Wow O, kamu ketahuan.....
Kau curang lagi, sebarkan kunci...
Wow O, kamu tidak cerdas...
Kuncinya salah, tak lulus unas..
Wow O, s’mua pada panik
Unas di ulang, jadi kelabakan...
Kacihan .... dech loe
.......
Plesetean sebagian syair lagu Ketahuan milik Matta Band ini rasanya cocok dikumandangkan. Sambil goyang kepala dan tepuk tangan. Bak perayaan pesta kondangan. Menghilangkan kepenatan disela kesibukan melihat kampanye pilpres.
Tapi begitu mendengar kabar unas harus diulang di beberapa sekolah, pantaskah kita bernyanyi, bergembira? Sementara anak-anak kita tubuhnya meriang mendengar kabar harus mengikuti unas ulangan. Mengulang karena ditengarai melakukan kecurangan ketika unas. Celakanya jawabannya salah semua, terpola sama dan tidak lulus unas. Ribuan anak jadi korban. Inna lillahi wa inna ilahi rooji’un.
Air didulang terpercik ke muka sendiri. Salah sendiri. Begitu kira-kira ungkapan sebagian masyarakat kita mendengar kabar ini. Kabar tak sedap yang mencoreng muka dunia pendidikan. Dunia pendidikan berduka. Sebagai kawah candradimuka pencetak generasi penerus bangsa, dunia pendidikan dinodai dengan perbuatan yang memalukan. Haruskah duka ini ditandai dengan pengibaran bendera setengah tiang, menjadi hari berkabung nasional? Rasanya tidak perlu.
Saat inilah awal penyadaran bagi kita semua. Bahwa kelengahan, kesombongan, ketidaksiapan, ataupun kebijakan kita telah menjerumuskan bangsa ini mendekati jurang kehancuran. Meski (yang nampak) masih dalam skala kecil, pelanggaran yang terjadi selama unas berlangsung dapat dijadikan kajian bagi semua pihak untuk mendalami arti penting sebuah pendidikan. Pendidikan ternyata tidak saja hanya diukur dan ditarget dengan angka-angka. Angka-angka yang menggoda banyak pihak meraih posisi tertinggi. Menciptakan persaingan demi nama baik dan gengsi. Angka-angka yang membuat sekolah bagaikan mesin-mesin pencetak robot. Mampu menciptakan angka dengan program-program sistematis. Pendidikan sebagai suatu proses telah diabaikan, tergadai oleh nafsu. Mengalahkan logika, etika dan estetika.
Antara Shock Terapi dan Solusi
Tapi ini sudah terjadi. Akan diapakan anak-anak ini? Akankah kita hanya bicara hitam putih. Membiarkan semua yang telah tejadi. Memvonis mereka yang tidak lulus, hanya berdasar tata perundang-undangan yang ada. Atau bahkan dipolitisasi menjelang pilpres?
Para pakar pendidikan, pemerintah, tak terkecuali politisi pun perang opini. Dari yang mendukung unas ulang dan mereka yang tetap membiarkan anak-anak ini tidak lulus. Mengikuti unas susulan Kejar Paket atau mengulang. Sesuai aturan! Toh wajar, unas tidak lulus. Mungkin mereka memang tidak beruntung. Kalau mereka diberi kesempatan unas ulang, bagaimana nanti mereka yang tidak lulus dan melakukan unas dengan jujur sesuai aturan? Akankah jujur memang membawa hancur?
Berbagai spekulasi perlakuan terhadap korban kecurangan unas menjadi polemik bagi banyak pihak. Mulai beberapa PTN yang tegas-tegas menolak alumni SMA yang berbuat curang masuk ke PTN tersebut. Sampai niatan membiarkan mereka. Tetap tidak lulus dan mengikuti aturan yang ada. Hal yang bertujuan sebagai shock terapi dan pembelajaran bagi bangsa ini. Vonis yang kejam. Sungguh teganya dirimu teganya ...teganya ...teganya...Begitu kira Meggy Z menggambarkan jeritan hati anak-anak korban kecurangan unas. Yach, mereka adalah korban. Entah korban politik atau kepentingan.
Pantaskah korban ini harus menerima nasib. Sudah jatuh tertimpa tangga. Tidak lulus unas, malu, ditolak masuk PTN dan mungkin tidak mau mengikuti unas susulan. Malah-malah tidak mau datang ke sekolah lagi. Stess. Akankah sal-sal kosong di RSJ yang disediakan caleg gagal akan diisi anak-anak gagal unas ini? Para politisi, pemerhati pendidikan, pelaku pendidikan dan semua pihak yang peduli pendidikan serta kemajuan bangsa tentu tidak berharap kita kehilangan moment. Janganlah mencari sensasi karena membela kepentingan partai. Melempar tanggung jawab hanya untuk membela diri. Kegagalan sistem unas mari bersama-sma kita benahi. Cari solusi tanpa mengorbankan anak negeri. Banyak jalan menuju Roma. Asal berjalan sesuai aturan kita pasti selamat. Allohuma Amin.
Jumat, 05 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar