Senin, 29 Februari 2016

SAPI YANG TERTIPU

Daging mahal! Begitu kabar yang hingga kini belum hilang dari percakapan. Mahalnya daging, tentunya banyak sebab. Salah satunya, sapi langka. Kenapa? Ya karena sapi-sapi sedang lagi reses. Ada yang mogok, sembunyi, bahkan ada yang pelesiran. Sapi-sapi itu mau piknik keliling-keliling, cari angin segar.
 Tapi ya dasar sapi, mereka tidak tahu bahwa ulah mereka itu hanya kamuflase. Mereka ketipu. Dari awal mereka disayang, diberi dedak, rumput, atau jerami. Bahan makanan sisa tuannya dari parasit-parasit tak berguna, Begitu si sapi kelihatan gemuk, mereka dirayu. Dengan dalih diajak keliling dunia, sapi-sapi pun menurut. Si sapi baru kaget, tatkala mereka dimasukkan  tempat dan pengawal khusus, bernama Jagal. Kasihan si sapi. Tapi tidak bagi Tuannya. Si tuan bergembira, karena di tengah harga daging mahal, pundi-pundi rupiah menggelembung di kantong.

Jumat, 26 Februari 2016

BANK SOAL MATEMATIKA SMP

Bagi yang mau ujian nasional SMP, berikut ada kumpulan bank soal matematika sesuai SKL. Yaa, meski belum lengkap, bisa untuk buat pemanasan. Lain kali akan ditayangkan bank soal yang mewakilo SKL. Semoga bermanfat.  Silakan buka tautan di bawah ini!

Bank Soal MGMP Mat Kab Madiun 2016.docx


Kamis, 25 Februari 2016

KETIKA RODA TAK LAGI BUNDAR

Ketika roda tidak lagi bundar, maka laju kendaraan tak dijamin lancar. Tidak hanya sulit dikendarai, tetapi bisa mengakibatkan celaka. Bundar dan tidaknya roda tergantung yang mengendarai.
Pemilik sepeda sebaiknya mawas diri, turun dari sepeda, menjual, memperbaiki, atau dibiarkan, agar siapapun yang mau naik tahu sendiri resikonya!
Lantas siapa yang mau dibonceng? Mau selamat???



Kamis, 18 Februari 2016

COKLAT CINTA



Gelap menghias sisi
Manis meresap isi
Indah rayu selera
Jadi perlambang tanda cinta

Coklat cinta wujudkan rasa
Kasih sayang kawula muda
Kado terindah di hari istimewa
Adopsi budaya manca

Coklat cinta
Membuat hati berbunga
Laksana anggur penyejuk sukma
Terbang melayang gapai nirwana

Senin, 15 Februari 2016

Valentine’s Day Buat Guru


            Budaya barat Valentine’s Day kini sudah meng-Indonesia. Sayangnya hari kasih sayang ini mulai diterjemahkan keliru. Tidak lagi cukup saling mengucapkan selamat dan memberi hadiah, anak-anak muda termasuk ABG ini merayakannya berhura-hura, pesta dan bahkan menjurus pergaulan bebas. Lebih fatal lagi, sebagian besar adalah anak usia sekolah.
            Oleh karena itu, para guru dan orang tua harus mewaspadai putra putrinya pada Valentine’s Day. Pemberian hadiah coklat yang kadang dibumbui cipika-cipiki, perlu diluruskan. Anak-anak dinasehati dan diarahkan untuk menyampikan kasih sayang yang positif.
Lebih baik kasihnya ditujukan kepada  orang tua atau bapak-ibu gurunya. Kasih sayang kepada guru diwujudkan dalam bentuk pemberian hadiah, mengirim surat serta memohon doa restu. Terutama siswa-siswa yang akan menempuh ujian nasional. Sehingga para guru semakin sayang dan ikut mendoakan siswanya agar lulus sekolah.

Senin, 08 Februari 2016

KORBAN KURIKULUM 2013






Kurikulum 2013 membawa korban. Masih dalam rangkain implementasi K13 utamanya untuk sosialisasi mpermendikbud no 53 tahun 2015 tentang penilaian terbaru K13, sabtu 6 feb 2016 kemarin diadakan sosilisasi dalm bagian inservis ke 3. Sayang, saking gupuhnya atau mungken stress, salah seorang peserta jatuh sakit. Untuk menghindari hal-hal yg tidak diinginkan, korban di bawa RS. Alhamdulillah tidak terjadi hal yang lebih gawat.
Memang, kurikulum 2013, yang penilaian menjadi salah satu hal yang dianggap memberatkan masih menjadi momok bagi guru. Permen baru juga belum menunjukkan kesederhaan tersebut. Guru masih menunggu akankah akan ada permen baru untuk penilian ataupun pelaksanaan yang lebih sederhana, bisa dilaksanakan dan tidak sekedar laporan-laporan kertas tebal yang sulit dipahami oleh orang tua. Kita tunggu saja!!

Sabtu, 06 Februari 2016

BAHAYA SEKULERISASI PENDIDIKAN



Kejarlah dunia bagai hidup selamanya. Gapai akhirat bagai esok sudah tak bernyawa. Petuah para tetua untuk mengingatkan pentingnya hidup beragama.  Kehidupan yang membawa kebahagian dunia akhirat yang kekal abadi.  Bagaimana anak-anak memperhatikan petuah ini.  Petuah jadul, kuno. Begitu kira-kira anak-anak sekarang kalau dinasehati. Salahkah mereka? Atau memang mereka belum mengerti arti dari pitutur luhur itu.
Kehidupan masyarakat yang terkontaminasi budaya materialistis telah banyak mengubah pola dan gaya hidup manusia. Semua berlomba mengejar materi. Setiap segi kehidupan tidak lepas dari perhitungan untung-rugi, enak dan tidak enak.  Tak terkecuali dunia pendidikan. Meski masih banyak yang memegang idealisme dalam mengelola pendidikan, tidak sedikit lembaga pendidikan yang dirasuki virus sekulerisme. Mencipta manusia handal, intelektual bak berotak komputer. Sayang, kadang lembaga pendidikan jenis ini seperti  hanya mencetak robot.
Pendidikan pun serasa memakai jalur satu arah, menghindari tubrukan.  Mengedepankan otak, menomor duakan budi pekerti.  Memisahkan antara yang langsung terkait dengan tuntutan duniawi dan yang mengarahkan ke jalur ukhrowi. Agama dan budi pekerti jadi menu nomor buncit, seakan terpisah dan dikalahkah oleh mata pelajaran lain. Yaa, pendidikan sudah mengarah sekulerisme. Menghindari tabrakan, tapi malah bisa masuk jurang.
Untuk itulah para pemangku pendidikan harus segera menyadari perlunya membekali anak didik dengan pendidikan akhlaqul karimah. Pendidikan budi pekerti berbasis religi. Pendidikaan  budi pekerti yang bisa dikemas dengan cantik dalam setiap pembelajaran. Sistem pendidikan kita yang masih menganut sistem paket, mau tidak mau harus dimodifikasi.  Sekolah mempunyai wewenang untuk mengembangkan muatan lokal dan melakukan telaah kurikulum.  Sehingga pendidikan budi pekerti dapat menjadi nafas dalam setiap mata pelajaran. 
Minimnya alokasi pendidikan agama, bisa dikembangkan waktunya dengan memanfaatkan waktu yang ada dalam satu pekan untuk menambah penyampaian nilai-nilai peribadatan dan budi pekerti. Memberdayakan guru bimbingan konseling juga alternatif jitu.  Disamping  sebagai tenaga konselor, mereka juga bisa lebih lugas untuk menanamkan pendidikan nilai.
Untuk kesekian kalinya kita semua merasa, bahwa kurikulum kita terlalu padat. Pendidikan budi pekerti belum perlu dibuat sebagai satu mata pelajaran khusus ataupun mata pelajaran pokok. Seperti uraian di atas, setiap guru dapat menyampaikan pendidikan budi pekerti. Para guru sejenis, lewat MGMPS bisa merumuskan penyampaikan pendidikan budi pekerti termasuk pendidikan keimanan dan ketaqwaan pada kompetensi dasar yang akan dibelajarkan. Setiap guru juga membuat buku catatan kepribadian yang nantinya dilaporkan ke guru agama atau PKn sebagai bahan pertimbangan penilaian ataupun untuk kenaikan kelas.
Dengan demikian catatan moral mereka menjadi salah satu penentu keberhasilan belajar di sekolah.  Kita tidak perlu mempermasalahkan, nilai moral/budi pekerti ini posisinya sebagai apa, nomor urut berapa. Sebagai mata pelajaran nomor wahid, atau hanya sebagai bahan pertimbangan yang letaknya nomor buncit. Apalah arti tata urutan jika penerapannya tidak konsisten. Tata urut kadang hanya membuat guru fokus sesaat. Hanya menggugurkan kewajiban, sedang penerapannya ogah-ogahan. Dianggap sebagai apapun, budi pekerti tetap jadi penentu nasib peserta didik.
Dalam penerapannya, pendidikan budi pekerti tidak harus memerlukan sarana prasarana mahal.  Tanpa sarana, pendidikan budi pekerti bisa jalan. Apalagi ada sarana penunjang.  Keberadaan sarana berbasis ICT tentunya lebih memudahkan penyampainnya. Dengan ilustrasi atau media elektronik, anak semakin gamblang  belajar dan mencerna kejadian-kejadian yang bisa dijadikan teladan.  Tanpa sarana seperti itu, pendidikan budi pekerti tetap bisa eksis.
Guru adalah media paling tepat sebagai panutan siswa. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Segala perbuatan guru menjadi cermin bagi anak didiknya.  Bagaimana murid bisa bertutur baik, bertindak sopan santun jika gurunya berbuat berlawanan.  Bagaimana siswa mau diajak belajar agama, sementara gurunya hanya memerintah belaka.  Untuk itulah memanusiakan siswa dan mengasuhnya laksana anak sendiri akan semakin mendekatkan ikatan emosi diantara guru dan siswa.  Bersama-sama siswa melaksanakan apa yang diperintahkan guru lebih memudahkan dan mempertinggi kepercayaan siswa kepada gurunya.  Dan mereka akan berkata, bahwa gurunya tidak sekedar mengajari dan memerintah saja. 
Kalaupun pendidikan budi pekerti dijadikan mata pelajaran sendiri, para penentu kebijakan harus menyiapkan segala sesuatunya. Mulai kurikulum, guru, dan sarana prasarana.  Kurikulum disusun berdasar karakteristik daerah atau sekolah dengan mengutamakan  pembinaan siswa yang paling diperlukan dan yang berkaitan dengan hal-hal  krusial para remaja.  Jangan sampai melaunching program baru, tetapi perangkat pendukungnya belum disiapkan.
Melihat perkembangan jaman yang semakin cepat, seyognya pendidikan budi pekerti ini perlu perhatian serius dari semua pihak.  Orang tua tidak boleh lempar tanggung jawab, guru tidak boleh merasa paling kuasa, sekolah tidak sekedar tempat penitipan, masyarakat tidak boleh  lepas tangan, Dinas Pendidikan juga jangan asal membuat program. Semua perlu saling mengisi dan mengingatkan. Agar anak-anak ini selamat dari racun pergaulan. Terhindar bujuk rayu setan  dan tidak tergulung persaingan global. Kalahnya persaingan bukan hanya pesat dan ketatnya persaingan kesejagadan. Tetapi kita terlalu lambat dan hanya berkutat issue-issue lokal murahan.  Ingat rusaknya budi pekerti bukan hanya karena niat para siswa, tapi juga kelengahan kita semua. Waspadalah!Waspadalah.  

Senin, 01 Februari 2016

Satu Hari Menulis Satu halaman

Ada kekurangan mencolok pada sebagian besar siswa, termasuk para guru. Tidak terampil menulis. Dampaknya ketika siswa dan guru membuat karya tulis, banyak yang kelimpungan. Karena menulis belum membudaya, timbullah penyakit copy paste. Padahal para guru sudah terbiasa membuat perangkat pembelajaran. Termasuk membuat catatan harian ketika mengajar di kelas. Itu adalah modal awal untuk menulis. Apalagi bagi guru bahasa, mereka sering memberi tugas membuat karya tulis kepada siswanya. Ironinya, sang guru sendiri tidak banyak menghasilkan karya tulis.
Langkah ini bisa diawali dengan membudayakan membaca, satu hari satu buku-satu halaman atau satu menit. Memulai dari yang kecil, sedikit dan sederhana akan membuka jalan pikiran. Langkah lanjutannya dikembangkan dalam bentuk kegiatan menulis. Membudayakan menulis dengan cara satu hari menulis satu halaman. Pada tahap awal karya siswa dikumpulkan sebagai tugas. Karya guru dan siswa  terpilih dipampang di mading sekolah. Sebagai motivasi karya terbaik diberi penghargaan, dalam bentuk apapun. Anak yang mempunyai bakat dibina dan ikutkan kompetisi menulis. Kelak akan muncuk pengarang handal, dan para guru tidak kuatir, ketika guru wajib membuat KTI kala naik pangkat.