Ironis memang, saat Indonesia
membutuhkan banyak dokter, untuk menghasilkan dokter harus ditebus dengan biaya
mahal. Ada yang mencapai 500 juta, belum termasuk biaya praktek (JP, 3/6). Kuliah
di kedokteran identik kuliah hanya untuk orang kaya. Jatah anak pintar yang
layak menjadi dokter dari keluarga kurang mampu tidak seimbang. Mereka sudah
takut daftar sebelum tes. Ternyata, pintar saja tidak cukup menjadi dokter.
Maka tidak heran jika semakin hari
semakin banyak terjadi mal praktek yang dimungkinkan karena calon dokter hanya
bermodal dana, dengan kemampuan akademis pas-pasan. Efek lainnya, biaya berobat
ke dokter semakin mahal. Masyarakat pun banyak beralih ke pengobatan
alternatif, bahkan ke dukun. Selain sering terjadi salah diagnosis, bahkan mal
praktek, bentuk perdukunan bisa menyesatkan keimanan. Jika hal ini terus
terjadi, kualitas kesehatan dan beragama masyarakat semakin menurun. Untuk itu
pemerintah dan pihak kampus perlu mengubah kebijakan yang lebih mengutamakan
kualitas calon dokter serta menurunkan
biaya masuk dan praktek kuliah.
Tulisan ini dimuat di Gagasan Jawa Pos 5 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar