Rabu, 29 Juli 2009

BOM MARRIOT DAN RITZ CARLTON


BOM ITU MEMBUNUH NEGERIKU!

Apa yang dipikirkan banyak orang terkait bom di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton Jakarta 17 Juli lalu? Orang pun mulai berspekulasi dan mengkaitkan dengan pilpres, teroris kaki tangan Nordin M Top, Jamaah Islamiah bahkan dengan Osamah bin Laden. Kita semua patut menghujat pelaku bom ini. Di tengah bangsa kita mulai merangkak, bangkit dari keterpurukan ekonomi. Tiba-tiba usaha ini dirusak oleh segelintir pengecut. Pengecut yang tidak senang negeri ini aman dan tahan dari krisis ekonomi global. Harapan menatap masa depan yang lebih cerah sedikit terkikis. Hari ini, 29 Juli 2009 melalui sebuah blog sekelompok orang yang mengatasnamakan Al Qaida Indonesia menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa pengeboman itu.
Berdalih, perbuatan itu terpaksa dilakukan kepada Amerika, atau apapun bentuknya yang berbau Amerika sebagai balasan atas perbuatan Amerika yang menindas kaum muslim di berbagai belahan dunia. Tentu saja kita bisa terperangah? Bagaimana bisa, sebuah kegiatan balas dendam terhadap negara/orang asing tetapi dilakukan di negeri sendiri yang mayoritas penduduknya muslim? Sungguh hal yang mengherankan. Sadarkah para teroris itu dengan dampak yang menimpa sebagian besar bangsa Indonesia yang muslim. Jika perbuatan mereka beralasan membela kepentingan kaum muslim?
Dengan pengakuan sementara lewat blog, kecurigaan beberapa pihak yang mengkaitkan bom dengan pilpres/penggagalan hasil pilpres minimal bisa tereduksi. Kecurigaan antar salah satu calon yang tidak puas dengan pelaksanaan pilpres apalagi bagi calon yang merasa tidak diuntungkan bahkan tidak menang bisa lenyap dengan sendirinya. Bahkan pada hari ini juga kedua capres yang tidak berhasil memenuhi syarat menjadi pemenang sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Yang mungkin saja salah sau tuntutannya menghendaki pilpres ulang meski tidak di seluruh daerah. Kita masih menunggu perkembangan. Apa jadinya kalau gugatan itu dikabulkan.
Akankah demokrasi kelihatan lebih nyata? Atau , ini hal yang paling tidak kita inginkan. Akan terjadi ledakan yang lebih besar, melebihi ledakan bom di Marriot 17 Juli lalu. Kita tidak habis pikir, mengapa pernyataan bersama sebelum pilpres ”Siap Menang dan Siap Kalah” tidak terwujud? Bahkan untuk menghadiri pengumuman penetapan suara oleh KPU 25 Juli saja mbak Mega dan Mas Prabowo tidak hadir. Inikah contoh demokrasi sesungguhnya? Akankah rakyat akan dibuat bingung hanya lantaran rebutan kursi yang bisa diperlombakan lima tahun sekali? Bukankah pemenang hari ini (SBY) sudah tidak nyalon lagi ditahun 2014? Mengapa energi hanya dihabiskan hanya untuk menuruti ego pribadi dan golongan? Akan lebih menarikkah pertunjukkan demokrasi negeri ini jika terjadi pilkada, pileg dan pilpres hingga beberapa ronde? Menunggu yang KO atau terpaksa di TKO kan? Bagaimana nasib perekonomian kerakyatan dan ekonomi nasional kita?
Masihkah negeri ini mempunyai daya magnet bagi investor? Masihkah negeri ini aman bagi pelancong? Bukankah Menchester United tidak jadi berkunjung ke negeri ini hanya lantaran ada bom di satu tempat kecil di jantung Ibu kota? Satu titik kecil berdampak besar. Bagaimana jadinya BOM-BOM itu meledak merata di seantero nusantara hanya lantaran tidak puas dengan plpres? Kalau ada pakar menyatakana dampak bom Mariot II berdampal melayangnya sekitar 20 T rupiah. Berapa kira-kira kerugian ekonomi nasional, apabila terjadi BOM nasional dampak ketidakpuasan pilpres? Manakah yang menjadi pertimbangan. Kerugian ekonomi atau kerugian demokrasi?
Kalau saja d’Masif merilis lagu baru, mungkin lagu teranyar bertitel Bom itu Membunuhku. Negeri ini bisa mati, pecah tercerai berai. Terkotak-kotak hanya untuk kepentingan sesaat. Siapa berharap demikian?




PENJARA BUKAN UNTUK ANAK-ANAK

PANTASKAH MEREKA DIPENJARA?

Masa anak-anak adalah masa bermain. Mau main bola, kelereng, petak umpet, apa saja. Yang penting main. Bagi anak-anak desa masih lumayan. Masih ada tanah lapang dan media mainan murah meriah dari alam sekitar. Gimana anak-anak kota? Mau main sepak bola, tanah lapang tidak ada. Main petak umpet, malah kuatir ngumpet nggak bisa kembali. Lha wong rumahya sendiri sudah umpet-umpetan. Yang enak ya main game di PS-an.
Namun sayangnya, permainan elektronik ini banyak yang menyuguhkan game-game tidak mendidik. Disamping bisa berpengaruh terhadapa psikologis anak. Yang lebih bahaya perilaku anak-anak banyak diracuni game-game yang ada. Apalagi game yang bersifat kompetsisi. Semakin banyak aroma aduan masuk ke dalam memori anak-anak ini. Dampak dini yang timbul, anak-anak mulai ikut-ikutan adu peruntungan. Judi kecil-kecilan.
Apalagi kehidupan social ekonomi masyarakat kita terutama kelas pinggiran, masih sangat memprihatinkan. Dengan kondisi seperti ini, masyarakat berpendidikan renda sangat mudah dipengaruhi. Dengan iming-iming imbalan yang menggiurkan, dengan modal kecil memperoleh hoki kelas kakap. Banyak dari mereka mengorbankan harga diri dan keimanan. Tidak saja bagi orang tua, anak-anak pun mudah tergoda. Berbagai permainan yang menyuguhkan hadiah dapat merubah perilaku anak. Dari sekedar menghabiskan waktu dengan hal-hal tidak bermanfaat. Hingga menyeret mereka ke dalam perbuatan berbau judi.
Jadi kalau beberapa waktu lalu, 10 anak di Tangerang yang sedang main koin ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan bermain judi, itu bukan hal aneh. Yang patut dipertanyakan, mengapa mereka harus dipenjara dan dibawa ke sidang pengadilan. Tidak adakah cara yang lebih cantik dan mendidik bagai anak-anak ini. Apalagi persidangannya menjelang hari anak nasional, 23 Juli 2009
Tanpa dapat berbuat banyak, mereka tida mampu memohon penangguhan penahanan. Beda sekali yaa dengan penggede-penggede. Begitu ditangkap dengan mudahnya bisa mengajukan penahanan. Itulah bedanya anak-anak dengan “penggede-penggede”. Kalau pihak yang menahan beralasan penahanan sebagai pelajaran, rasanya itu suatu hal yang dibuat-buat.. Karena pelajaran tidak harus dengan hukuman. Hukuman tidak harus di tempat penjara. Hotel saja bisa dipakai sebagai penjara. Kenapa hotelnya bernama hotel Prodeo? Dihukum di hotel bintang lima saja kalau sedang apes bisa kena hokum. Kena Bomm. Entah apa nama hukum seperti itu.
Tapi begitu membaca berita di halaman pertama Jawa Pos hai ini (28 Juli 2009), rasa penasaran itu sedikit reda. 10 Anak-anak Tangerang itu dibebaskan bersyarat. Bebas saja kok ya masih ada syaratnya. Dengan tambahan, pengacara mereka akan mengajukan banding. Membela anak-anak ini karena meski dinyatakan bebas bersyarat, toh mereka masih kena cap terpidana.
Terlepas dari itu semua, kita semua seyogyanya dapat mengambil hikmah. Betapa perhatian terhadap masa anak-anak di negeri ini masih kurang. Anak-anak tidak hanya butuh makan dan tidur. Penyedian sarana prasaran bermain serta pelayanan pendidikan dirasa perlu penyedian yang lebih luas. Agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Disamping itu penegakaan hukum yang menjadi payung penuntut umum patut diacungi jempol. Akan lebih banyak jempol yang akan diacungkan jika penegakan hukum terhadap para pelaku judi, tidak hanya kepada anak-anak yang kebetulan bernasib apes. Ketangkap karena sekedar bermain koin. Masih banyak main judi beneran yang kasat mata ada di sekitar para penegak hokum. Tidak perlu menunggu laporan masyarakat, atau menunggu operasi bersama. Merekalah yang layak menjadi penghuni penjara.





Selasa, 28 Juli 2009

KUDA TULI, KUDA TERBANG DAN KUDA HITAM

Naik kendaraan bermesin memang banyak resikonya. Mau aman, pilih naik becak, delman atau naik kuda. Tetapi naik becak bisa dikira melanggar HAM. Orang kok disuruh genjot pedal. Mendorong orang lain yang duduk manis di kursi becak. Naik pedati sebenarnya nggak apa-apa. Tapi banyak kawasan yang melarang pedati masuk. Alasannya mengganggu kenyamanan. Alternatif lain naik kuda. Itupun tidak boleh sebarangan. Bisa-bisa yang naik celaka. Salah pilih kuda, tujuan nggak kesampaian. Seperti pilpres kemarin. Apa hubungan kuda dengan pilpres?
Jika diamati, ternyata para capres itu untuk menuju kursi RI 1 banyak yang naik kuda. Kuda yang dipilih. Mbak Mega mengawali karier politiknya, naik Kuda Tuli. Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli tahun 1996, ribut-ribut rebutan markas banteng. Waktu itu Mas Prabowo masih surodadu. Mas Probowo pasti tahu Kuda Tuli juga. Jadi kalau sekarang berpasangan, klop-lah. Tahu sama tahu tentang Kuda Tuli. Kuda Tuli yang merenggut jiwa. Dengan Kuda Tuli pula Mbak Mega jadi besar.
Sampai pengumuman KPU 25 Juli pasangan capres no 1 ini tertinggal perolehan poin. Mungkin kuda-kuda mas Prabowo larinya kurang terarah. Tidak mendengarkan aba-aba dengan cermat. Kuda-kudanya mungkin tuli beneran. Atau kudanya lupa tidak diberi kaca mata. Tolah toleh kiri kanan. Jadi larinya nggak bisa kencang. Nggak apa-apa Mbak Mega dan Mas Prabowo. Masih ada Puan Maharani, generasi dinasti Soekarno. Dan Mas Prabowo juga masih muda. Lima tahun ke depan masih layak kok nyapres lagi. Bukan bermaksud menasehati. Dua kali kehilangan tongkat, itu pertanda penyadaran buat setiap orang. Kalau masih mau maju resikonya mudah diterka. Bisa jatuh, dan sulit bangkit lagi.
Kuda apa pilihan Pak JK? Kuda yang dipilih kebagusan, kuda terbang. Dalam mitologi, kuda terbangnya pak Jusuf Kalla itu laksana Bouroq. Yang sering digambarkan seperti kuda bersayap berkepala manusia. Larinya secepat kilatan cahaya. Cocok dengan jargon yang diusung. Lebih Cepat, Lebih Baik. Sayang, mungkin Pak Kalla pegang kendalinya kurang greng. Dan lupa bahwa kuda tidak punya rem dan spedometer. Saking cepatnya orang sulit melihatnya. Lha wong larinya melebihi kecepatan cahaya. Mau direm nggak mungkin. Akhirnya orang cuma tahu kalau yang naik kuda terbang itu pasti pak Kalla. Cuma tahu orangnya, tapi nggak jelas bekasnya. Bekas pak Kalla cuma bisa dilihat waktu pak Kalla berhenti dan memarkir kudanya. Wajar saja perolehan pak Kalla akhirnya tertinggal, palin buncit. Meski kalah, pak Kalla tetap gentle.
Yang perlu dicontoh dari pak Kalla, nelpon kandidat pemenang. Mengucapkan say hello (Mengucapkan selamat, Anda layak menang juga nggak apa2). Meski belum resmi diumumkan. Padahal banyak orang mengakui, kendaraan pak Kalla top markotop. Atau mungkin pak Wiranto salah persepsi dengan pak Kalla. Pak Wiranto itu kan kalau bertindak sesuai hati nuraninya. Kira-kira dipikir pak Wiranto, nggak mungkin naik kuda bisa secepat cahaya. Kalau benar terjadi dikuatirkan bisa menimbulkan ledakan energi maha dahsyat yang tak terkendali. Bisa-bisa teori relatifitasnya Einsten timbul. Efeknya dapat membuyarkan angan-angan manusia. Makanya, sebagai pendamping joki kuda terbang, pak Wiranto tetap bekerja sesuai hati nurani. Dan mengawal sang Joki, agar jangan sampai jatuh kalau kuda terbangnya lari terlalu cepat. Tugas yang sudah mendarah daging sejak jadi ajudan. Kalau jaga terus jokinya, kapan bisa ikut lari lebih cepat?
Bagaimana dengan SBY. Orang itu kalau punya keyakinan kuat, tidak mudah dibisiki oarang lain dan berlaku cermat dan tepat. Pasti bisa melanjutkan perjalanan dengan aman. Ketika mau memilih kuda yang akan ditungganginya, mungkin pak SBY main catur dulu. Mikir-mikir strategi jitu, kuda apa yang dipilih. Apalagi kandang kuda pak SBY cukup lapang. Bisa menampung banyak kuda. Makanya begitu pemilu legislatif menempatkan partainya pak SBY sebagai jawara. SBY tenang-tenang saja. Dipilah-pilahnya kuda yang mau dikendarai. Malah dari sana-sini banyak yang nawari kuda. Kalau saja bisa, sekali jalan langsung naik 2 sampai 5 kuda, seperti akrobat.
Nah, mungkin ini keunggulan pak SBY. Ilmu strategi perang ala main catur diterapkan. Kuda catur itu kan bisa mengamankan dan mengancam lawan. Kuda catur saja tidak cukup. Perlu kamuflase agar kudanya tidak mudah diganggu orang dan bisa membantu meningkatkan laju pembangunan ekonomi bangsa. Jadi kuda yang dipilih akhirnya kuda hitam. Kuda hitam mulus yang sudah hafal medan dan tidak terjangkit penyakit. Tidak mudah terkenan virus H1N1 ataupun H1N5.
Ketika pak Budiono dipilih, banyak pihak meragukan. Baik kemampuan dan penerimaan masyarakat terhadap sosok beliau. Berbagai rumor dihempuskan. Tapi banyak kalangan lupa. Waktu ada pemilihan Akademi Fantasi, Indonesia Idol, KDI dan sejenisnya. Kata banyak orang, bukan terbaik yang terpilih. Yang terpilih terlebih dari empati terhadap penampilan dan kepribadian. Semakin orang dikuyo-kuyo, diolok-olok atau bahkan dihinakan. Semakin besar pula daya magnetnya. Dan itu terjadi. Pak Budiono akhirnya menjadi kuda hitam di pilpres. Menyokong Joki yang sudah terbukti di mata masyakat berhasil melewati masa krisis. SBY dan Budiono pada akhirnya unggul di pilpres.
Ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Bahwa untuk menjadi sang pemenang, orang tidak bisa lari sendirian. Terlalu percaya diri, menyepelekan bahkan berniat mencelakakan orang lain. Kuda-kuda yang dikendarai tidak hanya asal bagus, tetapi kuda harus taat kepada sang joki. Kuda harus sehat dan jinak. Bukan kuda yang kadang menyepak tuannya sendiri.
Banyak kuda pilihan yang siap mengantar tuannya. Tidak sedikit pula yang celaka dibuatnya. Jangan pilih naik kuda lumping yang suka makan beling. Jangan naik kuda nil, nanti bisa termakan. Jangan naik kuda kayu, yang hanya diam membisu. Dan awas, jangan kuda-kudaan di jalanan. Orang bisa menganggap kita gila beneran.





Minggu, 26 Juli 2009

GUDEL ALA JEPANG

Waktu TOT Lesson study di Surabaya 12 sd 25 Juli 2009 kemarin, pak Sato dari Jepang sering kali menyampaikan perbedaan pengajaran antara guru Indonesia dan guru Jepang. Termasuk perilaku siswanya. Saya pikir2 kalo pendidikan Jepang dan Indonesia beda kelas wajar saja. Lha wong yang namanya "gudel" Indonesia dan "gudel" Jepang beda banget. Gudel Indonesia itu tiap hari kerjanya makan, berkubang di lumpur dan tidur.
Kalo "Gudel" ala Jepang bisa membaca, menulis dan mengajar. Hebat...hebat.



Tapi anda jangan negatif thingking dulu. Gudel Indonesia itu anaknya kerbau. Gudel Jepang itu guru model yang sudah ikut Lesson Study.



JENGGOT

JENGGOT OSAMAH, SYECH PUJI DAN PEPI

Jenggot siapa yang menjadi favorit Anda? Jenggot Osamah, Syech Puji atau jenggotnya Pepi. Silakan pilih. Tapi harus diingat, kalau anda memfavoritkan salah satu diantara mereka, jangan mudah terpancing meniru. Bisa-bisa kena getahnya.
Negeri kita ini kan baru kena musibah Bom!! Kabar yang beredar, pelaku teror ini dikait-kaitkan dengan tokoh yang paling dicari seantero dunia, Osamah bin Laden. Benar-tidaknya saya sendiri tidak tahu. Saya bukan inteligen. Kita semua kenal banget dengan tokoh ini. Tidak sedikit juga yang ngefans. Lihat saja di sekeliling kita. Banyak yang pakai kaos bergambar Osamah. Belum lagi game Osamah. Dan yang ngetrend, banyak yang mengekor melihara jenggot ala Osamah. Keren kan? Kalau anda melihara jenggot ala Osamah,bersiap saja. Bisa saja suatu saat anda akan diintai atau diinterogasi. Dikait-kaitkan dengan Osamah. Jadi repot kan? Padahal anda sudah terlanjur melihara jenggot cukup lama. Lantas mau diapakan? Dipotong? Jangan.
Jenggot anda masih bisa dimodivikasi. Yang mirip Osamah, ya Syech Puji.
Minimal bentuk bajunya hampir sama. Lumayan juga kan mirip syech Puji. Jenggot masih ada. Cuma kalau mau mendekati mirip Syech Puji, kepala harus dibotakin. Kalau perlu tambah kalung mirip kalungnya Syech Puji. Begitu anda memakai gaya ala Syech Puji, orang akan terkagum-kagum pada anda. Minimal anda sudah kelihatan seperti pendekar Shaolin. Hebat !! Belum lagi orang akan mengomentari anda. Kalau sudah mirip kenapa tidak kawin lagi dengan anak di bawah umur? Nah kalau ini anda harus hitung-hitung! Kawin lagi sih katanya enak. (Saya saja kawin ...eehh nikah, cuma sekali dengan satu wanita yang sekarang istri saya. Jadi yaa ndak tahu kawin lagi itu enak apa tidak). Apalagi anda ketahuan kawin dengan anak di bawah umur. Anda melanggar HAM. Dan hadiahnya penginapan di hotel prodeo. Seperti yang menimpa Syech Puji sekarang ini. Mau! Silakan saja jika mau jadi Syech Puji II. Kaya belum tentu, celaka menunggu.
Lantas enaknya bagaimana? Yang sampai sekarang melihara jenggot aman-aman saja. Yaa melihara jenggot ala Pepi. Ahmad Dani saja pernah ikut-ikutan niru jenggotnya Pepi. Mungkin Ahmad Dani lagi bingung cari model baru. Dari pada mikiran masalah, mending berekspresi. Meski Dani yaa tidak berubah jadi lucu kayak Pepi. Dani yaa Dani. Dicerai Maia bukan bingung, malah mikirkan Madu Tiga. Kalau Ahmad Dani saja yang mencoba niru Pepi, ternyata tidak bisa mengubah dirinya. Apa anda masih berminat mengubah-ubah gaya jenggot anda?
Anda masih bingung kan? Jadi kalau anda mengubah penampilan, apa saja bentuknya. Pikiran dulu masak-masak. Apa untungnya mengikuti suatu trend jika kita sendiri tidak tahu kegunaannya. Tapi kalau anda meniru hanya karena suatu keinginan, itu sah-sah saja. Yang terpenting, anda harus mempertimbangkan dampak terburuk. Jika terpaksa harus meniru karena terlanjur fans berat. Anda tidak usah kuatir. Ngefans kan tidak berarti jadi pengikutnya. Jadilah fans mania yang baik.
Melihara jenggot, mbotakin kepala, berpakaian, gaya hidup dan sebagainya adalah pilihan untuk tampil beda. Hidup ini perlu inovasi. Inovasi tidak perlu indoktrinasi. Doktrin hanya akan membuat inovasi terlihat kaku. Yang hanya memenuhi pesananan pengindoktrin.
Melihara jenggot yang sekarang mulai mewadah adalah salah satu fenomena. Entah dari segi kenyentrikan atau menumbuh suburkan sunah Rosul. Nyentrik agar memikat orang, dan menjadi trendsetter. Mengikuti jejak Rosul, mengambil suri teladannya. Tidak sekedar hanya terlihat menjadi orang yang paling Islam. Tetapi kesehariannya tidak mencerminkan nilai ke-Islaman itu sendiri. Rugi kan!
Osamah, Syech Puji, Pepi dan para penganut ataupun penggemar jenggot adalah sebagaian perbedaan penampakan manusia yang diwakili salah satu bagian tubuh manusia. Satu bagain tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasikan jatidiri seseorang. Perbedaan adalah rohmat. Perbedaan fisik laksana mozaik kehidupan. Perbedaan pikiran menjadi kehidupan lebih berwarna. Tidak sekedar melihat jenggot.






Senin, 20 Juli 2009

T O T LESSON STUDY


Sudah dengar Lesson Study? Bagi yang sudah, bersyukurlah. Bagi yang belum, kalau membaca tulisan ini, berarti anda sudah pernah membaca. Bukan sudah dengar. Membaca tulisan kan berarrti melihat. Bukan mendengar he..he...he Nah mulai tanggal 12 sd 25 Juli 2009 bertempat di Badan Diklat Keagamaan Surabaya dilaksanakan TOT Lesson Study. Peserta terdiri guru, keplasa sekolah, pengawas dan widyaswara se wilayah Indonesia Timur (Jatim, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua)
Narasumber/trainernya lansung didatangkan dari negeri Matahari Terbit diantaranya Mr. Sato. Kegiatan diisi dengan diskusi, anjangsana ke sekolah pelaksana LS dan praktek implementasi LS di sekolah-sekolah Pasuruan.
Mengikuti LS ini membuat kita tambah mengerti apa arti pembelajaran agar kelak menjadi lebih baik. Baik yang tidak tercermin dalam bentuk angka-angka, tetapi kebaikan yang terwujud dari perilaku guru dalam pembelajaran di kelas agar tujuan pembelajaran tercapai.
Dan ternyata, menurut MR Sato, di Jepang tidak ada Unas seperti di Indonesia. Orang Jepang mengutamakan proses dan pembentukan nilai-nilai dari seorang peserta didik daripada mengedepankan nilai-nilai pendidikan yang terwujud angka-angka.
Nah bagaimana para pemerhati Pendidikan. Apakah pendidikan ala Jepang ini akan kita adopsi dengan modifikasi ala cita rasa Indonesia?
Semua tergantung dari kita semua. Ingin lebih baik atau sudah puas dengan keadaan sekarang.
Selamat ber Lesson Study.




IMPLEMENTASI ISRO'MI'ROJ DALAM KEHIDUPAN

Hari ini, 27 Rajab adalah hari tanggal datangnya perintah menunaikan sholat 5 waktu. Tepatlah kiranya setiap tahun kaum muslim memperingatinya. Kita tidak perlu menelusur, apakah peringatan Isro'Mi'roj ini ada pada jaman nabi, apa dasarnya dan bagaimana hukumnya. Kita-kita yang awam ini kadang tambah bingung, kalau masalah-masalah kecil menjadi pembeda dan membuat jarak diantara kaum muslim. Terlalu sibuk mencari perbedaan, yang kadang melupakan essensi yang terkandung dalam hal yang dipertentangkan. Sewajarnya kita semua instropeksi diri, seberapa baikkah perbuatan kita utamanya sholat????

Dirikanlah sholat, sholatlah tepat pada waktunya, sesungguhnya sholat itu mencegah dari perkara keji dan mungkar. Begitu banyak pesan yang termuat berkaitan dengan sholat. Sebagai rukun Islam, sholat merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan bagi setiap muslim. Hanya saja, bagaimanakah implementasi sholat dalam kehidupan manusia? Bukankah dengan sholat diharapkan seorang muslim semakin dekat dengan Tuhan-nya? Dan sudahkah kita-kita yang mengikrarkan diri sebagai seorang muslim ini dekat dengan Sang Kholiq. Sesungguhnya kedekatan manusia dengan penciptanya, hanya Alloh yang tahu. Aku jauh Engkau jauh, aku dekat Engkau dekat. Begitu Bimbo menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan-nya.
Jika dicermati, sholat sebagai media pendekatan diri masih menjadi rutinitas harian. Bekas tapak sholat masih banyak dikelabuhi dengan simbol-simbol ke-Islaman yang kadang menjadikan kaum muslim dipandang sebelah mata. Bukankah semakin banyak masjid didirikan, dipercantik hingga memperoleh pengakuan sebagai penciptaan rekor. Masjid terbesar, kota seribu masjid, masjid termahal dsb. Masjid-masjid mewah yang kadang hanya bisa dirasakan di jam-jam kerja laksana kantor. Selepas aktifitas rutin, masjid terpaksa dikunci. Melarang umat menikmati kekhusukan ibadah, karena masjidnya terlalu mewah. Kemewahan yang mengkebiri kepentingan umat Islam itu sendiri.
Seringkali kita dengar dan rasakan, sholat sebagai bentuk tawadhu’ kita kepada Alloh, sebagai sarana bermunajat menghaturkan doa, tidak mempunyai efek positif bagi pelaku sholat ini. Ketika manusia memohon hidayah, untuk ditunjukkan ke jalan yang benar, ”Ihdinash shiroothol mustaqima”, pada kenyataannya justru banyak yang tergelincir dalam kehidupan. Tidak hanya menimpa ”Islam abangan”, bahkan yang sudah ditasbihkan sebagai ”Islamnya orang Islam” masih terpeleset dalam roda kehidupan duniawi.
Apa sebenarnya yang tejadi? Apakah permohonan resmi minimal 17 kali sehari ini tidak terkabulkan? Atau sebenarnya sudah dikabulkan, tapi kita sendiri tidak tahu menahu dengan ”ayat-ayat” Tuhan? Pura-pura bodoh, tatkala hidayah yang benar itu membatasi manusia berinovasi dalam perbuatan kedholiman. Berkilah khilaf tatkala keasyikan bergumul dosa terdeteksi. Mengemas kepalsuan dengan emas kebohongan. Menyembunyikan kejahatan bertameng kebaikan terkemas dermawan yang kadang dengan tangan berlumuran darah. Menonjolkan diri meraih nama baik, meski dari perbuatan yang tak laik. Berbangga diri dengan perbuatan yang dia sendiri tahu bahwa perbuatannya itu salah. Kesalahan yang dibungkus dengan senyum keangkuhan, kedholiman yang diiringi tawa kebodohan menjadikan manusia semakin lupa diri.
Benarkah manusia ditakdirkan selalu dalam posisi mau menang sendiri? Jika demikian, betapa sombongnya manusia itu. Padahal Tuhan tidak suka kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Tatkala kesombongan itu menghinggapi seseorang, maka kehancuran tinggal menungu waktu. Sesunguhnya kesombongan itu bisa diredam, dinetralisir bahkan dilenyapkan dengan media sholat. Kesalahan manusia dalam melakoni kehidupan tak ubahnya perjalanan panjang yang perlu penunjuk arah. Agar perjalan ini tiba di tujuan dengan selamat.
Bekal manusia tidaklah terlalu berat, jika tahu kemana, apa dan bagaimana agar tujuan itu diraih. Perjalanan panjang ini bukanlah perjalanan yang melelahkant. Tidak terlalu memerlukan bekal yang banyak. Perjalanan bisa semakin ringan jika manusia mempunyai kendaraan yang laik jalan. Bekal akan cukup hingga tujuan, andai bekal yang dibawa cocok sesuai kebutuhan. Perjalanan semakin asyik, jika ada sahabat yang mendampingi.
Andai saja setiap muslim merasa perjalanan hidup ini laksana perjalanan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW, hidup terasa nikmat. Berjalan diiringi malaikat, aman dari godaan syetan. Pengawasan melekat/waskat selalu mengalir dalam nadi setiap muslim, mencegah manusia mengikuti hawa nafsu yangsetiap saat mengajak manusia berbelok menuju arah yang menyesatkan. Isro’Mi’roj telah mengubah kehidupan manusia menuju satu titik terang kehidupan yang lebih baik. Dan setiap muslim akan kekal didalamnya. Amin.




Selasa, 14 Juli 2009

SERAGAM

Tiga orang guru bertemu di warteg. Di bawah teriik matahari mereka berteduk di warung sambil bercakap-cakap.
Pak Ali menyapa temannnya : Wak Pak Trimo kelihatan gagah, seragamnya keren. Sepatunya kinclong. Murid bapak pasti senang.
Pak Trimo yang memperhatikan pak Ali menyahut : Ya lumayanlah, guru sekarang tambah keren. Nggak kayak Umar Bakri tempo dulu. Kalau di tempat pak Ali Gimana ... Kok kelihatannnya pakaiannya nyantai sekali ...... Itu yang bapak bawa apa..
"Oh ini laptop, lumayanlah buat ngajar di kelas."
Sekolah Bapak baik sekali, guru diberi laptop. Sekolah saya saja punya cuma dua. Satu di TU, yang satu di almari. Kalo mau pakai ..amprah dulu. Antri pak Ali.
Pak Ali menjawab : Enggak, ini laptop saya sendiri. Sejak lama saya pingin punya laptop. Ya...nabung dikit dikit. Makanya saya ndak sempat beli seragam. Uangnya buat beli laptop ini. Sekolah saya nggak nuntut gurunya pakai seragam kok. Yang penting mutu pembelajaranhya dulu. Penampilan belakangan......

ceritanya bersambung .......




Senin, 13 Juli 2009

HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH

Hari ini hari pertama tahun ajaran 2009/2010. Segebok tugas siap menunggu. Jadwal lemburan menanti. Merajut tali silaturahim dan menjalankan amanah menjadi misi di tahun baru. Bagi kita para orang tua dan anak-anak yang baru masuk sekolah kelas satu, hari pertama sekolah laksana hari raya. Semua baru, baju, celana, sapatu, kauos kai, tas, dan tidak lupa hutang di bank juga baru. Itula hebatnya orang Indonesia. Di tengah krisis ekonomi global, rakyat Indonesia sepertinya tak terpengaruh. Biarkan para pakar ekonomi menghitung inflasi. Yang penting anak-anak harus sekolah. Entah esok harus jadi apa!

Hari pertama masuk sekolah sering diwarnai pesta kecil. Pagi-pagi anak-anak yang terbiasa bangkong sudah bangun. Yang terbiasa terlambat masuk, berebut tempat duluan. Mencari tempat strategis. Warna-warni seragam menghias lapangan. Menunggu kepastian warna yang homogen. Barisan cepat tertata rapi, pertanda anak-anak yang patuh. Akankah hari pertama ini akan berlangsung hingga ke depan?




LIBUR

Minggu ini hari terakhir liburan sekolah. Senin 13 Juli 2009, hari pertama tahun ajaran 2009/2010. Usai sudah istirahat 2 minggu melepaskan lelah. Mengistirahatkan saraf-saraf otak. Ternyata benar juga. Kalo saraf kita diberi waktu istirahat, rasanya otak jadi fresh. Segar kayak keluar dari lemari es. Malah bisa-bisa terasa beku. Mau diajak mikir malah ngajak tidur. Repot juga kalau begini.
Layaknya anak sekolah, liburan kemarin refreshing ke rumah Emak. Bareng2 anak istri. Sambil ngingat-ngingat masa kecil. Anak sekolah kalo libur pergi ke rumah nenek. Ketemu saudara dan keponakan.
Membuka memori masa kecil. Masa yang tidak bisa diulang. Masa penuh canda dan tawa, yang mungkin jarang kita jumpai sehari-hari di tempat kerja. Penuh rencana, target dan strategi menggapai impian. Beda dengan anak-anak kecil yang menikmati liburan,. Mereka bisa sesukanya menuangkan ekspresi diri tanpa beban. Tanpa rancangan, tanpa rekayasa. Semua berlalu apa adanya. Yang penting happy. Kalo jatuh paling nangis. Diberi obat merah, atau dirayu dibelikan es krim sudah diam. Hari ini bertengkar, esok main bareng lagi. Tidak ada dendam tidak ada konspirasi.
Beda dengan orang-orang yang merasa dirinya sudah dewasa atau maunya dituakan. Kayaknya hari-hari diisi tanpa ada liburan. Sepanjang waktu diisi dengan segala daya untuk meraih prestasi dan prestise, meski di hari libur sekalipun. Liburan adalah saat tepat untuk konsolidasi. Berbungkus jamuan, tasyakuran, rujakan, mancing atau yang lain. Kegagalan hari ini harus ditebus kemenangangan esok hari. Esok harus ada yang dikalahkan. Yang kadang melupakan kelaikan cara. Yang penting tujuan tercapai. Satu hari gagal, masih ada hari lain. Selama matahari belum terbit dari barat, tujuan harus terpenuhi. Kegagalan bukanlah karena keunggulan lawan. Kegagalan terjadi faktor X yang merugikan pihak yang kalah. Dan ini terus terjadi sepanjang masa. Jadi pantas saja, hari-hari dipenuhi dengan gagasan-gagasan baru tanpa mengenal hari libur. Karena kalau ada hari libur bagi pemikiran, dunia juga akan berhenti. Itu artinya sama saja kiamat dini.
Nah, anda mau pilih mana. Libur atau tidak. Apa pun pilihan anda, esok pekerjaan siap menanti. Selamat berekspresi! Selamat bekerja! Selamat tinggal hari libur!!

Sabtu, 11 Juli 2009

PUISI : HAJATAN PILPRES

langkahkan tegak dada terbusung
kepalkan tangan teriakkan auman
obral mutiara kata suarakan asa
rayu pemuja goda tetua

adu otot atur strategi
canang program obral janji
hambur rupiah kuras energi
kerahkan bala kibarkan panji

berduyun-duyun rakyat berderet antri
tiru bebek tunggu petugas panggili
masuk bilik tentukan nurani
pilih kanan tengah atau yang kiri

lewat tengah hari contrengan diakhiri
hitung lembaran di hadapan saksi
pampang lembaran terawang matahari
amati pilihan dengan teliti

turus berjajar kumpulkan angka
tentukan nasib calon pemimpin bangsa
pilihan menang hati berbunga
siapkan kursi yang tak bermahkota.










Jumat, 10 Juli 2009

UCAPAN SELAMAT APA HARUS NUNGGU SK?

Waktu kecil saya sering tukaran sama teman, tetangga sebelah rumah. Biasa, habis tukaran satru. Nggak nyapa. Tapi waktu itu masih kecil. Begitu keesokan harinya, wawuh/rukun lagi. Paling kalo masih satru maksimal jelang batas tiga hari, baikan lagi. Takut dibenci Tuhan. Apalagi waktu di madrasah diniyah sering diingtkan. Jangan sampai tidak bertegur sapa sampai tiga hari. Dosa!!
Kalo bisa jangan sampai musuhan. Jika terpaksa ya segera memaafkan. Siapa tahu suatu saat kita perlu bantuan sama orang yang aalnya kita benci bahkan kita musuhi.
Jika kita punya temanpun biasakan memberi penghargaan. Meski dia kompetitor kita. Nggak usah nunggu perintah : Hayo kita beri tepuk tangan buat si Anu yang jadi juara. Kebiasan memberi penghargaan membuat orang semakin simpati kepada kita.
Bagaimana dengan pilpres kita? Dengan tiga kandidat mestinya tidak susah saling memberikan selamat satu sama lain. Untung tadi malam kita sudah melihat teladan demokrasi yang sehat terjadi di negeri ini. Pak JK sudah call, say hello ke pak SBY mengucapkan selamat. Yang begini ini patut kita tiru. Apalagi Minggu depan beliau2kan mau rapat kabinet. Lucukan, jika pemimpin bangsa ini kelihatan nggak akur. Mudah2an ucapan selamatnya lahir batin.
Kalau capres no 1 belum memberi selamat, itu memang hak mereka. Masih nunggu keputusan resmi. Mengucapkan selamat saja kok kelihatannya berat sekali yaa. Nunggu SK KPU. Padahal kalau saja ada kemauan, gampang saja kan mengucapkan.
"Pak SBY selamat, Bapak sementara unggul. Saya siap menjadi oposisi dan beradu 5 tahun lagi. Tapi permasalahan yang terjadi tetap kami ajukan sesui hukum." Gampang kan.
Kan kalau mau bermaaf-maafan waktu Idul Fitri, kita tidak menunggu keputusan Depag atau MUI, bahwa besok jatuh 1 syawal. "Jadi mulai besok bermaaf-maafan sudah sah. Kalau sebelum terbit SK 1 Syawal bermaafaannya belum diakui." Nggak ada kan seperti ini.
Jadi hidup ini lebih mudah. Tidur nyenyak. Besok pagi bangun, habis bangun, tidur lagi. Habis Tidur bangun lagi dst kayak lagunya mBah Surip.Bangun dan Tidurnya nggak nunggu SK.




Kamis, 09 Juli 2009

MENUNGGU KEPUTUSAN HAKIM

Besok, Jumat 10 Juli 2009 ini hari penentuan tahap II. Tahap I anak-anak lolos Unas. Saya nggak bilang lulus lho, cuma lolos. Kenapa? Lha wong anak-anak sendiri yang bilang begitu. Mulai awal Juli sampai 6 Juli mereka berbondong-bondong cari sekolah. Kalo melihat polah orang tua dan anak-anak ini sebenarnya kasihan. Tapi yaa lucu juga. Saya patut acungkan jempol dua, kalo perlu empat, andai saya pas lagi nggak pakai sepatu. Semangat cari sekolah itu lho yang perlu diacungi jempol. Yaa moga2 saja kalau sudah diterima semangatnya kayak pas cari sekolah. Bukan anti klimaks.
Buat ortu dan anak-anak yang mau melanjutkan, tentunya besok Jumat itu bisa dianggap hari penentuan. Meski sudah terlambat. Kenapa? Ya iyaa..lah. Penentuannya kan pas Unas lalu. Jadi besok itu tidak usah ngedumel atau nyesal. Percum tak bergun. Tidak perlu menunggu ketok palu hakim menunggu pengumuman. Yang jadi hakim, yaa anak-anak itu sendiri. Selama beberapa hari ini sekolah cuma mengumpulkan administrasi prestasi yang telah diukir beberapa saat lalu. Yang muncul di pengumumuman hanya rekap saja. Lha jatahnya sudah dipagu. Jadi yang belum masuk daftar terima nasib dulu. Sabar, tawakal, instrokspeksi dan segera bangkit.
Yang diterima jangan bangga, yang belum jangan kecewa.
Jangan ikut-ikutan pilpres, pileg, pilkada atau pil-pil lain. Bingung cari alasan.
Belajar legowo dan tetap semangat gitu lho. Nggak sekolah di negeri ya ndak apa-apa. Di swasta juga banyak yang bagus. yang penting niatnya. Sekolah di swasta juga berarti membuka lapangan kerja baru. Pahalanya dobel. Menuntut ilmu sama membantu mengurangi pengangguran. Coba kalau semua diterima di negeri, sekolah swasta pada tutup, siapa yang akan diajar?
So..selamat sekolah!!!!





Rabu, 08 Juli 2009

HARI INI INDONESIA PUNYA PRESIDEN BARU

8 JULI 2009, Indonesia punya gawe. Milih RI 1 2009-2014.
Mulai pagi hingga jam 13.00 rakyat kita menyalurkan hajatnya, nyontreng. Sore ini hingga malam kita disuguhi jagongan para pengamat politik dan hasil Quick Count. Di samping coment2 capres dan tim suksesnya. Kalo melihat hasil QC, kita yang sedikit tahu sedikit ilmiah2an, sepakatlah. Kalo yang bakal mimpin negeri ini 5 tahun ke depan pak SBY. Andai saya jadi kompetitor SBY, melihat QC saya akan call kalo perlu sowan silaturahim mengucapkan selamat ke pak SBY. Kita yang katanya orang timur yang suka silaturrahim dan kabarnya masyarakat paling ramah se dunia, ternyata kalah dengan orang barat.
Sayang yaa, sampai saya ngetik ini capres lain tidak ada yang melakukannnya. Malahan mulai mencari-cari kambing hitam. Padahal kambing hitam saja jarang didapat. Jika demikian, pantas saja yang kalah ini tidak mendapat simpati dari sebagian besar rakyat Indonesia. Sekali-kali berjiwa besar kan lebih baik. Memberi contoh generasi muda sekarang. Dan siap atau menyiapkan kader baru tuk berkompetisi 5 tahun ke depan.
Yach politik ternyata susah diterka. Mending jadi rakyat saja, nggak buat orang bingung. Daripada jadi pemimpin yang membingungkan rakyat.
Selamat pak SBY dan selamat bagi seluruh rakyat Indonesia yang ikut nyontreng. Demi Alloh dan demi almarhum ayahku, hari ini saya nyontreng. Saya nyontreng dan nulis ini lillahi ta'ala, tidak dibayar. Tapi yang saya contreng, ....rahasia. Hanya saya dan Alloh yang tahu.
Bravo demokrasi Indonesia

UNAS & STANDARDISASI NILAI KELULUSAN

Tulisan ini saya buat tanggal 29 Mei lalu sebelum kabar Kecurangan Unas dihembuskan. Dan saya kirim ke majalah Media Dinas Pendidikan Jatim dan terbit pada Edisi Juli 2009 ini. Bukan bermaksud membuka dapur sendiri. Ini terlebih sebagai otokritik pada dunia pendidikan. Jangan sampai kita berbangga dengan hasil Unas yang baru diumumkan. Sementara kita (Para pemimpin dan guru) tahu sendiri bagaimana proses Unas itu berlangsung. Selengkapnya tentang Unas dan standarisasinya saya kupas berikut ini............


Apapun makanannya, minumnya air juga. Berapapun standar nilai unas , akhirnya lulus juga. Tak peduli bagaimana menempuhnya. Ungkapan yang banyak diucapkan siswa menjelang unas. Seolah mereka merasa bahwa nanti pasti lulus sekolah. Toh setiap tahun standar nilai kelulusan dinaikkan, yang tidak lulus semakin sedikit. Berita kenaikan standar nilai kelulusan bukan hal yang perlu dipusingkan. Bagaikan angin lalu, tidak membekas. Berlalu tanpa makna. Meski tidak sedikit yang was-was dengan kenaikan standar kelulusan ini.
Padahal guru dan pihak sekolah merasa sangat kuatir dengan murid-muridnya. Dengan standar nilai kelulusan tahun sebelumnya yang lebih rendah dari tahun 2009 saja masih banyak yang tidak lulus. Bagaimana kalau standar kelulusannya dinaikkan? Apakah kenaikan ini hanya berdasarkan target, tanpa analisa matang? Atau guru dan siswa dianggap makhluk sakti? Setiap tahun mampu mengejar kenaikan standar nilai kelulusan yang melaju seperti barisan aritmetika? Apakah nilai unas tahun sebelumnya dianggap angka-angka yang valid, pertanda semakin baik SDM kita? Sering, nilai kelulusan sulit membedakan. Mana anak berkompetensi tinggi sebenarnya dengan anak-anak penggembira unas. Nilai-nilai unas yang tinggi bagaikan fatamorgana kenaikan mutu lulusan. Kualitas pendidikan nasional tertipu dibalik gemerlap prosentase kelulusan dan nilai-nilai unas yang menggelembung tinggi.
Sekolah berusaha sekuat tenaga agar anak-anak mereka kelak dapat menempuh unas dengan lancar. Bimbingan intensif dan bimbingan spiritual termasuk istighosah pun rutin dilakukan. Unas bak ancaman atau musibah besar yang akan melanda negeri ini. Lalu apa tanggapan anak-anak? Mereka tak seperti yang dibayangkan guru. Mereka tidak segera mempersiapkan diri. Santai dan cenderung mengentengkan. Meski dari beberapa kali try out, masih banyak yang tidak lulus. Nasehat guru dianggap sekedar menakut-nakuti. Mereka lebih percaya wasiat yang diwariskan kakak-kakak alumni. Bahwa selama unas banyak kejadian aneh. Wasiat itu terbukti manjur bagai candu. Meresap dan menghipnotis anak-anak untuk santai-santai saja menghadapi unas. Begitu pengumuman tiba, mereka pun berkata. “Nah, benar kan. Yang tidak lulus sedikit. Di sekolah kita saja lulus 100%. Si Fulan yang tidak biasa ngitung saja matematikanya dapat 10. Si Anu yang jago matematika cuma dapat 9. Mending kalau mau unas nyantai. Tapi hasilnya aduhai.” Salahkah mereka? Atau kita para guru bertanya, mengapa?
Kebebasan bekerjasama, membawa HP, SMS berantai, bahkan oknum guru bak dewa penolong yang terang-terangan memberikan kunci jawaban gratis segila-gilanya menjadi pertanda betapa unas telah mengubah banyak perilaku orang. Pesan tak bermoral dari penyiasatan aturan-aturan unas. Sering anak-anak ini memperhatikan proses unas yang dari tahun ke tahun seperti hanya rutinitas ceremonial kelulusan belaka. Demi suksesnya wajib belajar. Betapa pandainya anak-anak membaca ketakutan guru, kepala sekolah dan para pengambil kebijakan yang kuatir banyak anak-anaknya tidak lulus. Bahkan dengan kasat mata para siswa menangkap peluang pobia unas ini. Apalagi anak-anak langsung mendapat doktrin. Mulai wejangan guru agar hidup tolong menolong, hingga pengaturan pola-pola strategi sistematis yang dirancang jauh hari sebelum unas.
Padahal fakta menunjukkan, banyak pelaku kecurangan yang harus berurusan dengan pihak berwajib, sampai menginap di hotel prodeo. Ditambah korban-korban unas yang tidak lulus. Unas memang mampu menjadi magnet banyak kalangan untuk fokus dalam even tahunan hajat dunia pendidikan. Sayang hajatan ini dikhianati. Bangsa kita belum siap menerima perubahan dan kekalahan. Berbagai pertimbangan terkait unas belum mampu menjamin keterlaksanaan unas sesuai yang dicita-citakan. Di tengah kontroversi pelaksanaan unas, kita seyogyanya segera menyikapinya.
Pemerintah memang mempunyai dasar pelaksanaan unas UU no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Permendiknas no 20 tahun 2007 tentang standar penilaian. Dalam permendiknas tersebut dinyatakan bahwa hasil unas sebagai salah satu penentu kelulusan siswa. Dengan pijakan ini, unas diharapkan mampu memacu semangat belajar siswa untuk meningkatkan mutu pendidikan. Akankah aturan produk manusia itu juga mengorbankan manusia dalam arti luas? Boleh-boleh saja unas dilaksanakan untuk menstandarisasi mutu pendidikan nasional. Meski standar itu dirasa setengah dipaksakan. Bagaimana tidak? Daerah dengan fasilitas dan input berbeda (jauh) diberlakukan sama dengan daerah maju. Meski soal yang dibuat sudah diklasifikasi tingkat kesulitannya.
Untuk itu hasil unas janganlah menjadi dasar utama memvonis seseorang gagal menempuh jenjang sekolah yang sudah dijalani selama 3 tahun. Pelaksanaan unas beserta hasilnya yang menimbulkan kontradiktif dan kontra produktif seyogyanya dievaluasi. Hasil unas bisa dipakai untuk parameter mutu pendidikan. Unas masih perlu dilaksanakan. Tapi kelulusan bukan mutlak tergantung kepadanya. Nilai boleh menjadi target, tapi batas nilai jangan dijadikan harga mati penentu kelulusan. Sebaiknya dibiarkan apa adanya, seperti jaman dulu. Pola jadul (jaman dulu), tapi menghasilkan bibit unggul. Kelulusan bisa ditentukan dengan aturan-aturan yang dibuat sekolah, termasuk menggunakan hasil unas. Sekolah mempunyai hak otonom menentukan kelulusan dengan rambu-rambu pendidikan sesuai nafas KTSP. Seleksi ilmiah menjadi filter bagi anak-anak berkompetensi untuk menggunakan hasil unasnya memasuki jenjang pendidikan lebih tinggi.
Naiknya standar nilai kelulusan pada akhirnya dirasa lebih banyak menjadikan beban daripada menjadi tantangan. Untuk itu kebijakan ini perlu kajian lebih dalam. Berbagai penyimpangan yang terjadi selama unas, sudah cukup membuat dunia pendidikan prihatin. Sekedar memperoleh cap lulus, nama baik, harga diri atau mungkin menyelamatkan kedudukan. Bangsa ini telah diracuni perselingkuhan moral. Moral bangsa digadaikan. Bahkan unas menjadi komoditi politik dan kekuasaan. Kalau kita tidak segera berbenah, maka kehancuran negeri ini di masa depan tinggal menunggu waktu. Dan kita akan mengalami lost generation. Setiap perubahan perlu pengorbanan. Tidak perlu takut jatuh korban, dari pada timbul korban lebih besar di masa depan. Sudah puaskah kita dengan kondisi sekarang? Ataukah kita nanti akan meradang, menyesal karena terlambat menyadari dari sekarang? Segera berbenah atau bangsa ini akan bubrah! Wallohu’a’lam.




Kamis, 02 Juli 2009

SSN, SBI DAN SBY


Boleh dikata, saat ini era emas dunia pendidikan. Betapa tidak, sejak era reformsi bergulir dan amandemen UUD 1945 serta hasil berbagai survey yang menunjukkan rendahnya SDM Indonesia, bangsa ini tersadar akan pentingnya pendidikan. Dana-dana digelontorkan untuk memacu peningkatan mutu pendidikan. Program-program sekolah unggulan digulirkan diantaranya Sekolah Berstandar Nasional (SSN) dan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI/SBI).
Pencanangan SSN dan SBI ini sebagai upaya pemerintah mencapai standar mutu pendidikan serta memancing masyarakat agar lebih peduli kepada pendidikan untuk menciptakan sekolah yang lebih unggul dan mandiri dalam mengembangkan potensi sekolah. Meski program ini di sana-sini menuai banyak kritik karena masih banyak perencanaan dan pelaksanaan RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) sekolah asal-asalan.
SSN dan SBI dicanangkan dengan tujuan idealis. Banyak SSN dan SBI yang pada awalnya dilaksanakan dengan idealisme tinggi, begitu setengah berhasil pada tahap berikutnya menjadi gagal. SSN dan SBI dijadikan label untuk mendongkrak harga jual sekolah dengan bungkus tertentu. Program sekolah gratis dengan pengecualian sekolah (R)SBI membuat, nilai jual sekolah semakin mempunyai posisi tawar tinggi. Sekolah negeri yang menjadi pioner SSN dan SBI menjadi mahal. Meski outpu/produk belum banyak terbukti. Termasuk kulaitas suprastruktur dalam sekolah bersangkutan. Banyak anak pintar tak mampu masuk sekolah unggulan. Meski ada beasiswa, tetapi jumlahnya tidak memadai. Roh peningkatan mutu menjadi fatamorgana.
Disamping itu penciptaan beberapa kelas/sekolah unggulan RSBI/SBI dalam satu lingkup sekolah sering menganak tirikan kelas non unggulan. Kelas non unggulan berlangsung seperti biasa atau bahkan dibiarkan berjalan apa adanya demi menyukseskan kelas unggulan/RSBI. Membentuk kelas/sekolah (R) SBI dari sekolah yang sudah ada dirasa tidak efektif. Tidak mudah mengubah kompetensi, etos kerja dan perilaku orang dalam waktu singkat. Bangsa kita belum terbiasa menerima perbedaan. Perbedaan masih sering menimbulkan pengkotakan kepentingan.
Untuk menciptakan siswa/sekolah unggul lebih baik membentuk sekolah baru. Dihitung sekilas penciptaan sekolah baru dengan orang baru (bisa merekut guru baru atau menyeleksi guru di satu daerah dengan kualifikasi yang telah distandarkan) memang mahal. Sekali lagi, pendidikan investasi jangka panjang. Dengan tenaga pendidik dan kependidikan baru akan tercipta iklim kerja yang sehat dan dinamis menjadikan sekolah punya rasa baru. Terbukti, komputer built up lebih handal dibanding komputer rakitan .
Yang tidak boleh terlupa dalam menciptakan siswa-siswa yang siap bersaing di dunia global yaitu membekali siswa dari sisi humanisme. Anak yang terlalu dipacu berprestasi secara akademik mempunyai dampak negatif. Diantaranya anak kurang dapat hidup bersosialisasi dengan masyarakat. Anak juga kehilangan masa anak-anaknya. Suatu hal yang nantinya bisa berpengaruh pada pembentukan kedewasaan berpikir dan bertindak. Harus disadari bahwa sekolah tidak untuk menciptakan manusia pintar saja. Sekolah bukan pencipta robot. Bahwa manusia yang handal tidak ditentukan karena tingginya IQ saja. Masih memerlukan EQ , SQ dan CQ yang baik agar produk sekolah unggulan benar-benar siap terjun ke masyarakat.
Untuk itu masih perlu satu sentuhan lagi dalam membangun sekolah dengan label sekolah unggulan, SSN atau SBI yaitu Sekolah Berstandar Yang Maha Kuasa (SBY). Kenapa SBY? Bukan latah sekolah ber S-S-S-an. SBY merupakan pangejowantahan nilai-nilai yang tersirat dari Firman Tuhan yang tersurat. Dimana Tuhan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. SBY menjadikan sekolah yang bisa mencakup segala aspek sendi kehidupan yang dapat dinikmati semua kalangan. Mencipta orang benar lebih sulit dari mencipta manusia pintar. SBY menjadikan sekolah tidak hanya untuk anak-anak orang berduit dan mencipta manusia-manusia pintar, tetapi juga mencetak siswa mumpuni, tangguh, beriman dan bertaqwa siap menjemput di era baru menjadikan sekolah bermutu untuk semua.