Rabu, 21 Februari 2018

DICULIK POKEMON


Rasanya tidak ada yang bercita-cita diculik. Enggak enak-lah diculik itu. Apalagi kalau baca dan lihat di media, penculikan itu tidak sekadar menangkap orang untuk dijadikan sandera dan jaminan, lantas minta tebusan. Penculikan tengah berkembang sebagai salah satu modus diversivikasi usaha tindak kejahatan. Korbannya diperdagangkan, termasuk buat asesoris properti organ bagi yang membutuhkan. Yaa, lewat pasar gelap dan mafia tentunya. Mirip cerita film-lah.

Makanya perlu waspada terhadap orang tak dikenal, orang yang sok akrab ataupun orang yang jelas-jelas bertampang mencurigakan. Terutama bagi anak-anak. Karena anak mudah sekali ditipu daya dengan beraneka rupa bujuk rayu. Lha kalo anak gede dirayu, bisa ketawa-ketiwi, lantas saling lempar gombalan... Terus...terus...terus... Ya teruss. Lha kok kayak kernet saja. 

Diculik orang mungkin keluarga korban bisa menghubungi pihak berwajib. Lha kalau yang nyulik genderuwo apalagi pokemon, bagaimana coba. Mau minta tolong siapa? Mbah dukun, ultraman, atau dragon ball? Walau kadang ada juga yang suka menculik dan diculik. Apalagi kalau tidak menculik cinta di hatimu, iya cuma kamu.....

Nah yang mau tahu kisah anak diculik pokemon, bisa miliki buku teranyar saya, DICULIK POKEMON SERTA CINTA BATU karya bareng Guru Menulis , buruan yaaaa...

Senin, 19 Februari 2018

MUSUH LUAR SELIMUT




Kata orang, musuh itu yang berbahaya musuh dalam selimut. Kok begitu ya? Lha apa musuh yang di luar selimut tidak berbahaya? Masih kata orang lagi, musuh yang di luar selimut itu juga berbahaya, tapi sudah jelas. Siapa orangnya, siapa bolo-bolonya, apa senjatanya, bagaimana strateginya, dan kapan akan menyerang, bisa dibaca ataupun diterka pelaksanaanya. Kita bisa waspada, menyiapkan strategi menghadapi termasuk mengajak orang untuk membantu melawannya. Jadinya jelas, siapa lawan siapa lawan. Kita tidak takut dikhianati, justru oleh sohib terdekat. Nah, tipe-tipe pengkhianat itu yang dianggap sebagai musuh dalam selimut. Kok ya ada-ada saja orang memilah jenis musuh. Jangan-jangan nanti juga ada kawan dalam selimut dan kawan luar selimut.

Sebagai orang yang cuma kenal selimut itu ya semacam kain lurik atau kain tebal buat ngrubuti tubuh saat mau tidur, musuh dalam selimut itu kok seperti bahaya laten saja. Buat nakut-nakuti, biar kita tidak pakai selimut kalau tidur. Terus tidak usah beli selimut biar kita tidur dikerubuti nyamuk. Habis itu, kita disuruh beli obat anti nyamuk. Biar yang jualan obat anti nyamuk laris? Atau biar kita masuk angin, lantas beli obat pengusir angin. Angin kok ya diusir, didiamkan saja dia pergi sendiri. Kayak kurang kerjaan saja. Benar enggak, man teman. Kalo salah, ya ikut remidi. Kalau benar, jangan anggap saya tukang ngibul. Nanti ketagihan.

Sepengetahuan saya, yang enak itu ya bermusuhan dalam selimut. Bisa berguling-guling, saling piting, saling gigit, saling kunci hingga bisa menancapkan senjata sedalam dan semaunya, biar lega dengan beberapa kali hujaman. Agar kita puas setelah sang musuh kalah. Menggelepar, tak berdaya. Weleh-weleh...kejam sekali memperlakukan musuh seperti ini. Melanggar HAM.

Saya pun juga tidak mau mencari musuh dalam selimut. Lha wong yang datang di bawah selimut saya itu bukan kucing. Jadi ya saya sayang-sayang saja. Siapa tahu....hem....hem...ya...yaa....aya....
Justru hari ini saya bersiap menghadapi musuh di luar selimut. Para codot dan para pelakor, eehh, pengembat buah berkepala hitam. Buahnya yang ranum kubungkus dengan kasih sayang. Ranting dan tangkainya yang lemah, kuikat dengan cinta. Yaaa, namanya saja usaha. Kalau sudah dilindungi dan masih dijahili, itu sudah nasib.

Jumat, 16 Februari 2018

BERKAH TIKUS


Tikus itu golongan binatang mengerat, ahli masuk lubang. Asal kepala lolos masuk lubang, anggota badan lainnya ngikut saja. Makanya, hati-hati yang punya lubang. Tidak waspada, tikus siap menerobosnya.

Mungkin kepiawaiannya inilah yang membuat tikus hobi mencuri. Memanfaat lekuk gemulai tubuhnya, menerobos lubang-lubang pertahanan, yang dikira pembuatnya tidak akan dapat dilalui. Namun nyatanya, si tikus lebih lihai. Membidik sasarannya saat yang lain lalai. Tak peduli tuan rumah kelaparan, yang penting mereka happy. 

Soal tempat tinggal? Nah ini yang tidak patut ditiru. Tikus terkenal sebagai binatang jorok. Sekenyang apapun yang ia makan, termasuk barang curian, tikus tidak tidur d tempat bersih. Apalagi tidur di spring bed, oh noooo.

Tetapi sepandai-pandai tikus melompat, akhirnya tikus terpeleset juga. Tikus yang berusaha melarikan diri ke tempat tersembunyi akhirnya terjebak dan mati terpannggang di tiang listrik.
Berkah tikus terpanggang tiang listriklah, juara tiga diraih.

Rabu, 14 Februari 2018

JALAN TOL


    
                   Hidup itu perjalanan menuju hidup. Sebuah perjalanan panjang yang kan dilalui semua orang. Perjalanan itu tidak semulus jalan tol. Lurus, mulus, sepi yang laju kendaraannya bisa digenjot semaunya. Ada banyak rintangan, yang mungkin hanya sebutir pasir atau lubang sebesar rumah rayap. Kalau tak hati-hati, laju kendaraan bisa di luar kendali. Mobil bisa tergelincir, jungkir balik bahka bisa mempercepat berakhirnya kontrak hidup.

Ingin lewat tol saja, kita harus bayar tanpa bisa menawar. Meski kita punya segebok uang, tak semua jenis kendaraan bebas melenggang. Maka hidup harus ada tumpangannya, dan tumpangan itu bernama agama. 

Orang bepergian pasti ada tujuannya. Ada yang fokus, ada yang suka singgah ke tempat yang ia suka. Ada tujuan yang jelas di depan mata, ada pula tujuan yang tak kasat mata. Yang pasti, apapun jenis kendaraan dan jalan kehidupannya, semua pasti menghadap kepada-Nya.

Selasa, 13 Februari 2018

KEPALA TANPA OTAK




Pemikiran orang itu ada di kepala, bukan di dengkul. Ya, karena di kepala itu ada otak, tempatnya mikir. Maka perhatikan kepalanya. Karena konon semakin besar kepala,kapasitas otak semakin besar, berarti semakin besar kapasitas memorinya. Gampangnya, otaknya makin gampang buat mikir.

Tapi itu umumnya. Kan sekarang banyak yang tidak umum. Pemikiran otak banyak yang tidak lagi dipakai secara istiqomah. Kebenaran logika dikalahkan oleh nafsu. Memenuhi hasrat yang memburu, demi gengsi, harga diri atau ambisi. Kalau sudah begitu, ya jangan salahkan diri jika suatu saat mendekam di bui. Gara-gara isi kepala tak dihargai. Termasuk kepala yang kena polusi, kurang siraman rokhani. 

Tentunya, kepala itu beda-beda. Ada kepala berisi otak encer, lumer, mbeler, ada pula yang beku serupai otak udang. Ada yang otaknya setajam pedang, ada yang tumpul. Tumpul tak mengapa, karena setumpul-tumpulnya pisau masih bisa buat mengiris tahu, aaal pisau tidak karatan. Yang jelas, otak itu ada di kepala.

Jangan sampai punya kepala tanpa isi. Seperti saat makan di rumah makan prasmanan. Bebas memilih lauk, diantaranya kepala ikan. Begitu dimakan, isinya cuma tulang doang, otaknya kosong, plus dua mata ikan yang melotot. Ya salah sendiri. Lha wong sudah tahu bunyinya kepala,kok tetap ambil.

Itu tadi kepala yang jelas punya otak. Lha kalau dengkul, otaknya di mana? Kalau masih ada yang mengandalkan dengkul untuk mengambil keputusan, masih mau percaya? Rasakan sendiri akibatnya.

Kamis, 01 Februari 2018

KEBEBASAN SEMU


Diculne endase digondeli buntute. Dilepas kepalanya, tetapi dipegang kencang ekornya, begitu kata pepatah kuno. Siapapun pasti tidak mau hidup dikekang. Semua ingin bebas, lepas. Tak terkecuali para hewan.

Lihat saja burung, sapi, kuda, domba dan tenan-temannya. Kelihatannya mereka hidup enak. Diberi makan dan dijaga tuannya dari marabahaya. Jatah makan rutin setiap hari dihidangkan, bak tuan raja di persamuan. Badan kotor disiram, sakitpun diberi pengobatan. Badan kurus digemukkan, wajah buruk dipermak agar indah rupawan dalam pandangan mata. Namun setelah itu, nasib tragis menimpanya. Dipekerjakan, dibuat aduan, dipaksa berteriak lantang, dan dirajah menjadi aneka masakan. 

Namun sayang, ada yang tak sadar bahwa dirinya dijadikan obyek kekuasaan. Mudah tergoda hijaunya rerumputan. Bahkan tak tahu kalau jatahnnya diambilkan dari tetangga kiri dan kanan. Walau kadang berontak, namun apa daya sudah ada tali mengikat di bawah tenggorokan. Jika memaksa diri, nyawa jadi taruhan. Sungguh kasihan.

Kebebasan mereka terenggut. Kebebasan mereka tergadaikan. Kebebasan yang mereka pereoleh hanya semu. Hidup bebas dalam kerangkeng penjara, bagai menunggu malaikat bunyikan sangkakala pertanda akhir dunia. Kebebasan itu tak terkekang oleh tirani. Kebebasan itu juga ada batas, bukan tuk tunjukkan keangkuhan diri. Karena hidup hanya perjalanan menuju mati.