Kantin kejujuran mana yang berhasil? Dari pemberitaan di mass media, hanya
sebagian kecil yang berhasil. Sebagian
besar gagal. Modal kantin pun habis.
Contoh, betapa kejujuran masih barang mahal.
Siswa jujur masuk kategori manusia langka
Mungkin itu yang menimbukan adanya
sindiran buat dunia pendidikan. Bahwa korupsi berawal dari sekolah, harus berakhir
pula di sekolah. Kau yang mengawali, kau
pula yang mengakhiri. Kalimat yang cocok untuk menggambarkan wabah korupsi yang
dirasa sudah menjadi endemic di negeri kita.
Kenapa sekolah jadi awal tumbuhnya korupusi? Dengan kata lain, Apakah
sekolah merupakan tempat belajar korupsi?
Disadari atau tidak, pembentukan mental
korupsi terbentuk di sekolah. Bukan karena ada pelajaran khusus bagaimana orang
bisa melakukan tindak pidana korupsi.
Tetapi di sekolahlah kepribadian
anak mulai terbentuk. Malah yang lebih celaka lagi, para siswa juga belajar
bagaimana melakukan korupsi dan
manipulasi. Bagaimana anak-anak berusaha
meraih nilai baik dengan berbagai cara yang tak terpuji. Nyontek, kerjasama
dengan teman kalau perlu dengan oknum guru.
Malahan oknum guru juga mengajarkan bagaimana korupsi untuk nilai Unas, seperti yang terjadi beberapa waktu
lalu.
Jika generasi muda sejak awal mulai
diracuni virus korupsi, perlu usaha preventif agar mereka tidak
mudah tertular virus korupsi.
Syukur menjadi pembasminya. Maka
tepatlah kiranya siswa yang duduk di bangku sekolah menjadi focus pendidikan
antikorupsi. Disamping masih perlunya pemasyarakatan pendidikan anti korupsi
lewat jalur lain baik formal maupun informal.
Dalam pendidikan antikorupsi, konsep utamanya
adalah pembentukan mental dan moral yang baik serta bertanggung jawab melalui
penanaman nilai-nilai keimanan maupun ketaqwaan. Dengan penekanan norma susila
maupun budaya diharapkan para peserta didik tumbuh sifat-sifat kejujuran yang menjadi pangkal
dari sikap anti korupsi.
Untuk mencapai hal ini pendidikan anti
korupsi tidak perlu menjadi pelajaran khusus di sekolah. Pendidikan antikorupsi bisa diintegrasikan
kedalam setiap mata pelajaran. Para guru dapat menyelipkan pendidikan
antikorupsi bersamaan pembelajaran di kelas. Karena dalam pembelajaran ada
hanyak hidden kurikulum yang bisa digali.
Nilai kejujuran, hidup disiplin dan
bekerja keras serta bertanggung jawab menjadi sebagian soft skill yang bisa
dimunculkan dalam setiap kali tatap muka. Nilai-nilai tersurat dibalik yang
tersirat dalam muatan materi pelajaran sedapat mungkin dikembangkan guru bagaikan diorama yang bisa dicerna siswa
dengan mudah. Keteladanan guru dalam bersikap dan bertindak yang jauh
dari perbuatan korupsi adalah contoh terbaik dalam menumbuh kembangkan sikap
antikorupsi. Disiplin waktu, pemberian nilai yang obyektif dan perlakuan yang
adil adalah beberapa contoh kecil, bagaimana seharusnya seorang guru menjadi
cermin bagi siswa-siswanya. Siswa akan
berkomentar omong kosong, jika pendidikan antikorupsi sekedar pengetahuan yang
harus didengar dan dihafal. Anak-anak
lebih mudah mempraktekkannya, jika mereka sendiri bersama-sama seluruh warga
sekolah mempraktekkanya dalam sikap dan
perilaku sehari-hari.
Sesuatu yang baru jika dikenalkan kadang
hanya akan menjadi bahan perbincangan, cemoohan bahkan penasaran. Pendidikan antikorupsi harus menghilangkan
rasa panasaran itu tanpa perlu mengajarkan bagaimana melakukan korupsi yang
aman dan benar. Anak-anak tidak perlu praktek bagaimana korupsi itu bisa
dilakukan. Untuk itulah pengajaran
antikorupsi tidak perlu disampaikan secara langsung sebagai satu mata
pelajaran. Pendidikan antikorupsi diajarkan
sebagai muatan moral yang terintegritas dalam kehidupan.
Kurikuluam kita yang sudah gemuk, jangan
lagi ditambah dengan mata pelajaran baru hanya lantaran ada misi baru. Begitu terjadi
gempa, dekadensi moral, seks bebas, korupsi merajalela, dan berbagai peristiwa yang jadi perhatian
banyak pihak. Serta merta banyak usulan,
agar materi-materi terkait dimasukkan ke
dalam kurikulum. Kurikulum anti gempa,
budi pekerti, pendidikan seks dini dan entah berapa usulan lain. Kalau setiap
kali ada hal baru diusulkan, lantas jadi
muatan kurikulum baru. Kurikulum kita jadi kurikulum latah. Anak-anak sudah terlalu banyak beban. Bukannya pengetahuan bertambah, tapi psikis
mereka semakin lelah.
Satu kata kunci melawan korupsi adalah
kejujuran. Kejujuran tidak serta merta
tumbuh dari siswa. Perlu penanam sikap positif dalam diri siswa agar mereka
dengan sendirinya berlaku jujur dalam
kehidupan. Untuk pencegahan dini dari perbuatan berbau korupsi dan menumbuhkan kejujuran
adalah dengan menanamkan nilai moral dan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar