Selasa, 31 Oktober 2017

(BUKAN) TUGAS TERAKHIR


Hari ini saya pendampingan on servis K13 terakhir di SMP Geger 3 yang terletak di pinggir kali. Delapan belas guru matematika keren sudah saya datangi. Melihat guru-guru berjibaku memintarkan anak negeri. Masing-masing telah mencoba cara yang ia dimiliki. Dengan model, metode, pendekatan dan media yang dirancang dengan sepenuh hati.

Memang tak mudah untuk tampil sempurna. Saat mendidik anak-anak multi talenta. Ada yang lucu, ada makan hati ada pula yang memaksa guru mengelus dada. Memang manusia dicipta berbeda. Agar saling asih asah asuh diantara mereka. 

Hari ini memang hari terakhir. Untuk datangi guru di sekolah laksanakan pembelajaran k13 yang perlu banyak pikir. Bukan masalah lancar,gagal,sukses atau dianggap mubadzir. Yang utama telah berproses dengan usaha tak kenal lelah agar kompetensi anak terasah dan terus mengalir.

Esok masih ada tantangan di depan. Tak boleh takut dan jangan lari dari kenyataan. Semua rintangan harus dihadapi dengan keyakinan. Agar dunia bisa direngkuh dalam genggaman tangan. Minimal sudah berusaha, berdoa dan berserah diri kepada Tuhan

Sabtu, 28 Oktober 2017

AKU, BUKU, DAN GURUKU

Menulislah, sebelum namamu ditulis abadi di atas sebongkah batu. Menulislah sebelum dunia ini tak perlu lagi tinta untuk mengikat keabadian. Menulilah agar jejakmu dikenang abadi walau dirimu tlah nyenya tidur dalam kuburan. Menulislah agar ilmumu bersemi tuk lahirkan pengetahuan.

Ya, menulis adalah sebuah aktifitas yang nyaman untuk dilakukan. Menerjemahkan pikiran di atas lembaran agar orang lain bisa menerjemahkan maksud dan tujuan si empunya gagasan. Untuk menulis memang perlu latihan. Belajar dan belajar tanpa takut berbuat kesalahan. Kesalahan hanyak kerikil kecil yang wajar sebagai sandungan. Lha kalau besar itu namanya tubrukan, kesandung kesialan. Biarlah orang menilai sesuai hati, karena berpendapat itu kebebasan. Bisa berpendapat belum tentu mampu menciptakan tulisan yang ia anggap barang murahan.

Jangan lupa, kalau kalian bisa menulis abadikan dalam sebuah buku dan tempatkan di bagian yang nyaman. Jangan asal menulis di sebarang tempat, karena  bisa jadi itu mengganggu keindahan. Tulisan itu didokumentasikan, kelak kau akan memperoleh kebahagiaan. Namamu dikenang sebagai sosok pewaris yang takkan terlupakan.

Dan sadarlah, bahwa menulis tidak lepas dari peran guru. Berkat jasa guru kita bisa memperoleh ilmu. Berkat guru semua bisa maju. Berkat guru, surga akan dipenuhi oleh orang-orang pahalanya telah menggunung melebihi gunung Lawu. Aku, buku dan guru, trio yang saling bahu membahu.


Jumat, 27 Oktober 2017

BUKU UNTUK PAK MENTERI



Buku membawa hoki. Tak harus berupa uang, jabatan atau dapat bini lagi, hihihi. Hari ini seperti biasa aku hadiri kegiatan MGMP matematika yang diadakan dua minggu sekali. Tak disangka, Bapak Mendikbud, Pak Muhadjir Efendi singgah di tempat kegiatanku ini.

Seperti anak kecil, aku senang sekali. Nampak katrok, kampungan sekali. Ikuti Pak Menteri kemanapun tempat dikunjungi. Harap ada kesempatan untuk berselfi. Karena waktu Diseminasi Literasi Kesharlindung Dikdas beliau tak aku jumpai. 

Kesempatan datang tak kusia-siakan. Saat Pak Menteri masuk ruang pertemuan. Kami semua tampak kegirangan. Ajak dialog bahas pendidikan. Sampaikan visi misi pendidikan tuk generasi masa depan.

Dan, akupun beranikan diri. Minta ijin memberi hadiah buat Pak Menteri. Buku Cinta Bertabur Logika, Cinta Di Balik Angka dan Jihad Forever kupersembahkan dengan senang hati. Berkat berliterasi melalui buku, aku bisa bersilaturahim dengan Pak Menteri.

Rabu, 25 Oktober 2017

MENJEMPUT MIMPI DENGAN BUKU



Menulis buku baru saya jalani setahun lalu. Menata kata demi kata agar melekat di kalbu. Kadang lancar, sering pula buntu. Kalau sudah begitu, aku ambil bantal, kutinggalkan sejenak aktifitasku.

Dengan menulis buku kutemukan dunia baru. Bisa mengeluarkan ide yang teronggok di benakku. Sebuah kemerdekaan berekspresi yang tak bisa di belenggu. Menangkap fenomena kehidupan dengan nuansa syahdu. Kadang kucoba goreskan tulisan agar orang tersedu. Walau mungkin justru orang tertawa geli membaca tulisanku. Biar saja terjadi, aku kan tidak tahu. Itu bukan urusanku. Aku memang bukan angkatan pujangga baru. Aku penulis nekat yang belajar tidak malu, walau tulisanku dianggap benalu. 

Dengan menulis kukepakkan sayapku. Hinggap ditempat yang aku mau. Kujalin pertemanan dengan sohib karibku. Akupun bisa bersilaturahim dengan buku. Dengan buku kujemput masa depanku. Dengan buku kan kuwujudkan mimpiku

Selasa, 24 Oktober 2017

DI BALIK ANGKA ADA CINTA BERTABUR LOGIKA



Cinta itu suci. Cinta itu misteri. Cinta bisa datang dan pergi bak peri. Cinta tumbuh dari lubuk sanubari, tak bisa berbohong tak bisa dipaksa walau diancam dengan cemeti. Cinta itu setia sampai mati. Jangan sakiti, jangan dikhianati.
Walau kadang cinta terpaksa dinegoisasi. Hanya berbarter kepuasaan, ditukar pundi-pundi bertopeng nikah sirri. Cinta pun kini dibungkus jadi barang komoditi. Ajang lobby tuk tutupi bangkai perlancar kolusi. Cinta jadi bagian gratifikasi, berbaur saksi bukti jerat korupsi.
Kadang cinta dihujat dan dimanja, disanjung dijunjung bak dewa asmara. Cinta dikejar kadang lari, ditinggal ia mencari. Cinta pun bisa sembunyi dibalik hati nan lara, bisa juga di balik angka.
Cinta tak akan mati, selama ada hati yang terus menyirami. Cinta akan menuntun manusia untuk mencari kebenaran hakiki yang datang dari nur Ilahi. Dalam cinta bertabur logika, agar manusia tak salah dalam menyusuri kehidupan yang fana.
Kisah-kisah cinta bertabur logika dan cinta di balik angka bisa dimiliki pembaca. Karya bersama antara siswa dan guru matematikanya. Menyemarakkan gerakan literasi yang kian membudaya. Ceritanya asyik dibaca dan tidak mahal di saku celana.

Sabtu, 21 Oktober 2017

MEMETIK MONAS



Kala senja tlah tiba
Saat kudatang menghampirinya
Kupandang takjub tanpa berkedip mata
Melihat emas teronggok di puncak sana

Andai aku bisa terbang ke sana
Ku akan hinggap di ujung mahkota
Kan kupeluk erat bongkahan permata
Hingga aku puas menggumulinya
Sayang...
Aku tak bisa melayang
Aku bukan peri atau bidadari berselendang
Ku terpaku dan hanya melihat bayang
Kekagumanku kubungkus dalam kenang
Akupun pulang dengan rasa puas
Meski di leherku tak terkalung medali emas
Hari itu bukan hari naas
Tuhan hanya menunda menunggu waktu yang pas
Kelak ku akan memetik Monas