PANTASKAH MEREKA DIPENJARA?
Masa anak-anak adalah masa bermain. Mau main bola, kelereng, petak umpet, apa saja. Yang penting main. Bagi anak-anak desa masih lumayan. Masih ada tanah lapang dan media mainan murah meriah dari alam sekitar. Gimana anak-anak kota? Mau main sepak bola, tanah lapang tidak ada. Main petak umpet, malah kuatir ngumpet nggak bisa kembali. Lha wong rumahya sendiri sudah umpet-umpetan. Yang enak ya main game di PS-an.
Namun sayangnya, permainan elektronik ini banyak yang menyuguhkan game-game tidak mendidik. Disamping bisa berpengaruh terhadapa psikologis anak. Yang lebih bahaya perilaku anak-anak banyak diracuni game-game yang ada. Apalagi game yang bersifat kompetsisi. Semakin banyak aroma aduan masuk ke dalam memori anak-anak ini. Dampak dini yang timbul, anak-anak mulai ikut-ikutan adu peruntungan. Judi kecil-kecilan.
Apalagi kehidupan social ekonomi masyarakat kita terutama kelas pinggiran, masih sangat memprihatinkan. Dengan kondisi seperti ini, masyarakat berpendidikan renda sangat mudah dipengaruhi. Dengan iming-iming imbalan yang menggiurkan, dengan modal kecil memperoleh hoki kelas kakap. Banyak dari mereka mengorbankan harga diri dan keimanan. Tidak saja bagi orang tua, anak-anak pun mudah tergoda. Berbagai permainan yang menyuguhkan hadiah dapat merubah perilaku anak. Dari sekedar menghabiskan waktu dengan hal-hal tidak bermanfaat. Hingga menyeret mereka ke dalam perbuatan berbau judi.
Jadi kalau beberapa waktu lalu, 10 anak di Tangerang yang sedang main koin ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan bermain judi, itu bukan hal aneh. Yang patut dipertanyakan, mengapa mereka harus dipenjara dan dibawa ke sidang pengadilan. Tidak adakah cara yang lebih cantik dan mendidik bagai anak-anak ini. Apalagi persidangannya menjelang hari anak nasional, 23 Juli 2009
Tanpa dapat berbuat banyak, mereka tida mampu memohon penangguhan penahanan. Beda sekali yaa dengan penggede-penggede. Begitu ditangkap dengan mudahnya bisa mengajukan penahanan. Itulah bedanya anak-anak dengan “penggede-penggede”. Kalau pihak yang menahan beralasan penahanan sebagai pelajaran, rasanya itu suatu hal yang dibuat-buat.. Karena pelajaran tidak harus dengan hukuman. Hukuman tidak harus di tempat penjara. Hotel saja bisa dipakai sebagai penjara. Kenapa hotelnya bernama hotel Prodeo? Dihukum di hotel bintang lima saja kalau sedang apes bisa kena hokum. Kena Bomm. Entah apa nama hukum seperti itu.
Tapi begitu membaca berita di halaman pertama Jawa Pos hai ini (28 Juli 2009), rasa penasaran itu sedikit reda. 10 Anak-anak Tangerang itu dibebaskan bersyarat. Bebas saja kok ya masih ada syaratnya. Dengan tambahan, pengacara mereka akan mengajukan banding. Membela anak-anak ini karena meski dinyatakan bebas bersyarat, toh mereka masih kena cap terpidana.
Terlepas dari itu semua, kita semua seyogyanya dapat mengambil hikmah. Betapa perhatian terhadap masa anak-anak di negeri ini masih kurang. Anak-anak tidak hanya butuh makan dan tidur. Penyedian sarana prasaran bermain serta pelayanan pendidikan dirasa perlu penyedian yang lebih luas. Agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Disamping itu penegakaan hukum yang menjadi payung penuntut umum patut diacungi jempol. Akan lebih banyak jempol yang akan diacungkan jika penegakan hukum terhadap para pelaku judi, tidak hanya kepada anak-anak yang kebetulan bernasib apes. Ketangkap karena sekedar bermain koin. Masih banyak main judi beneran yang kasat mata ada di sekitar para penegak hokum. Tidak perlu menunggu laporan masyarakat, atau menunggu operasi bersama. Merekalah yang layak menjadi penghuni penjara.
Rabu, 29 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar