Hari gini guru membolos? Apa kata dunia? Gaji rutin diterima setiap bulan, TPP antri
masuk rekening, apa lagi yang diinginkan guru? Kalau bicara hak, sederet
tuntutan permintaan tercatat panjang. Bak daftar belanja dapur. Tetapi begitu
menyangkut kewajiban, eh...nanti dulu. Ada saja alasannya. Beri dulu hak baru
kewajiban. Kalimat yang sering terlontar dari guru-guru malas. Keadaan ini jamak
ditemui. Akhirnya terjadilah perselingkuhan moral guru. Guru-guru mulai tidak
melaksanakan tugas sesuai janji yang diucapkan tatkala disumpah. Mangkir kerja,
bahkan bolos.
Dan ini bentuk indisipliner yang paling
banyak ditemui. Tidak disiplin masuk kelas, tidak melengkapi perangkat
pembelajaran, dan yang paling parah bolos kerja. Ada banyak sebab, mengapa
fenomena guru bolos begitu banyak terjadi. Bagi guru tidak tetap, hal yang
paling sering menjadi alasan adalah mencari tambahan penghasilan. Baik itu
mengajar rangkap di sekolah lain, atau
nyambi bisnis. Yang PNS juga ada yang mengikuti jejak sama.
Budaya buruk ini begitu mudahnya ditemui.
Coba saja pembaca melihat di lingkungan kerja saudara. Hampir selalu ada guru
model begini. Mengapa hal ini terus terjadi. Tidak adakah tindakan untuk
mengingatkan, menegus atau bahkan memberi sanksi? Lantas siapa yang berhak
melakukan demikian. Dasar hukum apa untuk menjerat guru-guru pembolos ini?
Penulis yakin, di sekolah pembaca ada saja
orang yang merasa kebal hukum, sok jago dan merasa tidak ada yang berani
melawan. Bahkan disinyalir ada semacam
mafia guru bolos. Merekrut guru teman dekat sealiran bolos, dan saling
melindungi. Sehingga tatkala ada sidak
kehadiran, data adminstrasi kehadiran selalu lengkap dan selalu ada alasan/alibi
ketika tidak ada di tempat kerja Malahan beredar kabar burung, ada oknum guru yang juga
merangkap jadi anggota LSM. Berlindung dibalik LSM-nya bertindak seenaknya
sendiri. Kepala sekolahpun dibuat
kerepotan mengurusnya. Dampaknya, menjatuhkan sanksi beratnya laksana membawa
palu godam, beraaaat sekali.
Akibatnya sudah jelas. Sekolah terganggu. Anak-anak, orang tua dan negara dirugikan.
Anak tidak memperoleh ilmu. Apalagi jika guru bolos ini mengajar siswa kelas
akhir. Bisa-bisa banyak anak tidak lulus. Tentunya orang tua juga dirugikan. Angan-angan menyekolahkan untuk menjadikan
putra-putrinya mega bintang bisa pupus. Rekan guru juga terganggu. Jika ada
kelas kosong, tetangga kelas terganggu.
Tentu saja tugas tambahan guru pembolos ini tidak dapat terlaksana. Guru lain
terpaksa menanggung tambahan beban kerja. Tetapi ketika ada tanda tangan SPJ,
tak mau ketinggalan. Jelas-jelas merugikan teman kerja dan negara.
Perlu penangan intensif terhadap guru pembolos ini. Pihak sekolah,
terutama kepala sekolah menjadi ujung tombak. Keberanian, kebijkan dan keadilan
kepala sekolah menjadi langkah awal penegakan disiplin, tanpa pilih kasih. Pendekatan
persuasif, pembinaan, peringatan dan
tindakan nyata merupakan langkah-langkah untuk membentuk kesadaran guru
pembolos agar tidak melakukan tindakan indisipliner. Kepala seolah tidak perlu
takut. Ada payung hukumnya, PP RI No 53
tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Kalau tetap membandel, pasal-pasal yang ada pada PP tersebut bisa
diterapkan.. Berarti guru pembolos memang tidak layak jadi guru. Dikembalikan
ke masyarakat saja.
Apalagi dengan akan diberlakukannya Permenegpan dan RB nomor 16 tahun 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya per 1 Januari 2013, dimana penilaian
kinerja guru sangat berpengaruh terhadap nasib guru PNS. Permen itu merupakan
senjata ampuh untuk menyadarkan guru-guru nakal. Namun sayang, kadang rasa
kemanusiaan lebih berpihak dari pada niatan merubah karakter buruk guru bolos. Tidak
tega! Ibarat pepatah, tega sakitnya tetapi tidak tega matinya. Toleransi yang
diberikan seorang kepala sekolah sering dimaknai keliru dan disalah gunakan.
Diberi hati minta jantung. Awal tragedi bagi anak negeri. Jika nalar
kalah dengan hati, akan hancur negeri ini.
Untuk mengetahui fenomena guru bolos perlu
diteliti. Tidak hanya untuk
mengetahui prosentasenya, yang lebih penting mencari penyebab dan solusi tepat.
Selanjutnya hasil ini dievaluasi dan dipaparkan di lingkungan pendidikan
terbatas. Tujuannya agar institusi dan personal guru bolos tersebut mempunyai
rasa malu. Sehingga yang bersangkutan segera berbenah. Langkah selanjutnya, bagi guru bolos dilakukan
pembinaan. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan, sanksi sesuai
hukum yang berlaku diterapkan.
Yang juga harus diperhatikan adalah nasib
anak-anak yang yang ditinggalkan. Bagaimanapun mereka tetap harus menerima
pelajaran. Sekolah dapat memberdayakan guru piket untuk mengampunya. Dicarikan
guru piket yang sejenis. Sehingga guru piket menggantikan peran guru pembolos
untuk melanjutkan materi. Tidak
hanya memberikan tugas mengerjakan LKS atau belajar sendiri. Jangan sampai
terjadi seperti yang pernah diberitakan di media, para orang tua berdemonstrasi
memprotes sekolah utamanya guru bolos agar dipindah/diberi sanksi. Masyarakat
sekarang lebih kritis. Melalui putra-putrinya mengorek kehadiran bapak/ibu
guru. Jika tidak diantisipasi lebih dini, nasib anak bangsa dipertaruhkan. Saatnya
guru introspeksi diri. Sudah disiplinkah bapak/ibu mengajar di kelas? Satnya
Kerja, Kerja dan Kerja!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar