Sejak bergulirnya TPP bagi guru yang sudah mengantongi sertifikat pendidik, profesi guru menjadi pilihan menjanjikan. Masyarakat pun mulai berbondong-bondong menyerbu kampus keguruan. Sayang, kebijakan ini mulai bertepuk sebelah tangan. Karena perguruan tinggi keguruan ternyata mulai dipandang sebelah mata. Lulusan keguruan tidak lagi menjadi satu-satunya pintuuntuk menjadi guru. Itupun lulusan keguruan juga harus menempuh jalur PPG agar dianggap sah mempunyai SIM (Surat Ijin Mengajar). Karena wacana ke depan, syarat rekrutmen guru harus mengantongi sertifikat lulus PPG.
Belum
reda hal ini digulirkan, ada wacanabaru guru PNS harus terlebih dahulu
melakukan praktek mengajar di daerah 3T
(terluar, terdepan, dan tertinggal). Nampaknya pengalaman pak Anies dengan
program Indonesia Mengajar saat memangku rektor di Universitas Paramadina
menginspirasi program SM3T. Ketika program tersebut digulirkan, pesertanya
adalah mahasiswa-mahasiswa yang baru lulus dan mengikuti program Indonesia Mengajar.
Para sarjana-sarjana muda ini ditempatkan di daerah 3T untuk mengabdikan diri
kepada masyarakat, utamanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan hasilnya
sangat baik. Tak jarang peserta program ini terus melanjutkan kegiatannya meski
masa kontraknya usai. Benar-benar hebat. Wajar jika Pak Menteri ingin mengaplikasikannya
dalam perekrutan guru PNS.
Lantas
bagaimana prospeknya? Sekilas cetak biru program SM3T ini menjanjikan.
Membentuk guru handal, loyal dan tahan mental. Hal ini juga didasarkan dari
survey ataupun tes (lewat UKG misalnya), yang menunjukkan kinerja dan
kompetensi guru belum memenuhi harapan. Mengusung jargon pak Jokowi, harus ada
revolusi mental, guru juga harus blusukan, agar mengetahui akar permasalahan
pendidikan. Tidak hanya pendidikan anak didiknya di kelas,tetapi juga
pendidikan orang tua, masyarakat dan lingkungan dengan etos kerja dan
kompetensi tinggi.
Karena
pemerintahan baru menyadari, bahwa revolusi mental guru harus dibenahi sejak
perekrutan. Bibit yang baik
akan menghasilkan buah yang baik pula, tahan wereng dengan produktivitas tinggi
sebagaimana guru-guru program SM3T. Dengan digembleng di daerah 3T, guru-guru
akan merasakan mendidik yang sebenarnya. Tumbuh empati, toleransi, lebih
inovatif dengan segala keterbatasan, hidup sederhana dan lebih tahan terhadap
gangguan. Hal itu pula yang melahirkan joke
sederhana buat guruSM3T yang mirip GTT, tentang perbedaan guru PNS yang pernah
GTT dan yang belum. Yang pernah GTT lebih menghargai profesi, yang tidak sempat
GTT lebih suka pragmatis. Lihat saja mereka yang bertahun-tahun GTT dan baru
diangkat beberapa tahun kemudian lewat jalur tes,data base atau K2. Mereka
lebih menghargai profesi guru. Coba bandingkan yang tiba-tiba jadi guru,
apalagi yang ditengarai lewat jalur pra
bayar atau pasca bayar , mengajarnya kadang masih acak-acakan.
Secara
teori SM3T senafas dengan semangat memajukan pendidikan Indonesia. Namun
demikian SM3T perlu penjelasan lebih rinci, bagaimana proses perekrutan dan penempatannya. Jika pada akhirnya status
guru PNS tetap di bawah pemda setempat, sementara program dijalankan oleh
pemerintah pusat, hal ini dikuatirkan akan menjadi tarik ulur terkait status personal
calon guru. Apakah yang akan ditempatkan di daerah tersebut diutamakan putra
daerah dan praktek SM3T di daerah setempat, atau semua diperlakukan sama sebagai
WNI yang siapditempatkan di wilayah kesatuan Indonesia.
Karena
bagaimanapun juga banyak sarjana pemegang sertifikat PPG (nantinya), yang
status keluarganya sudah berumah tangga. Hal ini akan menumbuhkan kecemburuan
sosial. Sepertinya mereka yang sebenarnya sudah lulus PPG,namun karena
pertimbangan keluarga kuatir ditempatkan di daerah yang akan memisahkan dengan
istri/suami dan anak dan harus diasrama, akhirnya enggan ikut. Sertifikat PPG
tidak lagi bermanfaat. Sementara mereka yang lajang, lebih bebas mengikutinya.
Maka
dari itu, program ini masih perlu kajian mendalam. Karena, dalam jangka waktu
tidak lama lagiakan ada pensiunan guru besar-besaran. Mengingat beliau-beliau
ini dulunya diangkat saat ada program khusus guru. Jadi jika guru baru
diharuskan sudah menempuh PPG saja, hal ini justru mengganggu program wajib belajar, karena ratio kampuspelaksanaprogram
PPG dan kebutuhan tidak seimbang.Apalagi
kalau harus menunggu mereka-mereka yang mengajar di luar daerah 3T, sementara
kebutuhan guru juga mendesak. Jika SM3T terlalu dipaksakan justru kontra
produktif.
Untuk
menghadapi kebutuhan guru, rekrutmen guru PNS bisa dibuat dua jalur, pra bayar
dan pasca bayar. Guru PNS pasca bayar, gaji diberikan dalam dua termin.
Setengah gaji diberikan di awal bulan, sedang sisanya diberikan di akhir bulan
yang disesuikan dengan kinerjanya.Yang baik sisanya diberikan utuh,sedang yang
kinerjanya tidak baik, dipotong berdasarkan prosentase pelanggarannya. Sedang
guru pra bayar diberikan kepada guru mengikuti SM3T. Gaji dibayar dimuka
ditambah dengan tunjangankhusus. Untuk mencapai keberhasilan SM3T, diutamakan
bagi sarjana yang baru lulus, lajang dan mengikuti pendidikan ala militer. Meski
SM3T dijalankan pusat, sebaiknya pelaksanaan dan penempatan dilakukan dalam
satu propinsi. Pendidikan asrama bisa diganti dalam bentuk in/on servis,
sehingga jika ada peserta yang sudah berkelurga, tetap terjaga keharmonisannya.
Sedang agar kualitas terjaga, dilakukan monitoring secara periodik, sehingga
kegiatan dan kualitasnya terpantau agar guru-guru SM3T tidak sekedar guru
blusukan.
Tulisan ini dimuat di majalah Media, edisi Oktober 2015
tulisannya bagus pak...
BalasHapusterima kasih...
Hapus