Aksi galang menggalang semakin marak. Pada waktu pileg, para caleg sibuk mencari dukungan massa. Berbagai upaya dilakukan guna menarik simpati. Tak peduli latar belakang politik ataupun pribadi para caleg. Dengan daya pikatnya mereka berhasil menghimpun massa. Yang beruntung tampil sebagai pemenang. Dan kursi empukpun diraih.
Pada Pilpres dan pilkada pun tak jauh dari aksi dukung mendukung. Berbagai lapisan masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas atau orpol digerakkan. Para elite bermanuver. Tak peduli sebelumnya berseberangan faham, begitu tidak mendapat posisi, putar haluan. Apalagi ada capres, cagub, atau cabup yang tidak cocok dihati. Tidak cocok karena platform ataupun pribadi. Tanpa memperhatikan kemauan anggota, para elita menggiring umatnya mendukung para tokoh yang telah mendekatinya. Dukungan pun diarahkan kesalah satu calon yang menurut hitung2an akan menang. Siapa tahu nantinya dapat bagian......
Model dukung mendukung dan galang mengggalang pun berlanjut. Biasa dalam politik, ada yang puas dan dan yang kecewa. Yang kecewa pun mencari celah. Bagian mana yang bisa dipakai untuk menggoyang. Begitu ada, dilanjut aksi galang-menggalang. Menggalang tandatangan mengajukan hak angket, petisi, pernyataan sikap dan berbagai jenis penggalangan yang kebanyakkan berupa rasa ketidak puasaan, ketidak percayaan, ketidaksenangan. Kalau perlu penggalangan tanda tangan itu untuk melengserkan kekuasaan.
Meski kadang aneh juga. Para penggalang dukungan ini sebenarnya kawan karib seperjuangan. Berangkat dari nol membangun jaringan. Mencapai kekuasan menggerakkan roda kehidupan. Tapi sekali lagi. Di dalam perjalanan seringkali ada riak yang tak mampu dilewati bersama. Salah satu merasa terkena imbas negatif, yang lain bisa duduk dengan enak di sisi kapal yang berjuang melawan ganasnya ombak. Perbedaan2 yang terjadi dalam menjalankan kapal ini akhirnya menimbulkan gesekan2. Yang tidak mampu mengendalikan emosinya, akhirnya berbuat ulah. Salah satunya melakukan aksi penggalangan dukungan. Mencoba menarik simpati, meski pemarkasa tidak mempunyai pribadi simpati dan tidak mendapat simpati. Bagi yang takut biasanya ikut arus. Cari selamat. Tapi yang masih menggunakan akal sehat, mestinya mampu menggunakan pikirannya untuk mencari solusi yang cantik. Yang terjadi berikutnya saling sikut. Aneh memang, sehari-hari bertemu, didepan menyunggingkan senyuman. Di belakang menggalang masa berkehendak menjatuhkan teman sendiri. Aneh kan??? Tapi yaa itu tadi, dibalik aksi ada misi pribadi. Merasa dirinya paling suci, berbuat seenaknya sendiri. Keanehan manusia.
Banyak memang aksi galang2 menggalang yang berekses negaif. Tapi tak sedikit pula yang bersifat positif. Penggalangan dana buat sesama yang mengalami musibah atau membangun kepentingan sosial adalah contoh penggalangan yang baik.
Aksi penggalangan koin buat Prita yang sedang dirundung masalah dengan penggugat adalah bentuk empati kepada rakyat kecil yang mencari keadilan. Betapa lemahnya rakyat yang tidak mempunyai kekuatan untuk menggalangdukunga dari orang2 kuat dalam meraih keadilan. Hanya dengan dukungan masyarakat luas yang memiliki jejaring tanpa batas, seorang Prita akan semakin kuat menghadapi cobaan. Dukungan alami yang tanpa ada pamrih dari pendukung yang digalang. Tidak asal ada galang menggalang.
Rabu, 09 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar