MENEROBOS JARING KETERBATASAN
Luas itu
tanpa batas, yang rata itu permukaan air dan adil itu hanya milik Tuhan.
Jajaran kata yang bisa dijadikan renungan kita semua. Lantas, apakah pendidikan
juga harus seperti ungkapan itu? Menerima kenyataan sesuai keadaan atau menganggap
hal itu sudah hukum alam? Jika pembaca sepakat dengan itu, maka pembaca harus
instrospeksi. Seberapa tebalkah imanku? Lho, apa hubungan iman dengan
pendidikan? Bukankah ada perbedaan kasta pemahaman, yang satu lebih banyak
berkaitan dengan duniawi, sedang yang satu terkait bidang spiritual, urusan
akherat. Tidak juga. Dunia dan akhirat adalah dua alam yang berkaitan. Tidak
mungkin akhierat bisa diraih, jika urusan dunia tidak diurus dengan baik. Dan
kunci itu semua adalah ilmu. Ilmu yang diperoleh dari pendidikan.
Saat ini
mungkin kita mulai menyadari, bahwa kualitas dan kuantitas pendidikan kita
belum memuaskan. Indeks daya saing sumber daya manusia masih berada di level
bawah. Meski prestasi lomba di berbagai ajang kompetisi ilmu pengetahuan dunia,
bendera merah putih sudah sering berkibar, tetapi toh hal itu tidak bisa
menutupi wajah pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Belum meratanya
kualitas tetap menjadi kambing hitam, mengapa pendidikan Indonesia belum bisa
bisa disandingkan dengan pendidikan luar negeri, bahkan dengan negara tetangga.
Kita
tahu, bahwa pendidikan berkualitas yang lebih banyak dilihat dari prestasi dan
angka-angka banyak terjadi di kota-kota. Sedangkan di daerah, apalagi di daerah
terjauh, terpelosok, apalagi terluar,
belum menggembirakan. Dan akhirnya mudah diterka, mengapa terjadi
ketimpangan kualitas pendidikan.
Ketersediaan sarana dan prasrana, akses, dan tenaga pengajar berkualitas
adalah hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil pembelajaran.
Pemerintah sebenarnya sudah merintis dengan melaksanakan program SM3T (Sarjana
Mengajar di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal). Hal serupa juga
dilaksanan pak Anies Baswedan saat menjadi reckor di Universitas Paramadina
dengan program Indonesia Mengajar-nya. Dengan program ini diharapkan guru-guru
muda yang penuh idealism bisa menjadi ujung tombak mencerdaskan bangsa. Ini
tenaga pengajarnya. Cukupkah? Jawabnya jelas. Belum cukup. Masih banyak
pekerjaan rumah untuk memacu ketertinggalan di bidang pendidikan.
Perlu
langkah cepat tanggap dari pemerintah dan seluruh elemen bangsa, agar
ketertinggalan ini segera terkejar. Ibarat orang lemah, pendidikan perlu
doping, kalau perlu Viagra. Tetapi pemakaiannya
harus tepat. Tidak over dosis. Perlu strategi, komitmen dan daya dukung
kuat. Baik dari sisi kebijakan, utamanya keputusan politik dan tentu saja
anggaran. Anggap saja sekarang kita
sedang berperang. Perang menghadapi kebodohan.
Strategi
yang tepat agar pendidikan bisa mempunyai lebih luas, merata dan berkeadilan
adalah dengan strategi menyerang tapal batas, jantung pertahanan atau memakai dan
serangan bom cluster. Serangan tapal batas cocok untuk daerah di perbatasan dan
terluar. Jika daerah perbatasan pendidikannya bagus, maka anak-anak Indonesia
tidak akan lari dan justru menarik minat bangsa lain di perbatasan untuk sekolah
di sekolah Indonesia. Sebuah diplomasi politik yang smart untuk menjaga NKRI di
perbatasan. Sekolah diperbatasan harus berstandar internasional, mirip era RSBI
(Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Yang tidak kalah penting tentu
saja terkait kesejahteraan pendidiknya. Jangan sampai, fasilitas memadai, kerja
ekstra tetapi penghasilan standar. Jika tidak layak, dikuatirkan guru-guru
Indonesia justru lari atau dibajak oleh negara lain di perbatasan. Keberhasilan
sekolah di perbatasan dapat menjadi
corong pemerintah untuk menyuarakan keberhasilan pendidikan Indonesia.
Stategi
kedua adalah menyerang langsung jantung pertahanan. Strategi ini cocok untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah yang tidak jauh dari akses
ataupun kota. Sekolah ini langsung mendapatkan paket penuh. Fasilitas sarana prasana dipenuhi sesuai
standar nasional pendidikan. Jika
kekurangan berhasilan disebabkan oleh sumber daya manusianya, maka sekolah ini
perlu pendampingan dan dilakukan magang bagi guru-gurunya. Guru dari sekolah berkualitas
mengajar di sekolah ini, sedang guru-guru di sekolah masuk kategori ini
didiklat dan magang mengajar di sekolah maju dalam kurun waktu tertentu.
Sehingga saat program magang berakhir, siswa yang sudah mendapat asupan gizi dari
guru luar. Sedangkan guru asal, sudah terlatih dan mempunyai bekal pengetahuan
dan ketrampilan mumpuni.
Model
serangan ketiga yaitu dengan model bom cluster. Seperti halnya bom cluster yang
butuh ketepatan presisi kala dijatuhkan, pecah menjadi anak bom yang menyebar ke
sekitar utama dan menimbulkan ledakan dahsyat. Model ini
mirip dengan membuat cluster-cluster dalam penerapan kurikulum 2013. Hanya saja
perlu berbagai tambahan, terutama untuk sarana prasarana dan tenaga ahli. Kendala
penerapan kurikulum 2013 misalnya, buku paket saja dibebankan kepada BOS. Andai
anggaran itu untuk pengembangan sekolah, pasti lebih bermanfaat. Model induk
cluster dan sekolah imbas juga perlu ditambah dengan system rotasi guru
bergulir. Guru-guru bisa berbagi dan memetik pengalaman sehingga mempunyai
kepekaan untuk memecahkannya. Agar tidak
menimbulkan gejolak, rotasi guru dilakukan secara periodik dengan tetap
memperhatikan situasi dan kondisi daerah, serta jarak antara tempat tinggal dan
sekolah.
Sesuai
perkembangan teknologi, untuk menerobos keterbasan infrastruktur sebagai salah
satu penunjang mobilitas agen pembelajar, penggunan teknologi informasi
memegang peranan penting. Untuk itu, pemasangan jaringan baik yang kabel atau
nirkabel, menjadi hukum wajib dalam pendidikan. Memang, IT butuh investasi
besar. Tetapi pendidikan adalah juga investasi, investasi jangka panjang.Dengan
menggunakan skala prioritas, hal-hal mendasar dan mendesak harus dicukupi dulu,
sedang kebutuhan sekunder dikalahkan. Dengan adanya teknologi informasi,
keterlambatan informasi, ketiadaan bahan ajar, serta kebutuhan admimistrasi
yang kini serba daring banyak terbantu.
Letak
terpencil, terluar dan terdalam sekalipun bukan lagi alasan untuk mengalah
dengan keadaan. Kemauan dan tekad kuat untuk maju adalah motivasi dan modal
mahal untuk mendobrak jaring keterbatasan.. Tuhan saja sudah memfirmankan,
bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak mau
mengubah nasibnya sendiri. Jadi, tunggu apalagi? Kerjakan sekarang, kerjakan
yang mudah dan mulailah dari diri sendiri.
Oeh Abdul Hakim,
S.Pd.
Guru
SMPN 1 Dolopo Madiun Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar