Tahun 2016 sudah dijalani. Dan Indonesia siap tidak siap harus menghadapi MEA. Berbagai kebijakan pemerintah telah digulirkan dengan berbagai paket. Mulai paket I, II,.... VIII, hingga paket sembago. Tentu harapannya agar bangsa Indonesia siap bersaing. Tak terkecuali dunia pendidikan.
Wacana penggantian nama kurikulum menjadi kurikulum nasional tak pelak, menyita perhatian pemerhati dan pelaksana pendidikan. Harapannya, kurikulum bukan hanya mudah dilaksanakan, tetapi juga harus mampu menjawab tantangan global. Bukankah pendidikan juga menjadi salah satu komoditi dalam MEA?
Jangan-jangan orang luar melihat, bahwa dengan ribetnya kurikulum yang berlaku di Indonesia, mereka akan menerapkan kurikulum tertentu yang lebih menarik, "murah" dan lebih mempunyai daya jual dibanding dengan kurikulum Indonesia yang masih saja direcoki politik.
Jika hal ini terjadi bukan tidak mungkin, pendidikan Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. tengok saja pendidikan kita dengan seabreg permasalahan dan keunikannnya.
Salah satu yang menjadi kendala berkembangnya pendidikan Indonesia adalah kurang diberinya kemerdekaan bagi guru untuk menggunakan kretifitas dan idealismenya. Anak-anak sekarang cenderung santai dan merasa aman dalam belajar. Merasa bisa sebelum diajar, merasa naik kelas sebelum ulangan, dan merasa lulus sebelum ujian. Kita belum tahu persis lingkaran setan mana yang harus diputus. Hanya kemauan dan tekat untuk maju, bersiang dan memenangkan kompetisi yang akan menyelamatkan Indonesia.
Selasa, 05 Januari 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar