Senin, 29 Juni 2009
MENCEGAH EKSODUS DAN PEMBAJAKAN
PENDIDIKAN BERKUALITAS UNTUK SEMUA
Beberapa tahun terakhir banyak siswa-siswa berprestasi dari kabupaten melanjutkan sekolah ke kota. Di kota-kota besar, siswa-siswa SMP berprestasi juga sudah dipesan dan dibajak untuk masuk SMA favorit. Begitu juga universitas-universitas dari luar negeri, banyak yang memberikan beasiswa kepada lulusan SMA terbaik Indonesia untuk kuliah dan bekerja di sana. Jika hal ini dibiarkan berlangsung, kualitas pendidikan akan mengumpul di satu titik, dan bahayanya SDM potensial lari ke negeri orang.
Sehingga wajar dalam pidato kepresidenan beberapa waktu lalu kedepannya pemerintah akan memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi hingga jenjang doktor. Pendidikan bermutu memang dambaan semua orang. Sah-sah saja masyarakat menentukan pilihan Dan itu adalah hak asasi setiap warga negara yang dijamin dengan undang-undang.
Masyarakat memandang bahwa kualitas pendidikan secara umum masih diidentikkan dengan penguasaan kognitif yang dicapai pada waktu Ujian Nasional. Seharusnya kualitas pendidikan harus dilihat secara integral. Dilihat bagaimana sekolah itu berproses, berprestasi, dan bagaimana lulusan sekolah dapat bersaing baik melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi ataupun bersaing di bursa kerja.
Untuk menyiasati mengumpulnya kualitas pendidikan dari sisi input siswa sebenarnya sudah ada sistem rayonisasi. Sistem ini sudah baik dalam mengurangi siswa kutu loncat. Tetapi sistem yang sudah dilengkapi dengan peraturan ini kadang masih disiasati, dan dicari celahnya. Ketika otonomi daerah diterapkan, pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan mutu pendidikan di daerahnya agar pendidikan lebih baik sebagai investasi di masa depan. Alokasi yang dianggarkan untuk peningkatan mutu kepada siswa, diharapkan mereka nanti juga kembali ke daerah sebagai putra daerah yang dibanggakan. Kalau di bidang ekonomi, minimal mencapai break event point (BEP), balik modal.
Tetapi sayangnya sering kali dalam PSB terjadi eksodus, siswa-siswa (utamanya yang berprestasi) lari ke kota. Anak-anak kampung itu menginginkan suasana baru, sekolah di kota yang mempunyai nilai gengsi tersendiri. Padahal sekolah di daerahnya sudah banyak yang berkelas dan mengukir prestasi hingga tingkat nasional. Mungkinkah karena ini suatu ketidakpercayaan?
Untuk itu perlu adanya kerjasama antar pimpinan daerah. Perlu ada MOU, nota kesepahaman untuk saling menghargai. Supaya tidak ada kesan saling menelikung, saling rebut, mengambil keuntungan bahkan mengobok-obok rumah tangga daerah lain. Setiap daerah juga harus introspeksi, bahwa eksodusnya para anak bangsa ini sebagai cambuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari segi apapun. Jangan sampai aturan yang dibuat berbalik kontraproduktif yang dapat berakibat anak tidak berkembang dan patah semangat. Setiap satuan pendidikan, satuan wilayah harus mempunyai political-will, yang mempunyai daya tarik siswa untuk menuntut ilmu di kampung halamannya sendiri.
Para pimpinan yang amanah berkewajiban ngopeni setiap unsur pendidikan. Fasilitas-fasilitas dilengkapi, tenaga-tenaga pendidik dan kependidkan dipenuhi. Pemberian bantuan harus merupakan kebutuhan essensial sekolah, tidak asal droping bantuan. Kebijakan berpedoman bottom up. Jangan sampai sekolah tinggal terima dan teken kontrak. Setiap tahun terima alat-alat IPA, sementara laboratoriumnya belum ada dsb. Bantuan juga jangan hanya digelontorkan ke sekolah tertentu saja, sehingga yang lain merasa di anak tirikan. Meski semua juga tergantung kesiapan dari sekolah bersangkutan.
Guru-guru juga perlu dibina dan dilatih secara periodik. Perlu pemetaan kebutuhan dan kompetensi guru. Untuk menjawab kebutuhan pasar dan masyarakat akan halnya lulusan sekolah siap pakai, perlu dibangun kantong-kantong pendidikan yang menyediakan sekolah dengan keahlian tertentu. Masyarakat bisa memilih ke sekolah mana yang sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan masa depan. Sekolah tidak hanya tholabul ’ilmi, tetapi juga membawa arti bagi hidup dan kehidupan. Sehingga terciptalah pendidikan berkualitas untuk semua menjadi hidup lebih baik dan bermakna.
TULISAN INI PERNAH DIMUAT DI HARIAN RADAR MADIUN SEPTEMBER 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar