semakin kreatif mensiasatinya. Berbagai temuan dan kajian sudah diungkap. Korban-korban unas sudah berjatuhan. Agar kecurangan yang kasat mata ini tidak terjadi, sebaiknya sistem unas segera dikaji. Sehingga cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa benar-benar terwujud dengan cara yang baik dan benar.
Tidak harus cepat untuk menghasilkan yang terbaik. Tidak perlu dilanjutkan, jika pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Hidup adalah perubahan. Kegagalan jangan kemudian mencari kambing hitam. Tapi kegagalan kita jadikan pelajaran untuk menggapai asa yang kita cita-citakan. Smoga.

TULISAN INI DIMUAT DI HARIAN SURYA, JUMAT 5 JUNI 2009


Jumat, 05 Juni 2009

UNAS DIULANG,DUKA DUNIA PENDIDIKAN

Wow O, kamu ketahuan.....
Kau curang lagi, sebarkan kunci...
Wow O, kamu tidak cerdas...
Kuncinya salah, tak lulus unas..
Wow O, s’mua pada panik
Unas di ulang, jadi kelabakan...
Kacihan .... dech loe
.......
Plesetean sebagian syair lagu Ketahuan milik Matta Band ini rasanya cocok dikumandangkan. Sambil goyang kepala dan tepuk tangan. Bak perayaan pesta kondangan. Menghilangkan kepenatan disela kesibukan melihat kampanye pilpres.
Tapi begitu mendengar kabar unas harus diulang di beberapa sekolah, pantaskah kita bernyanyi, bergembira? Sementara anak-anak kita tubuhnya meriang mendengar kabar harus mengikuti unas ulangan. Mengulang karena ditengarai melakukan kecurangan ketika unas. Celakanya jawabannya salah semua, terpola sama dan tidak lulus unas. Ribuan anak jadi korban. Inna lillahi wa inna ilahi rooji’un.
Air didulang terpercik ke muka sendiri. Salah sendiri. Begitu kira-kira ungkapan sebagian masyarakat kita mendengar kabar ini. Kabar tak sedap yang mencoreng muka dunia pendidikan. Dunia pendidikan berduka. Sebagai kawah candradimuka pencetak generasi penerus bangsa, dunia pendidikan dinodai dengan perbuatan yang memalukan. Haruskah duka ini ditandai dengan pengibaran bendera setengah tiang, menjadi hari berkabung nasional? Rasanya tidak perlu.
Saat inilah awal penyadaran bagi kita semua. Bahwa kelengahan, kesombongan, ketidaksiapan, ataupun kebijakan kita telah menjerumuskan bangsa ini mendekati jurang kehancuran. Meski (yang nampak) masih dalam skala kecil, pelanggaran yang terjadi selama unas berlangsung dapat dijadikan kajian bagi semua pihak untuk mendalami arti penting sebuah pendidikan. Pendidikan ternyata tidak saja hanya diukur dan ditarget dengan angka-angka. Angka-angka yang menggoda banyak pihak meraih posisi tertinggi. Menciptakan persaingan demi nama baik dan gengsi. Angka-angka yang membuat sekolah bagaikan mesin-mesin pencetak robot. Mampu menciptakan angka dengan program-program sistematis. Pendidikan sebagai suatu proses telah diabaikan, tergadai oleh nafsu. Mengalahkan logika, etika dan estetika.
Antara Shock Terapi dan Solusi
Tapi ini sudah terjadi. Akan diapakan anak-anak ini? Akankah kita hanya bicara hitam putih. Membiarkan semua yang telah tejadi. Memvonis mereka yang tidak lulus, hanya berdasar tata perundang-undangan yang ada. Atau bahkan dipolitisasi menjelang pilpres?
Para pakar pendidikan, pemerintah, tak terkecuali politisi pun perang opini. Dari yang mendukung unas ulang dan mereka yang tetap membiarkan anak-anak ini tidak lulus. Mengikuti unas susulan Kejar Paket atau mengulang. Sesuai aturan! Toh wajar, unas tidak lulus. Mungkin mereka memang tidak beruntung. Kalau mereka diberi kesempatan unas ulang, bagaimana nanti mereka yang tidak lulus dan melakukan unas dengan jujur sesuai aturan? Akankah jujur memang membawa hancur?
Berbagai spekulasi perlakuan terhadap korban kecurangan unas menjadi polemik bagi banyak pihak. Mulai beberapa PTN yang tegas-tegas menolak alumni SMA yang berbuat curang masuk ke PTN tersebut. Sampai niatan membiarkan mereka. Tetap tidak lulus dan mengikuti aturan yang ada. Hal yang bertujuan sebagai shock terapi dan pembelajaran bagi bangsa ini. Vonis yang kejam. Sungguh teganya dirimu teganya ...teganya ...teganya...Begitu kira Meggy Z menggambarkan jeritan hati anak-anak korban kecurangan unas. Yach, mereka adalah korban. Entah korban politik atau kepentingan.
Pantaskah korban ini harus menerima nasib. Sudah jatuh tertimpa tangga. Tidak lulus unas, malu, ditolak masuk PTN dan mungkin tidak mau mengikuti unas susulan. Malah-malah tidak mau datang ke sekolah lagi. Stess. Akankah sal-sal kosong di RSJ yang disediakan caleg gagal akan diisi anak-anak gagal unas ini? Para politisi, pemerhati pendidikan, pelaku pendidikan dan semua pihak yang peduli pendidikan serta kemajuan bangsa tentu tidak berharap kita kehilangan moment. Janganlah mencari sensasi karena membela kepentingan partai. Melempar tanggung jawab hanya untuk membela diri. Kegagalan sistem unas mari bersama-sma kita benahi. Cari solusi tanpa mengorbankan anak negeri. Banyak jalan menuju Roma. Asal berjalan sesuai aturan kita pasti selamat. Allohuma Amin.


Kamis, 04 Juni 2009

MIMPIKU BULOG 2020

Kita ini kan kabarnya sudah swasembada beras. Malah mau ekspor beras. Kira-kira mungkin tidak ya... Padahal petani mau nanam saja, cari pupuk susahnya minta ampun. Bagaimana padinya bisa tumbuh? Bagaimana mungkin tanpa padi kita swasembada beras. Tdk mungkin lah yaw.... Makanya saya mencoba buat artikel. Penggembira ulang tahun bulog... Sekali kali mikir beras, tak hanya mikir unas.

Hidup adalah perubahan! Bersama kita bisa! Lebih cepat lebih baik. Itulah jargon-jargon terpopuler saat ini. Keberhasilan pembangunan dikedepankan. Swasembada beras dibeberkan. Rencana ekspor beras didengungkan. Kata-kata penggugah semangat dan kata-kata mutiara diobral manis untuk menarik simpati. Tanpa mereka tonjolkan siapa ujung tombak dibalik kesuksesan pembangunan di bidang pangan tersebut.
Yah, para petani adalah pahlawan tanpa tanda jasa, gelar yang selama ini melekat kepada guru. Petani sering menjadi pelengkap derita. Dikedepankan tatkala memulai program, terlupa ketika keberhasilan itu datang. Keberhasilan sering hanya menjadi konsumsi pejabat pemegang kekuasaan. Gudang-gudang BULOG jadi saksi bisu jerih payah bulir-bulir keringat petani yang harus berteduh di bawah terik matahari, bermain air tatkala hujan, meng-ijon-kan padi tatkala terbelit utang.
Percayakah masyarakat dengan bukti-bukti swasembda dan akuntabilitas penyelenggara penyangga pangan nasional ini? Jawabannya, belum! Seiring bergulirnya percaturan politik nasional, BULOG beberapa kali terkena sampur sebagai lumbung emas pemerkayaan diri dan golongan. Fragmen BULOG Gate, dan bagi-bagi fee kasus Wijanarko Puspoyo bukti nyata bahwa bulog masih menjadi sarang tikus. Anggapan aji mumpung sirna seiring reformasi belum terbukti. Tarik ulur kepentingan bisa menjadi preseden buruk bagi BULOG.
Sementara petani sering menangis meratapi padinya yang terkena banjir, serangan hama wereng, puso kekurangan air, harga panen jeblok tidak cukup menganti ongkos produksi. . Petani tidak tahu harus mengadu ke mana? Kalau pemerintah sudah mengeluarkan peraturan harga gabah hasil panen, kenapa BULOG tidak cepat turba menjemput bola membeli gabah petani? BULOG kalah cepat dengan tengkulak yang siap mengangkut gabah dari sawah? Kemana dana yang kabarnya sudah siap untuk membeli gabah petani? Jangan-jangan dana itu digunakan oknum BULOG yang kong kalikong dengan tengkulak atau membo-membo jadi tengkulak memborong gabah dengan murah. Toh kalau tidak segera terjual, petani jadi pusing tujuh keliling. Bingung harus cari modal untuk menanam padi berikutnya atau membayar biaya sekolah anak-anaknya. Kalau tidak ada yang membeli sesuai harga gabah yang ditetapkan pemerintah, mending dijual ke tengkulak saja yang sudah siap dengan dana segar. Yach, petani selalu dalam posisi tawar rendah.
Apa yang bisa diperbuat BULOG untuk petani dan bangsa ini? Petani tidak terlalu berharap lebih. Asalkan gabah-gabah mereka segera terbeli dengan harga pas untuk pengganti ongkos produksi, biaya sehari-hari anak-istri dan sedikit disimpan dalam laci, itu sudah cukup. Petani sebagai ujung tombak penyangga pangan nasional sudah selayaknya mendapat perhatian plus dari pemerintah. Bukan sebagai media kelinci percobaan program-program unggulan. Bukan sebagai background pencairan dana-dana bergulir dan bukan sebagai pengantar calon legislatif meraup kursi.
Bangsa Indonesia adalah bangsa besar dan cerdas. Masih segar ingatan kita beberapa waktu terakhir. Begitu banyak varietas unggul padi diluncurkan. Belum lagi katalisator penumbuh tanaman padi ditemukan. Varietas Super Toy, MSP, Nutrisi Saputra, berbagai varietas unggul dan zat-zat doping tanaman padi. Apa yang terjadi dengan penemuan-penemuan baru tersebut?
Bangsa Indonesia terlalu lama dijajah. Warisan politik pecah belah masih terbawa bahkan mungkin melekat pada sebagian bangsa Indonesia. Bukan bagaimana mengambil pelajaran dan segera bersatu saling menutupi kekurangan. Yang terjadi hanya saling kecam, mencemooh, mencari kekurangan temuan pihak lain. Temuan nutrisi tanaman yang diyakini dapat mempercepat masa tumbuh dan membanyak hasil produksi diributkan dan diperebutkan legalititas dan jalur distribusi semata hanya masalah birokrasi dan lagi-lagi rebutan fee.
Lantas kapan produksi pangan ini maju pesat? Mengapa penemu varietas padi tidak bertemu, berkumpul dalam satu team work, mengkaji kekurangan dan menciptakan varietas padi yang lebih super, hingga gudang-gudang BULOG selalu terisi penuh gabah petani dan para petani dapat menikmati kerja kerasnya.
Meski carut marut urusan pangan dan tetek bengeknya ini tidak mutlak urusan BULOG, tetapi BULOG merupakan bagian penting penyangga stabilitas nasional. Sektor pangan memang tidak berdiri sendiri. Banyak unsur-unsur terlibat didalamnya. Ada kepentingan yang lebih besar, yaitu tercukupinya stok pangan nasional dan kesejahteraan petani. Hari demi hari konsumsi beras makin meningkat, sementara berhektar-hektar lahan pertanian tiap tahun menguap, berubah fungsi. Akankah bangsa ini tidak segera bangkit, bersatu memikirkan kebutuhan pangan di masa depan?
Masalah pangan tidak saja menjadi persoalan bangsa Indonesia. Masyarakat internasional sudah mulai merasakan adanya krisis pangan global. Kalau bangsa Indonesia hanya gemar ribut-ribut, mencari kesalahan pihak lain atau bahkan memancing di air keruh, mencari keutungan di atas penderitaan kerja keras petani, bukan tidak mungkin Indonesia kembali menjadi konsumen dan importir beras terbesar di dunia.
Saat ini adalah saat bangkit dan berbenah. Politik boleh berubah, tetapi pembangunan pangan harus berkembang. Kita tidak boleh berbangga diri dan lengah di saat bangsa Indonesia telah berhasil swasembada pangan. Perum Bulog sebagai lembaga penyangga pangan nasional sudah selayaknya berbenah. Memperbaiki kekurangan dan menyusun strategi membangun SDM yang profesional, bersih, bebas KKN dan menciptakan sistem yang handal, serta melakukan diversifikasi usaha.
Negeri ini agraris, padi jadi andalan petani. Produk tanaman sawah dan perkebunan tidak hanya padi. Kalau selama ini BULOG fokus mengurusi gabah, bukan tidak mungkin di masa depan gudang-gudang BULOG sering kosong. Pergantian musim yang diiringi pergantian jenis tanaman, serta keaneka ragaman produk perkebunan merupakan peluang emas untuk dikelola BULOG meraup profit dan mensejahterakan petani.
Produk pertanian dan perkebunan yang beraneka ragam di bumi nusantara ini harus dikelola dengan managemen modern. Agar tidak melanggar undang-undang persaingan usaha dengan memonopoli barang dari hulu hingga hilir, BULOG harus bersinergi dengan institusi lain, agar produk pertanian dan perkebunan yang dikelola mempunyai nilai tambah. Belajar dari pengalaman seringnya petani dirugikan di kala panen raya dan sulitnya mencari modal memulai usaha pertanian dan perkebunan, sudah selayaknya BULOG menangkap peluang ini, daripada direbut dan dikuasai yang lain, apalagi pihak asing.
Dana yang biasanya disiapkan untuk membeli gabah bisa diinovasi menjadi modal dalam bentuk dana bergulir atau pinjaman lunak. Hingga ketika panen raya, petani tidak bingung mencari pembeli dengan harga tinggi.Tentu saja aturan main dan pengelolaan harus dibuat sengan seksama agar tidak menyalahi perundang-undangan yang berlaku. Karena Perum BULOG sebagai BUMN, sudah seharusnya berorientasi meraih profit dengan tetap melindungi dan mencukupi kepentingan petani yang hasilnya kembali kepada bangsa Indonesia. Kalau perlu BULOG juga berperan dalam menciptakan lahan pertanian atau perkebunan baru, agar ketersediaan lahan utamanya untuk tanaman pangan tercukupi.
Bisa dibayangkan, bagaimana jika 2020 nanti lahan sawah semakin sempit, produk pangan semakin kecil. Apa yang akan dilakukan BULOG? Apakah gudang-gudang BULOG beralih fungsi jadi mall atau gudang penyimpan barang produk-produk bukan hasil pertanian atau perkebunan? Akankah BULOG terbawa arus trend perekonomian dunia? Tentu kita tidak menginginkan hal demikian.
Untuk itu kita berharap BULOG semakin eksis di dunia nasional dan global. Pencitraan publik dengan trasnparasi dan accuntabilitas publik yang lebih baik akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada BULOG. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat dijadikan BULOG sebagai komunikasi handal dan penciptaan sistem pelayanan yang cepat , akurat dan bersih dari KKN. Kalau tidak segera berbenah, BULOG akan ketinggalan dan ditinggalkan. Jika tidak dimulai berbenah dari dalam, bisa-bisa BULOG akan mati dan negeri ini bisa kolaps pangan. Bahkan dengan globalisasi dan pasar bebas, peluang pemanfaatn produk dan bahan pangan bisa dikuasai pihak asing dan rakyat bisa mati laksana anak ayam mati di dalam lumbung. Produk-produk pertanian kita di bawa keluar, seperti halnya modal dan uang rakyat yang dibawa lari konglomerat pengkianat bangsa.
Dengan dukungan petani-petani pekerja keras didukung IPTEK dan SDM BULOG profesional yang handal bersih KKN, BULOG bisa menjelma menjadi Holding Company yang membumi dan mengakar dibumi pertiwi.




Rabu, 03 Juni 2009

PERMAINAN BETENGAN MATEMATIKA

Untuk memasyarakatkan matematika kepada siswa perlu kiat-kiat tersendiri agar matematika menjadi kemasan menarik. Sesuatu yang ditunggu dan dibutuhkan siswa. Perlu inovasi pembelajaran matematika dengan melihat materi, kondisi, dan situasi di mana proses belajar mengajar itu berlangsung.
Penggunaan pendekatan, metode ataupun media canggih yang sebelumnya dianggap cocok kadang menjadi bumerang. Pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien. Padahal guru dapat menggunakan pendekatan dan media tradisional yang dapat dilaksanakan di dalam ataupun di luar kelas. Dengan permainan yang dilaksanakan di luar kelas, anak tidak terkungkung lagi belajar dalam situasi kelas yang kaku dan monoton. Sehingga anak bisa berinteraksi secara bebas dengan sesama teman. Penggunaan budaya daerah lewat permainan anak-anak sekaligus dapat sebagai pelestarian seni dan budaya nasional dengan petuah dan nilai-nilai filosofi yang terkandung. Permainan “betengan” misalnya. Permainan betengan mengajarkan orang untuk bermain fair play, bekerja sama, bekerja keras, adil dan menumbuhkaan semangat tidak mudah menyerah.
Melalui permainan betengan diharapkan anak melakukan pembelajaran bermain sambil belajar dan belajar dalam permainan dengan suasana yang menyenangkan, rekreatif dan bermakna dengan fasilitas yang minim tetapi berkualitas. Dan yang perlu juga diperhatikan dalam permainan ini adalah keseriusan, antusias, sikap dan ketaatan siswa mematuhi aturan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunan metode permaianan betengan ini diantaranya meningkatkan pemahaman konsep matematika, sebagai alternatif bagi guru dalam pembelajaran matematika, memotivasi siswa dalam belajar, dan siswa lebih menikmati dalam belajar matematika.
BERMAIN DALAM BELAJAR MATEMATIKA
Anak dalam taraf perkembangan masih memerlukan hal-hal konkrit dalam pembelajaran di kelas. Perlu pendekatan dan metode yang tepat dalam mentransfer pengetahuan, apalagi untuk belajar matematika. Pendekatan dan metode yang tidak sesuai akan menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif.
Menurut Dienes (Ismail dkk , 1998 : 3.30) dalam pembelajaran matematika diperlukan pendekatan-pendekatan dengan mengingat bahwa matematika sebagai ilmu kreatif, maka sebaiknya matematika dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. Hal ini jelas memberikan kepada pendidik matematika, bahwa matematika sebagai ilmu eksakta tidak secara kaku diajarkan dengan memberikan angka-angka saja. Tetapi harus diolah agar penyajiannya dapat menunjukkan penampakan yang indah layaknya pertunjukkan karya seni. Penuh cita rasa.
Pada pembelajaran matematika di bagian awal suatu tema tentunya guru akan menanamkan konsep terlebih dahulu. Di sinilah kebanyakan permasalahan pertama muncul. Karena pembelajaran matematika bersifat spriral, jika penanaman konsep kepada anak gagal dapat dipastikan tahap-tahap pembelajaran berikutnya semakin berat dan bahkan bisa gagal total. Untuk itu Dienes (Ismail dkk ,1998: 3.27-3.28) telah menyampaikan 6 tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika yaitu bermain bebas, permainan, penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbulan, dan pemformalan. Disamping juga memperhatikan prinsip-prinsip belajar konsep yaitu prinsip dinamika, konstruktivitis, variabelitas dan prinsip persepsi variabelitas.
Sebuah permainan tidak bisa berdiri sendiri. Perlu kelompok untuk berinteraksi dan diskusi dalam sutu penemuan atau pemecahan masalah. Seperti yang disadur Mohamad Nor (2005:1) bahwa :
Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari utuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran mulai dari ketrampilan-ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks.
Jelaslah bahwa belajar secara kooperatif dalam suasana yang menyenangkan akan membantu siswa dalam pencapaian peningkatan pemahaman suatu konsep.
PERMAINAN BETENGAN MATEMATIKA
Permainan betengan laksana permainan perang-perangan mempertahankan benteng pertahanan. Dalam permainan betengan sebuah regu harus bisa mempertahankan benteng pertahannya dan harus merebut benteng pertahanan lawan dengan strategi jitu.
Permainan ini ini di mulai dari salah satu regu (Regu I) melepas salah satu anggota (A) untuk dikejar oleh anggota regu lawan, misalkan P (anggota regu II). Apabila anggota tersebut dapat tertangkap oleh regu II, anggota regu I (A) tersebut menjadi tawanan regu II. Agar A tidak dapat ditangkap oleh P, maka regu I melepas B untuk menangkap P, atau mengambil A yang sudah tertangkap P. Agar P tidak tertangkap oleh B, regu II melepas Q untuk menangkap B atau A dan seterusnya. Dalam permainan ini mempunyai aturan, anggota regu atau lawan yang berangkat paling akhir mempunyai kekuatan lebih tinggi. Anggota yang kekuatannya lebih rendah tidak dapat menangkap lawan yang lebih tinggi kekuatannya. Dalam contoh tadi Q lebih kuat dari B, B lebih kuat dari dari P dan P lebih kuat dari A.
Jadi dalam permainan ini juga ada adu strategi bagaimanakah anggota yang dikejar lewan dan dalam posisi lemah dapat kembali ke bentengnya untuk menambah kekuatan. Jika ada anggota yang tertangkap akan di tawan di dekat benteng lawan, dan dapat dibebaskan oleh anggota regu asalnya dengan memegang tawanan tersebut untuk kembali ke bentengnya sebagai kekuatan baru.
Akhir dari permainan ini jika ada anggota regu yang mampu memegang benteng lawan ialah yang menang. Atau regu yang mampu menawan semua anggota regu lawan, itulah regu yang menang. Permainan ini mungkin saja mempunyai aturan berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Tetapi pada prinsipnya sama, yang penting aturan mainnya sudah disepakati bersama.
Mengawali permainan ini guru membagi kelompok dan menjelaskan aturan main sekaligus intrumen yang diperlukan. Misalkan materi yang dipilih penyelesaian persamaan linear satu variabel, maka guru menyiapkan beberapa lembar kertas/kartu berisi persamaan dan penyelesaian persamaan. Persamaan-persamaan yang dibuat bisa mempunyai penyelesaian sama atau semua persamaan mempunyai penyelesaian berbeda. Sebelum permainan di mulai terlebih dahulu diadakan pretes untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa. Setelah itu baru dimulai permainannya.
Dalam permainan ini setiap regu terdiri 5-10 anak, maka jika dalam satu kelas ada 40 anak terbentuk 2 - 4 kelompok bermain.
Aturan Permainan Benteng Matematika :
1. Setiap regu diberi 15 kartu (banyaknya anak dan kartu setiap kelompok dapat disesuaikan)
2. Waktu bermain 15-20 menit
3. Anggota regu yang (pertama) akan dikejar membawa satu buah kartu (dapat digantungkan atau ditempel), dapat berupa persaamaan atau penyelesaian.
4. Anggota regu lawan yang akan menangkap atau mengejar harus membawa satu buah kartu (dapat berupa persamaan yang ekuivalen atau penyelesaian persamaan anggota regu lawan yang akan ditangkap). Anggota Regu lawan pertama yang mengejar anggota lawan tidak boleh memakai kartu yang sama.
5. Jika setelah dua menit (sesuai kesepakatan) belum ada yang mengejar, regu lawan dapat mengambil satu buah kartu dari pihak lawan sesuai dengan persamaan yang ekuivalen atau penyelesaiaan dari persamaan anggota regu yang dikejar). Jika anggota lawan yang mengejar salah memakai kartu maka anggota tersebut menjadi lemah kedudukannya sekalipun dengan anggota regu yang lebih lemah sebelumnya. Jika terpegang, maka anggota regu lawan yang salah kartunya akan menjadi tawanan.
6. Anggota yang tertangkap harus menyerahkan kartunya dan anggota regu di tawan di dekat benteng lawan dan diberi kartu atau kalung
7. Anggota regu yang dikejar lawan dan belum tertangkap dapat kembali ke regu asalnya minimal 2 menit setelah keluar dari bentengnya. Jika sebelum dua menit setelah keluar dari benteng kembali ke regunya maka anggota tersebut akan ditawan pihak lawan dan menyerahkan kartunya kepada pihak lawan..
8. Anggota yang ditawan dapat dibebaskan oleh regu asalnya dengan mengalungkan kartu yang ekuivalen atau penyelesaiannya. Jika yang dipasangkan atau dikalungkan benar anggota regu dapat kembali ke regu asalnya. Tetapi jika yang dipasangkan salah, tawanan akan meledak/mati. Jika dalam waktu dua menit belum dibebaskan maka tawanan dianggap mati.
9. Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan (15-20) menit belum ada benteng yang dapat direbut, pemenangnya ditentukan dari banyaknya kartu lawan yang diperoleh.
Contoh kartu Persamaan linear satu peubah dan penyelesaiannya





s



Skema permainan Permainan Benteng Matematika seperti tercantum di bawah ini :



B A
P Q




Setelah permainan berakhir siswa istirahat sambil berdiskusi dengan guru tentang permasalahan yang timbul. Untuk mempermudah kerja guru di dalam satu kelompok salah seorang anggota regu diberi tugas untuk mengamati kinerja anggotanya.
Bagian akhir dari pembelajaran ini diadakan pos tes untuk mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa. Selanjutnya hasil tersebut sebagai refleksi bagi guru dan siswa dalam pembelajaran berikutnya.
PENUTUP
Penggunaan permainan tentu membutuhkan tempat luas dan menciptakan suasana gaduh. Untuk itu dalam menerapkan permainan hendaknya dilaksanakan di tempat yang tidak mengganggu proses belajar mengajar yang lain. Disamping juga menghindari timbulnya dampak sosial dari sistem pembentukan kelompok ataupun hasil permainan yang dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan ataupun ketidakadilan. Masih banyak permainan tradisional yang dapat dikembangkaan. Tidak hanya untuk mata pelajaran matematika tetapi juga yang lain. Bagaimana pemerhati pendidikan, penasaran ? Silakan mencoba !

UU BHP

Blunder! Itulah kata yang tepat bagi kebijakan pemerintah terkait UU BHP. Sebuah ironi, ketika digaungkan pendidikan berkualias untuk semua, sementara untuk mengenyam pendidikan tinggi dirasa semakin sulit diraih.
Putra seorang dosen sebuah PTN di Jawa Tengah diterima di fakultas kedokteran PTN tempat ayahnya bekerja. Kabar gembira yang terpaksa harus disambut senyum kecut. Karena untuk registrasi harus membayar puluhan juta rupiah. PTN tersebut tidak mau kompromi. Uang sumbangan tidak boleh ditawar ataupun diangsur. Tidak ada KKN diantara kita, begitu semboyan panitia. Patut diacungi jempol untuk semangat anti KKN. Tetapi, acungan jempol itu kemudian terpaksa dibalik, karena aturan yang dibuat mengkebiri semangat pendidikan berkualitas untuk semua. Akhirnya putra dosen tersebut tidak kuliah di PTN tempat ayahnya bekerja.
Apakah anak-anak lain yang mau masuk perguruan tinggi akan senasib demikian? Jika mencermati UU BHP yang baru saja dilaunching, kiranya akan semakin banyak anak-anak bangsa dengan bekal ekonomi pas-pasan tidak bisa masuk perguruan tinggi. Meski ada pasal yang memberi peluang bagi (calon) mahasiswa memperoleh keringanan. Akankah hal ini terwujud dengan mudah?
Dengan label Badan Usaha, nilai profit dan gengsi menjadi tameng bagi PT untuk mempersulit mengajukan keringanan. Sebelum terbit UU BHP saja, berbagai upaya mahasiswa menolak kenaikan SPP atau sumbangan lainnya sulit mengubah keputusan yang ditetapkan rektorat. Apalagi payung hukumnya sekarang sudah ada, UU BHP.
UU BHP dibuat dengan semangat idealime tinggi. Pemerintah dan DPR beranggapan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi tanggung jawab pemerintah. PT tidak boleh lengah, terlalu berharap dengan bantuan pemerintah. Diandaikan anak, PT adalah anak dewasa yang mempunyai tanggung jawab hidup mandiri. PT dapat memberdayakan potensi yang ada, lebih aktif dan kreatif dalam melaksanakan riset yang dapat dikomersiilkan dunia usaha untuk meraup dana.
Kalau akhirnya UU BHP menimbulkan kontroversi dan reaksi, hal itu karena kekuatiran masyarakat dengan pelaksanaan UU tersebut. Meski Mendiknas atau kalangan DPR telah memberikan penjelasan tentang essensi UU BHP, tetapi berdasar pengalaman masyarakat dan mengingat perkembangan global, ekses negatif dikuatirkan timbul. Bagaimana pasar-pasar tradisional mulai sekarat, setelah aturan usaha riteil diijinkan. Biaya kesehatan semakin mahal, karena rumah sakit dan farmasi mulai dikuasai para kapitalis. Setelah banyak siswa-siswa pintar di bajak ke luar negeri, akankah perguruan tinggi juga akan dikuasai para pemilik modal dan pihak luar?
Untuk pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang didukung BOS, masih banyak siswa tidak mampu sekolah karena biaya-biaya tambahan? Kalau pendidikan yang setengah gratis saja dalam pelaksanaannya masih banyak biaya ekstra, bagaimana dengan pendidikan tinggi berlabel Badan Usaha?
Bahwa UU BHP dibuat adalah keputusan politik. Apakah ada udang di balik batu di balik keputusan itu? Bukankah sampai hari ini, menjelang Pileg dan Pilpres jarang parpol yang mengusung pendidikan sebagai senjata utama? Kebanyakan membawa kemasan peningkatan kesejahteraan, sembako murah, penciptaan lapangan kerja, turunkan BBM dan jargon-jargon bercirikan parpol? Untuk sementara angin perubahan pendidikan belum berhembus dengan jelas? Sudah puaskah dengan alokasi pendidikan 20% APBN?
Berkaca pada kenyataan masih banyak siswa –siswa cerdas dan miskin tidak mampu meneruskan ke PT, seyogyanya UU BHP di yudicial review. Dalam UU minimal ada jaminan bahwa anak-anak berprestasi apalagi yang kurang mampu mendapat wild card masuk PTN beserta biaya pendidikannnya. Juga perlu pengaturan bagi pihak luar yang akan mendirikan PT untuk tetap mengggunakan dan mengutamakan anak bangsa dalam pengelolaan dan menampung anak-anak Indonesia .
Kalau peninjauan ulang tidak dilakukan, kekuatiran pemerataan pendidikan berkualitas sulit terlaksana. Para pemodal akan berlomba-lomba mendirikan PT sekedar profit oriented dan obral gelar. Dampak PT diliberalkan, akan terjadi perlombaan pendirian PT yang tidak sehat. Pada akhirnya terjadi krisis kepercayaan kepada pendidikan itu sendiri. Kita ingat menjelang krisis 1998, pendirian bank begitu mudah diijinkan. Akhirnya banyak bank kolaps dan krisis ekonomi berkepanjangan. Yang teranyar, krisis ekonomi global sekarang ini juga akibat sistem kapitalisme dan liberalisme. Apakah hal ini tidak menjadi pelajaran?
Dengan UU BHP akan terasa bahwa yang paling diuntungkan adalah orang kaya dan pemerintah. Orang kaya dengan mudah memilih PT dan jurusan yang diinginkan. Berapapun dana tidak jadi masalah. Pemerintah bisa berhemat, untuk mengalihkan pembiayaan PT ke sektor lain. Orang miskin dirugikan karena sulit menyenyam pendidikan tinggi dan memperbaiki nasib. PTN secara tidak sadar akan dirugikan. Apapun hasilnya kalau proses berjalan tidak baik akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik pula. PTN hanya diuntungkan sesaat dari fresh money mahasiswa. Dalam jangka menengah dan jangka panjang, mutu PTN semakin tenggelam. Karena kalau anak-anak pintar dengan ekonomi kurang tidak masuk PTN, mutu PTN dengan sendirinya merosot. Tujuan PTN yang akan mengembangkan riset dan menjualnya ke dunia usaha tidak akan terwujud.
Padahal otonomi kampus yang dibawa di UU BHP bukan diidentikkan dengan kapitalisme dan liberalisme pendidikan. Otonomi kampus diarahkan untuk memberdayakan potensi kampus dalam merencana, mengelola, mengembangkan dan mengevaluasi kehidupan seluruh civitas akademika agar mampu mandiri, menghasilkan produk berkualitas dan mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Sebuah Undang-undang tidak boleh langsung dimakan ataupun ditolak mentah-mentah. Yang kurang bisa diperbaiki. Jika UU BHP dilaksanakan sesuai pasal-pasal yang ada, kemanfaatannya sulit dirasakan. UU BHP disorot banyak kalangan berkaitan dengan penggalian, pengelolaan dan pertanggung jawaban dana. Belum banyak menyorot bagaimana proses berlangsung. Jika yang diributkan dana, pada akhirnya proses terlupakan. Sehingga implementasi UU BHP untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik dan siap bersaing di dunia global semakin sulit tercapai. Dan kita semakin ketinggalan.
Akankah hal ini akan mendekatkan bangsa Indonesia ke jurang kebodohan. Bukankah kebodohan mendekatkan kepada kemiskinan. Sementara kemiskinan dekat dengan kekufuran dan kehancuran. Kebodohan lebih berbahaya dari efek rokok Akankah MUI mengeluarkan Fatwa, bahwa biaya pendidikan mahal itu Haram. Kita tunggu saja.

PESAN UNTUK PEMIMPIN

Tulisan ini sebenarnya sudah saya tulis 19 April lalu menjelang Unas. Waktu itu saya belum punya blog. Ternya apa yang saya kuatirkan terjadi. 33 SMA dan beberaapa SMP harus ujian ulang. Sebuah tragedi dunia pendidikan. Siapakah yang salah? Semua tergantung pada pemimpin. Dan Baru sekarang saya postkan.


Pelajaran berharga baru saja dipetik dari perhelatan akbar Pileg 9 April 2009. Ternyata, jika orang tidak siap kalah, ujung-ujungnya maut dan RSJ jadi hunian. Padahal mulai 20 April hingga awal Mei ada hajatan nasional yang tidak kalah beratnya yaitu Ujian Nasional.
Akankah akan ada korban seperti caleg yang gagal? Alhamdulillah, sampai saat ini belum tersiar kabar rumah sakit menyiapkan sal khusus bagi yang stress gagal ujian nasional. Meski demikian bukan berarti stress tidak melanda. Banyak siswa, guru, orang tua, kepala sekolah dan para pemimpin tidak bisa tidur nyenyak. Bayang-bayang gagal unas menghantui. Begitu besarkah efek unas? Kalau dipikir-pikir, yang salah yaa .. yang mikir itu sendiri. Lha wong unas itu setiap tahun dilaksanakan, kenapa tidak memetik hikmahnya? Sebuah ujian ada yang gagal adalah wajar. Malah ada pakar yang menyatakan, ujian yang berhasil 100% itu patut dipertanyakan. Lha... gimana too ini sebenaranya!
Psikolog Dadang Hawari dalam satu kesempatan menyampaikan bahwa caleg-caleg yang stress atau mengakhiri hidup dengan cara pintas, adalah berpendidikan menengah ke bawah. Bahkan dimungkinkan, kalau mereka jadi caleg sungguhan belum tahu tugas dan fungsi sebagai wakil rakyat. Yang nampak hanya enaknya saja, cepat balik modal dan kaya raya. Bukti pendidikan itu penting.
Apa hubungan pileg dan unas? Unas adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pendidikan. Pileg tolok ukur keberhasilan demokrasi. Suka atau tidak, ada mata rantai antara pendidikan dan politik. Hanya yang disayangkan adalah politisasi pendidikan. Apalagi dalam suasana pileg, pilkada maupun pil-pil lainnya. Karena pendidikan sering jadi komoditi politik, dikuatirkan kegagalan pendidikan (unas) berdampak di panggung politik dan kekuasaan. Untuk itu harus ada benang pemisah. Politik urusannya politik pendidikan ya ngurusi pendidikan.
Di sekolah guru dan kepala sekolah sudah bekerja keras menyiapkan siswanya menghadapi segala tugas dan tanggung jawab, tidak hanya untuk unas. Para pemimpin lembaga pendidikan tidak henti-hentinya memberi wejangan dan motivasi agar unas sukses. Tetapi melihat hasil try out yang sudah berkali-kali, wajar rasanya jika semua yang terkait pendidikan jadi was-was. Haruskah was-was itu membuat guru kalang kabut? Tentu tidak boleh.
Tidak ada guru yang menginginkan anak didiknya gagal. Tidak ada sekolah pasang target kelulusannya kurang dari 100%, meski tahun-tahun sebelumnya ada yang tidak lulus. Semua ingin lulus 100%. Tetapi semua kembali kepada usaha dan doa. Hanya Tuhan yang bisa menentukan keberhasilan/kegagalan 100%. Jika semua proses dan aturan dijalani dengan benar, kegagalan bukanlah kiamat. Guru, orang tua, kepala sekolah, pimpinan lembaga dan daerah adalah pemimpin. Dan kelak, semua pemimpin akan diminta pertanggung jawaban.
Selama tiga tahun guru menggulowentah anak bangsa, semua bekal ilmu sudah diberikan. Pendidikan moral dan akhlaqul karimah disiapkan. Bekal psikologis ditanamkan, demi sukses ujian. Tidak lupa membelajarkan politik seperti para elite politik yang berikrar siap menang dan siap kalah sebelum pesta rakyat. Para guru dan kepala sekolah tidak segan-segannya memberi petuah agar yang berhasil tidak boleh sombong yang gagal tidak kecewa.
Susu sebelanga tidak akan rusak karena setitik nila. Nila bisa dikarantina dan diperlakukan dengan baik hingga nila itu bermanfaat. Kalau toh hasil unas tidak sesuai harapan, tidak perlu mencari kambing hitam. Apalagi guru yang dijadikan kambing hitam, padahal guru jelas bukan seekor kambing. Kegagalan adalah cambuk. Korban kegagalan bisa bermetamorfosis ke ujud yang lebih baik. Daripada keberhasilan yang bersifat fatamorgana.
Para orang tua yang terbiasa cuek selama hampir tiga tahun, secepatnya mengubah pola pikir bahwa sekolah adalah tempat penitipan anak-anaknya. Terbiasa lepas tangan ketika proses berlangsung, mencaci maki tatkala menemui kegagalan. Luangkan waktu, beri perhatian dan awasi putra-putrinya menjelang unas. Beri teladan, jangan hanya melarang tetapi larangan itu tidak berlaku bagi orang tua. Do’akan mereka, beri bekal rohani jangan hanya materi. Keberhasilan tidak perlu dibanggakan. Kegagalan tidak perlu disesalkan. Kegagalan jangan serta merta ditimpakan kepada guru dan sekolah. Tapi mungkin karena putra-putri bapak/ibu yang sering berbuat ulah, meski manis di rumah. Sesal memang datangnya dikemudian. Sebelum terlambat segera berbenah.



Senin, 01 Juni 2009

Pancasila: Kelahiran yang Jarang Dirayakan

Enam puluh empat tahun lalu, tanggal 1 Juni 1945 Indonesia mempunyai nama cikal bakal dasar negara: Pancasila. Umumnya hari lahir bersejarah dirayakan. Tapi mungkin kelahiran Pancasila ini hampir tidak pernah dirayakan. Tidak ada upacara, tidak ada kue ulang tahun, tiup lilin apalagi syukuran. Mungkin 1 Juni 2009 ini akan ditayangkan, para tokoh politik berkumpul di depan patung Soekarno-Hatta di Jakarta. Mejeng di depan patung pencetus nama Pancasila. Atau membuat ceremonial sendiri, memperingati kelahiran Pancasila bercirikan kepentingan yang diusung. Memanfaatan moment, menarik simpati menjelang pilpres. Padahal seluruh organisasi yang berdiri di rupublik ini semua mempunyai asas tunggal, Pancasila. Mengapa kelahiran Pancasila jarang atau bahkan tidak dirayakan?

Kita-kita yang jauh dari Jakarta mungkin saja tidak akan merayakannya. Terdiam di rumah atau di tempat kerja. Tanpa peduli arti penting dari sebuah kelahiran bersejarah. Yach, Pancasila adalah dasar negara. Didalamnya terdapat nilai-nilai luhur bangsa yang tercermin dari sila-sila. Sila-sila yang merupakan manifestasi peri kehidupan beragama, norma, susila, kwmanusiaan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, demokrasi, keadilan dan kemakmuran. Sila-sila yang tidak akan pernah diubah selama republik ini berdiri.

Tugas kita sekarang menjaga Pancila tetap sebagai dasar negara. Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Janganlah Pancasila sekedar menempel di dinding rumah dan kantor. Diapit sepasang pemimpin negara yang setiap saat diganti. Kita mungkin meradang, melihat yang terjadi di sekitar kita. Mulai buruh, petani, pegawai, pengusaha, pejabat hingga para pemimpin negeri ini.

Kehidupan kita kadang tercabik, terkekang bahkan terampas oleh keadaan. Keadaan yang tidak mampu kita kendalikan. Negeri kita berke-Tuhanan, tapi keyakinan kadang dipaksakan. Dipertentangkan hanya masalah khilafiyah. Penguasa kadang bagaikan Tuhan. Membuat keputusan tanpa dapat dibantah. Tanpa ampun menggusur yang lemah. Bangsa kita ramah tamah, tapi rasa kemanusiaan sering terabaikan. Nusantara itu satu kesatuan, tapi kelompok-kelompok kecil saling serang. Berebut pengaruh ingin jadi raja, sang penguasa. Tak mau dikendalikan, ingin memisahkan diri dari negara kesatuan. Kita hidup berdemokrasi, tapi komunikasi sering terbuntu birokrasi. Negeri kita kaya raya, tapi kekayaan alamnya dikuasai orang luar dan yang punya kapital besar.

Kemiskinan jadi kebanggaan. Dipamerkan untuk menarik hutang berbalut hutang luar negeri. BLT turun, banyak yang mendadak miskin. Yang kuat antri terdepan. Sementara yang tua renta banyak tertindas, terhimpit antrian. Subsidi diperdebatkan, yang berdasi cari keuntungan. Sumpah dan janji jabatan cuma ceremony, karena korupsi dan kolusi masih menghinggapi. Akankah negeri ini akan terus begini. Ataukah Pancasila memang sudah terlupa? Tergantikan nafsu dan angkara murka?

Kita berharap Pancasila tak akan lekang di telan jaman. Tak akan menyesuaikan trend dunia dan pesanan. Tak bergeming oleh pergantian pemimpin. Tanpa perayaan tak mengapa. Semoga Pancasila tetap jaya dan melekat di hati hingga akhir jaman nanti.