MAJALAH MEDIA : VIAGRA BAGI PENULIS
Dalam beberapa tahun terkhir ada trend positif pada guru, yaitu gemar menulis. Sejak program sertifikasi bergulir dan persyaratan melampirkan KTI untuk kenaikan pangkat, tulis menulis menjadi pemandangan umum. Hal ini mudah dilihat dari semakin banyaknya tulisan guru yang dimuat di berbagai mass media. Tentu saja Majalah Media Dinas pendidikan prop.Jatim menjadi yang terdepan.
Nampaknya kalimat menulis itu sulit mulai hilang dengan sendirinya. Aneh juga jika mengatakan bahwa nenukis itu sulit. Karena hampir setiap hari para guru berkutat tidak jauh dari dunia tulis menulis. Bedanya, kegiatan menulis yang dilakukan guru banyak bersifat rutinitas dan kewajiban. Mulai pembuatan peranngkat pembelajaran serta menghiasi papan tulis dengan coretan guru.
Namun, pembuatan RPP setelah era sertifikasi terutama bagi mereka yang mengikuti PLPG, seharusnya membuat guru lebih profesional layangknya penulis skenario film atau sinetron. Hal yang akan dilakukan guru di depan kelas harus tertulis detail. Guru juga merangkap sebagai sutradara dan pemain. Andaikan difestivalkan bukan mustahil guru mendapat piala citra sebagai penuils skenario, pemain dan sutrdara terbaik.
Namun begitu dihadapkan dengan tuntutan untuk menulis KTI atau sekedar menulis artikel, ternyata masih banyak guru yang belum percaya diri membuatnya. Padahal penulis yakin, para guru pasti bisa. Hal ini juga yang membuat seorang wartawan Jawa Pos group yang ketemu penulis dalam bulan bahasa beberapa waktu lalu merasa heran. Mengapa ketika diadakan pelatihan bagi guru pembina mading sekolah, siswa-siswa cepat membuat artikel. Tetapi justru guru pembinanya tidak segera menghasikan karya tulisan.
Ada perkiraan, bahwa guru kadang terlalu text book oriented. Terlalu banyak mempertimbangkan unsur ketatabahasaan. Sehingga kalimat yang disusun dianggap kurang sempurna oleh si guru sendiri. Jadi wajar, jika tulisannya tidak segera tewujud. Meski memang benar, bahwa menulis yang baik dan benar harus taat asas kebahasaan.
Padahal di masa depan membuat karya tulis adalah suatu keharusan. Jika tidak dimulai sekarang kapan lagi. Apa yang menjadi kendala? Fasilitas, waktu, media atau dana? Rasanya semua tidak bisa dijadikan alasan. Asal ada kemauan pasti ada jalan. Apalagi para guru pemegang sertifikat guru profesional banyak yang memegang sertifikat workshop/pelatihan jurnalistik beberapa lembar kala melengkapi berkas portofolio. Saatnya dibuktikan, bahwa guru profesional harus bisa dijadikan contoh, membuat karya tulis hasil karya sendiri.
PENULIS PERLU VIAGRA
Apalagi di hadapan bapak/ibu guru setiap bulan ada Majalah Media. Sebuah kesempatan emas bagi guru untuk memanfaatkan media milik dunianya sendiri. Coba kalau bapak ibu tidak ada majalah Media, rasanya sulit mempublikasikan karya kita ke orang lain. Bisa pembaca coba, kalau para guru mengirim tulisan ke mass media umum. Jika tidak ada even/kolom khusus untuk guru, sangat jarang tulisan guru dimuat.
Atau mungkin para guru ingin mencoba membuat majalah pendidikan di daerah. Rasanya juga masih berat dilakukan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi guru dalam tulis menulis, sudah selayaknya guru mencoba-dan terus mencoba menulis. Siapa menabur pasti akan menuai. Jangan diperhitungkan dahulu rewardnya. Tetapi rasakan dahulu manfaatnya.
Majalah Media adalah wadah ekspresi guru. Berbagai bentuk tulisan bisa dikirim sesuai dengan visi dan misi majalah Media sebagai majalah pendidikan. Siapapun yang pernah menulis untuk Media pasti sudah merasakan khasiatnya. Media ibarat Viagra. Obat kuat pembangkit tenaga. Penulis dan pembaca akan ketagihan dibuatnya. Media bisa juga sebagai penggoda. Merayu penulis untuk menulis dan menulis. Menelorkan semua ide yang bergumul dalam otak. Menuangkannya dalam kata-kata untuk dinikmati pembaca.
RUBRIK BARU
Atau jika Media belum bisa membangkitkan selera, mungkin saja menu yang disajikan belum menggoda. Pembaca perlu rangsangan. Contohnya sebuah tabloid religi. Selain kemasannya dibalut religius, tetapi juga masih menyelipkan info sesuai selera pasar. Untuk itu mungkin majalah Media juga bisa mengadopsi hal demikian.
Sebagai mjalah pendidikan ada bidang garapan yang bisa dikemas dalam bentuk rubrik baru. Misalnya membuat rubrik Klinik Pendidikan. Membahas sekitar masalah pendidikan atau pembelajaran di kelas dengan pengasuh pakar pendidikan Jatim. Maraknya usulan sex education, Media perlu mencoba membuat rubrik Sex for Teacher and Student, Tips belajar mengajar dan sebagainya. Karena Media telah menjadi konsumsi siswa, porsi tulisan untuk siswa perlu ditambah dan sesekali mengadakan lomba untuk siswa.
Sehingga harapan agar majalah Media semakin membumi dalam hati insan pendidikan terutama guru dan siswa terwujud. Media tidak hanya menambah wawasan keilmuan, tetapi juga mampu merangsang pembaca sebagai kontributor pengisi halaman Media. Media juga akan mengantarkan para guru meningkatkan keprofesionalismenya. Selamat ulang tahun Media ke 40.
Tulisan ini dimuat di majalah Media dinas pendidikan prop Jatim edisi Maret 2011
Rabu, 09 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar