Jumat, 27 Februari 2015

Pemasangan lampu sein pada becak



            Ketika berkendara di jalan raya, pengendara biasanya lebih waspada jika berpapasan atau melihat dari arah berlawanan 3 raja  jalanan. Truk (utamanya truk gandeng), bus dan becak. Pengendara lain harus mengalah jika 3 jenis kendaraan tersebut melaju di jalan raya. Tak peduli posisi ketiganya benar atau salah. Khusus untuk becak, pengendara yang berada di belakang harus lebih waspada. Karena sering terjadi becak berbelok tanpa ada tanda jelas. Abang becak biasanya hanya memberi tanda dengan tangan, sesaat sebelum berbelok sambil tetap mengendalikan becak. Karena isyaratnya mendadak, pengendara di belakangnya sering kaget, bahkan mengalami kecelakaan. Termasuk menabrak becak yang belok mendadak.
            Tiadanya lampu  sein/riting pada becak menjadi penyebab utamanya. Jika pada bentor sudah ada lampu sein yang menjadi saru dengan bodi, pada becak yang dikayuh manusia seyogyanya juga dipasang. Menggunakan lampu sein seperti yang dipasang  pada sepeda anak-anak  dengan menggunakan tenaga baterai. Dengan baterai , ketika lampu sein menyala juga diikuti suara. Sehingga abang becak dan pengendara lain tahu, kalau becak akan berbelok terutama pada malam hari.


Jumat, 20 Februari 2015

UJIAN NASIONAL ALA PESANTREN



            Saat ini jalur pendidikan formal tengah mempersiapkan Ujian Nasional, disusul ujian kejar paket B/C. Ujian untuk menentukan nasib anak yang sekolah di jalur formal. Sementara banyak anak usia sekolah yang hanya menempuh pendidikan agama di pesantren. Mereka tidak berkesempatan ikut UN.
Memang sudah banyak pesantren yang  menyediakan pendidikan formal. Baik pendidikan setingkat SMP/MTs, SMA/MA atau kejar paket B/C. Otomatis kemampua mereka dalam bidang umum disetarakan. Yang belum,  kemampuan khusus bidang agama. Para santri pesantren juga perlu diadakan ujian nasional.
 Karena pesanntren sudah ada forum persatuannya, perlu disusun kurikulum stándar dan uji kompetensinya secara nasional. Kepada yang lulus diberi ijazah setara pendidikan formal yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya. Sehingga  para santri punya kemampuan standar, menguasai materi agama dengan benar dan tidak salah pemahaman. Agar alumni pesantren siap terjun  dan bisa diterima masyarakat.

Jumat, 13 Februari 2015

UANG PARKIR di SEKOLAH UNTUK PENGEMBANGAN SISWA



            Saat ini tidak sedikit siswa ke sekolah mengendarai sepeda motor. Meski menurut aturan kebanyakan dari mereka belum mempunyai SIM karena faktor umur. Namun keadaan memaksanya. Tidak mencukupinya angkutan umum saat jam sekolah serta kesibukan orang tua menuntut siswa yang rumahnya jauh berangkat dengan sepeda motor. Meski  ada yang naik sepeda ontel.
            Tetapi masih ada permasalahan lain. Sekolah (utamanya SMP) tidak berani menampung parkir sepeda motor bagi anak yang belum punya SIM C. Kuatir disalahkan karena mengijinkan siswanya mengendarai sepeda motor tanpa SIM. Akibatnya, sepeda motor diparkir di tepi jalan atau di rumah penduduk dekat sekolah. Otomatis uang parkir dinikmati orang luar. Padahal uang parkir tersebut bila dikelola sekolah bisa untuk pengembangan fasilitas atau kegiatan siswa. Selain itu dengan parkir di sekolah keamanannya lebih terjamin. Kalau sekolah dilarang menarik pungutan karena sudah ada BOS, uang parkir tidak termasuk kategori ini. Uang parkir merupakan dana non bugeter dan gratifikasi dari siswa untuk almamaternya. Uang parkir juga tidak perlu SPJ rumit seperti BOS.
Sekolah berkoordinasi dengan kepolisian untuk memberi toleransi terhadap siswa yang belum memiliki SIM C dan terpaksa bersepeda motor  ke sekolah. Asal tidak melanggar tata tertib berlalu lintas. Sedang di luar jam sekolah dan tidak memakai seragam sekolah ditilang..

Rabu, 11 Februari 2015

Mensinergikan Pendidikan, Riset dan Pasar



            Pembaca masih ingat hancurnya industry pesawat Dirgantara Indonesia. Hanya karena kekurangan suntikan dana ratusan milyar, industry canggih itu tinggal nama. Dan, putra-putra terbaik terabaikan, dibajak perusahaan manca.  Sebuah kerugian besar.  Itu contoh tidak dihargainya riset oleh keangkuhan politik. Riset dianggap mahal dan pemborosan. Banyak SDM Indonesia menciptakan karya-karya mendunia yang justru dihidupi dan lebih dihargai  negara lain. Mereka dimanjakan dengan fasilitas hidup dan akademika agar lebih bisa mengembangkan pengetahuan. Jadi, kalau saat ini Indonesia galau, produk/hasil penelitian perguruan tinggi (PT) minim, belum bisa diterima pasar, atau bahkan justru lulusan terbaik hengkang ke negeri manca, berarti ada yang kurang dalam sistem pendidikan dan pemerintahan kita. Salah satunya mungkin karena masing-masing leading sector terlalu mempertahankan egonya sendiri.
            Ditengarai, hasil-hasil riset utamanya di PT kebanyakan mandek di rak-rak arsip kampus.  Di samping itu, hasil riset  kemungkinan belum mampu menjawab kebutuhan pasar. Karena mahalnya mematenkan, sulit dijual ke industri atau badan/lembaga yang sesuai. Dampaknya jelas, para  penemu ini tidak bisa menikmati jerih payahnya. Otomatis, mereka  juga tidak mengembangkan temuannya. Kekurang sinergisan antara riset dalam arti umum dan riset di dunia kampus yang dicoba digabung dalam satu kementerian diharapkan mampu menjembataninya. Meski sekilas dalam kaca mata awam, pendidikan terasa dikotak-kotak. PT focus dalam riset, dikdasmen berkutat pada koginitif, afektif dan psikomotor. Lantas, kemana PAUD dan TK? Bukankah Kementerian pendidikan lain bertajuk pendidikan dasar dan menengah? Kalau Kementeriannya Pendidikan dan Kebudayaan masih masuk daftar anggota, kalau tidak, apa nanti akan ada Kementerian Pendidikan dan Permainan? Yaa, semua kembali ke  politik. Bagi-bagi kekuasaan tidak harus bagi-bagi lembaga. Pemborosan saja. Yang penting sistemnya jelas, terarah dan bersinergi. Apalah arti sebuah nama?
            Jika dulu dengan satu kementerian pendidikan anggaran pendidikan sudah mencapai 20%, dengan bergabungnya kementerian riset dan bermertamorfosisi menjadi 2 kementerian pendidikan, otomatis jumlahnya menjadi lebih dari 20%. Jika tarik ulur dalam pembahasan R-APBN Perubahan terjadi, dikuatirkan prosentase dana pendidikan justru berkurang.  Dengan dalih untuk kelonggaran ruang fiscal dalam pengelolaan anggaran  dan pelaksanaan janji-janji presiden saat kampanye, dana pendidikan dalam arti sesungguhnya akan dialihkan untuk hal-hal yang bersifat populis dan mercu suar. Dua kementerian bisa tarik ulur demi pensuksesan program-programnya.
            Sesuai pernyataan Menpan untuk moratorium CPNS, 2 kementerian baru ini tidak perlu  melakukan rasionalisasi pengawai, ataupun  merekrut pegawai baru.  Kementerian hanya perlu optimalisasi fungsi dan peran masing-masing personil di setiap satuan kerja. Anggaran mengacu kepada prioritas program. Mensinergikan program pendidikan dasmen dan tinggi, agar tidak terjadi tumpang tindih program dan anggaran.
            Seperti halnya pergantian pimpinan lembaga  dalam satu pemerintahan, pergantian pimpinan adalah suatu yang wajar. Segala sesuatunya sudah ada aturan. Aset lembaga pemerintahan tetap dalam pengelolaan negara. Hanya perlu berita acara serah terima keberadaan asset beserta nilai-nilainya. Perguruan tinggi yang sudah berbadan hukum tetap menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
            Siapa berani menjamin terbentuknya suatu lembaga mampu menghasilkan kerja seperti yang diimpikan? Rasanya, di negeri ini belum banyak yang bisa diharap. Hanya kemauan dan komitmen untuk bekerja..bekerja..dan bekerja sesuai aturanlah yang akan membuktikannya. Contoh sederhana, kala mobil Esemka diagung-agungkan dan digadang-gadang menjadi mobil nasional, mana kelanjutannya? Saat pak Dahlan Iskan merintis mobil listrik, industry otomatif  dalam negeri mana yang mendukung?      Pencitraan boleh, tetapi yang lebih penting tekad menjadi bangsa mandiri. Kita patut belajar kepada India, dengan swadesinya. Dan itu perlu riset. Riset bukan monopoli perguruan tinggi.Anak sekolahan bisa, perlu dan harus belajar riset. Justru di tingkat sekolah ini, perlu ditanamkan sejak dini budaya riset. Pada usia sekolah biasanya banyak lahir ide-ide brilian. Hanya, karena  fasilitas dan pengetahuan dasar belum memadai, riset anak sekolahan baru banyak terlaksana sebatas pada kegiatan lomba-lomba. Sementara untuk riset di PT, perlu terobosan, kemudahan dan bantuan dana serta fasilitas. Meski menilik pengalaman, budaya riset belum mendarah daging dalam insan para mahasiswa. Budaya copy paste ataupun plagiatisme sedapat mungkin diberantas.  Keberadaan kementerian riset dan pendidikan tinggi dikuatirkan hanya akan memberikan PHP (pemberi harapan palsu) apabila tidak ada langkah strategis dalam perencanaan pembelajaran di kampus. Untuk lebih merangsang berkembangnya kualitas dan kuantitas riset, SKS mata kuliah penelitian perlu ditambah porsinya. Mahasiswa yang mempunyai nilai plus untuk hasil risetnya diberi dana hibah dan dibantu pengurusan hak atas karya intelektualnya serta difasilitasi dengan dunia usaha agar mempunyai nilai ekonomi dan diterima pasar.
            Pemisahan pendidikan dalam 2 kementerian ini mempunyai tantangan besar. Diantaranya dalam kesinergisan hasil pendidikan dasmen ke dikti,  fasilitasi atas HAKI, serta kerjasama dengan pihak industri dan pasar.  Khusus proses masuk PT, pasti akan terjadi tarik ulur. Wacana menggunakan hasil ujian akhir sebagai salah satu syarat masuk PT akan menggantung. Karena UN tidak lagi sebagai syarat utama kelulusan dan hanya sebagai pemetaan.Tentunya PT bisa berkilah untuk tidak mau menggunakannya, apalagi dalam pelaksananUN masih banyak direcoki kecurangan.
            Kata orang bijak, banyak usaha gagal karena latah. Kebijakan latah hanya akan membuat kegiatan ABS (Asak Bapak Senang). Penelitian tidak boleh dibuat latah. Penelitian harus mampu menghasilkan sesuatu. Penelitian berkualitas  berdasar dari pendidikan yang baik. Pendidikan tinggi mendapat input baik jika pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah berjalan di atas rel yang benar. Pendidikan, riset dan pasar adalah tiga mata rantai yang sambung menyambung menjadi satu.  Pendidikan, siret dan pasar yang bermanfaat, murah, mudah didapat, multiguna, dan efisien akan menjadikan bangsa ini siap bersaing di dunia global.

Senin, 09 Februari 2015

Parents Day di Sekolah



           Kini sekolah seperti menjadi satu-satunya tumpuan orang tua untuk mendidik putra-putrinya. Mereka sudah pasrah bongkokan, menyerahkan masa depan anaknya kepada guru. Karena kesibukan, hampir tidak ada waktu mengawasi, mendidik, berkomunikasi intensif atau sekedar curhat dengan putranya. Akibatnya, anak merasa diabaikan dan mencari pelarian. Sering para orang tua terkejut mendengar laporan kenakalan putranya. Padahal sepengetahuan mereka, kelakuan putra-putrinya di rumah sangat baik.
            Sementara guru sudah berusaha semaksimal mungkin mendidik siswanya untuk menjadi yang terbaik. Tidak hanya membekali ilmu, tetapi juga moral, budi pekerti serta iman dan taqwa. Namun tanpa dukungan dan perhatian orang tua, hasilnya tidak optimal. Anak-anak bisa salah pergaulan dan berbuat negatif. Tidak itu saja, kadang sekolah juga kewalahan membina siswanya.
            Untuk itu perlu kerja sama sinergis antara sekolah dengan orang tua dengan membuat program parents day. Mengundang orang tua secara periodik dan bergiliran ke sekolah untuk melihat perkembangan putranya. Dalam satu hari mengamati kegiatan anaknya. Sehingga orang tua lebih perhatian dan tahu sendiri aktivitas putranya. Berkonsultasi dengan guru mencari solusi terbaik. Orang tua juga tidak akan merasa diundang ke sekolah hanya karena anaknya bermasalah atau diajak musyawarah menentukan besarnya sumbangan.