Senin, 12 Oktober 2015

SM3T bukan guru blusukan


            Sejak bergulirnya TPP bagi guru yang sudah mengantongi sertifikat pendidik, profesi guru menjadi pilihan menjanjikan. Masyarakat pun mulai berbondong-bondong menyerbu kampus keguruan. Sayang, kebijakan ini mulai bertepuk sebelah tangan. Karena perguruan tinggi keguruan ternyata mulai dipandang sebelah mata. Lulusan keguruan tidak lagi menjadi satu-satunya pintuuntuk menjadi guru. Itupun lulusan keguruan juga harus menempuh jalur PPG agar dianggap sah mempunyai SIM (Surat Ijin Mengajar). Karena  wacana ke depan, syarat rekrutmen guru  harus mengantongi sertifikat lulus PPG.
            Belum reda hal ini digulirkan, ada wacanabaru guru PNS harus terlebih dahulu melakukan praktek mengajar  di daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal). Nampaknya pengalaman pak Anies dengan program Indonesia Mengajar saat memangku rektor di Universitas Paramadina menginspirasi program SM3T. Ketika program tersebut digulirkan, pesertanya adalah mahasiswa-mahasiswa yang baru lulus dan mengikuti program Indonesia Mengajar. Para sarjana-sarjana muda ini ditempatkan di daerah 3T untuk mengabdikan diri kepada masyarakat, utamanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan hasilnya sangat baik. Tak jarang peserta program ini terus melanjutkan kegiatannya meski masa kontraknya usai. Benar-benar hebat. Wajar jika Pak Menteri ingin mengaplikasikannya dalam perekrutan guru PNS.
            Lantas bagaimana prospeknya? Sekilas cetak biru program SM3T ini menjanjikan. Membentuk guru handal, loyal dan tahan mental. Hal ini juga didasarkan dari survey ataupun tes (lewat UKG misalnya), yang menunjukkan kinerja dan kompetensi guru belum memenuhi harapan. Mengusung jargon pak Jokowi, harus ada revolusi mental, guru juga harus blusukan, agar mengetahui akar permasalahan pendidikan. Tidak hanya pendidikan anak didiknya di kelas,tetapi juga pendidikan orang tua, masyarakat dan lingkungan dengan etos kerja dan kompetensi tinggi.
            Karena pemerintahan baru menyadari, bahwa revolusi mental guru harus dibenahi sejak perekrutan.            Bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula, tahan wereng dengan produktivitas tinggi sebagaimana guru-guru program SM3T. Dengan digembleng di daerah 3T, guru-guru akan merasakan mendidik yang sebenarnya. Tumbuh empati, toleransi, lebih inovatif dengan segala keterbatasan, hidup sederhana dan lebih tahan terhadap gangguan. Hal itu pula yang melahirkan  joke sederhana buat guruSM3T yang mirip GTT, tentang perbedaan guru PNS yang pernah GTT dan yang belum. Yang pernah GTT lebih menghargai profesi, yang tidak sempat GTT lebih suka pragmatis. Lihat saja mereka yang bertahun-tahun GTT dan baru diangkat beberapa tahun kemudian lewat jalur tes,data base atau K2. Mereka lebih menghargai profesi guru. Coba bandingkan yang tiba-tiba jadi guru, apalagi yang ditengarai lewat jalur pra bayar atau pasca bayar , mengajarnya kadang masih acak-acakan.
            Secara teori SM3T senafas dengan semangat memajukan pendidikan Indonesia. Namun demikian SM3T perlu penjelasan lebih rinci, bagaimana proses perekrutan  dan penempatannya. Jika pada akhirnya status guru PNS tetap di bawah pemda setempat, sementara program dijalankan oleh pemerintah pusat, hal ini dikuatirkan akan menjadi tarik ulur terkait status personal calon guru. Apakah yang akan ditempatkan di daerah tersebut diutamakan putra daerah dan praktek SM3T di daerah setempat, atau semua diperlakukan sama sebagai WNI yang siapditempatkan di wilayah kesatuan Indonesia.
            Karena bagaimanapun juga banyak sarjana pemegang sertifikat PPG (nantinya), yang status keluarganya sudah berumah tangga. Hal ini akan menumbuhkan kecemburuan sosial. Sepertinya mereka yang sebenarnya sudah lulus PPG,namun karena pertimbangan keluarga kuatir ditempatkan di daerah yang akan memisahkan dengan istri/suami dan anak dan harus diasrama, akhirnya enggan ikut. Sertifikat PPG tidak lagi bermanfaat. Sementara mereka yang lajang, lebih bebas mengikutinya.
            Maka dari itu, program ini masih perlu kajian mendalam. Karena, dalam jangka waktu tidak lama lagiakan ada pensiunan guru besar-besaran. Mengingat beliau-beliau ini dulunya diangkat saat ada program khusus guru. Jadi jika guru baru diharuskan sudah menempuh PPG saja, hal ini justru mengganggu  program wajib belajar, karena ratio kampuspelaksanaprogram PPG  dan kebutuhan tidak seimbang.Apalagi kalau harus menunggu mereka-mereka yang mengajar di luar daerah 3T, sementara kebutuhan guru juga mendesak. Jika SM3T terlalu dipaksakan justru kontra produktif.
            Untuk menghadapi kebutuhan guru, rekrutmen guru PNS bisa dibuat dua jalur, pra bayar dan pasca bayar. Guru PNS pasca bayar, gaji diberikan dalam dua termin. Setengah gaji diberikan di awal bulan, sedang sisanya diberikan di akhir bulan yang disesuikan dengan kinerjanya.Yang baik sisanya diberikan utuh,sedang yang kinerjanya tidak baik, dipotong berdasarkan prosentase pelanggarannya. Sedang guru pra bayar diberikan kepada guru mengikuti SM3T. Gaji dibayar dimuka ditambah dengan tunjangankhusus. Untuk mencapai keberhasilan SM3T, diutamakan bagi sarjana yang baru lulus, lajang dan mengikuti pendidikan ala militer. Meski SM3T dijalankan pusat, sebaiknya pelaksanaan dan penempatan dilakukan dalam satu propinsi. Pendidikan asrama bisa diganti dalam bentuk in/on servis, sehingga jika ada peserta yang sudah berkelurga, tetap terjaga keharmonisannya. Sedang agar kualitas terjaga, dilakukan monitoring secara periodik, sehingga kegiatan dan kualitasnya terpantau agar guru-guru SM3T tidak sekedar guru blusukan.


Tulisan ini dimuat di majalah Media, edisi Oktober 2015

2 komentar: