Masa iya MPR yang dijaga ketat selagi sidang kecolongan. Ini kenyataan, MPR kali ini benar2 kecolongan. Itu yang mengatakan wakil dari PKS. Apa yang hilang. Berapa nilai rupiahnya. Yang jelas ini kecolongan yang tidak bisa dinilai dengan uang Karena yang hilang bukan dalam bentuk benda tapi hati nurani/suara rakyat Indobnesia.
Kok bisa. Pangkalnya dari pembentukan unsur pimpinan MPR yang diketuai Taufik Kiemas. Pembentukan pimpinan yang dibuat satu paket itu memberi jatah satu kursi wakil ketua MPR dari DPD. Nah ini yang jadi masalah.
DPD yang diharapkan membawa kepentingan nasional non partai ini, ternyata keterwakilannnya tidak mencerminkan aspirasi DPD. Karena sang wakil, pak Farhan itu bacgroundnya orang parpol. Cuma bendera yang dibawa DPD.
Para wakil DPD kuatir jika wakilnya tidak murni orang non partai, keterwakilannya hanya semu belaka.
Lantas enaknya gimana. Pak Farhan disuruh mundur? Kan pilihannya satu paket. Aklamasi lagi. Kalau yang satu disuruh mundur, yang lain juga dong. Apalagi ada parpol yang merasa mulai ditinggalkan sekutu koalisinya. Siapa tahu kalau ada pergantian, dapat limahan kursi. Lumayan kan.
Pak Farhan saja juga sudah jelas menolak mundur. Kan lebih enak jadi wakil. (Lho, enaknya dimana). Dan sebenarnya yang nyalonkan pak Farhan itu siapa. Apa ujug-ujug pak Farhan mengajukan sendiri? Nggak lucu lah yaw.
Kalau begini siapa yang salah? Siapa pula yang rugi. Yang jelas MPR bukan hanya soal keterwakilan belaka. Buat apa ada keterwakilan, jika kepentingan yang disuarakan hanya sebatas kepentingan kecil belaka. Dan janganlah kursi wakil MPR sebatas pembeda gaji pokok, tunjangan dan fasilitas istimewa belaka.
Selasa, 06 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar