Begitu cabinet diumumkan, ada satu nama yang sebelumnya tidak terekspos ke public muncul dalam deretan kabinet. Siapa sangka nama Endang Rahayu yang bukan pejabat tinggi dan berasal dari kalangan birokrat di dalam departemen kesehatan sendiri akan duduk sebagai menteri kesehatan? Mengapa Nila Muluk yang sebelumnya kelihatan pe-de dan menyatakan siap jadi mentri akhirnya terpental dari bursa cabinet Indonesia Bersatu II.
Lagi-lagi, pengangkatan mentri adalah hak prerogratif presiden. Apapun latar belakang calon mentri dan statusnya sekarang. Mereka berhak diangkat jadi presiden. Mungkin hanya orang2 yang syirik saja yang menentang pengangkatan Endang Rahayu sebagai mentri kesehatan.
Berbagai rumor yang beredar di kalangan masyarakat adalah hiasan perpolitikan. Presiden tentu sudah mempertimbangkan masak2 dengan orang yang dipilihnya. Tidak mungkin presiden memilih sebarangan orang.
Nila Muluk boleh pe-de, boleh pula menyesal. Kenapa tidak jadi duduk jadi mentri. Benarkah alasan kesehatan jadi factor penghalang? Atau ada factor lain, semisal dengan kedudukan suaminya.
Semua kembali pada sudut pandang orang. Nama adalah pembawa doa. Meski Nina Muluk mempunyai cita2 semuluk namanya, jabatan menteri bukan cita2 Nila Muluk. Nila Muluk seorang dokter, ia tak akan stress, meski kabar yang beredar ia tak lolos tes kesehatan karena stress. Apa daya, Tuhan memberikan pilihan lain (yang terbaik) bagi makhluknya. Hak prerogative Tuhan.
Siapa yang akan menolak dengan perintah Tuhan?
Jumat, 23 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar