Kamis, 30 November 2017

PARIPURNA YANG SEMPURNA




Bisa menjalani tugas hingga paripurna merupakan kepuasan tersendiri. Bertahun-tahun mengabdi kepada pertiwi memintarkan dan melayani anak negeri merupakan prestasi luar biasa. Dedikasi, prestasi dan pengabdiannya selam melaksanakan tugas tak bisa dihargai walau segunung intan berlian. Warisan guru adalah ilmu. ilmu guru adalah pelita, ilmu guru adalah jariah yang akan membantu guru kala tak lagi di dunia. Ilmu itu selalu benar. Yang salah adalah pelakunya. Tidak ada guru yang mengajadi untuk menjadi penjahat, pembunuh ataupun koruptor

 Bu Samsiati, Pak Imam Badloli dan Pak Suyono, guru dan karyawan SMPN 1 Dolopo telah lulus. Beribu-ribu anak telah mendapat ilmu dan menjadi orang-orang hebat. Seperti ungkapan yang ngetrend, guru mungkin saja bukan orang hebat. Tetapi lewat didikan guru telah lahir banyak orang hebat. Terima kasih bu Sam, P Imam dan P Yono. Belum tentu kita yang sekarang sehat ini bisa seperti beliau-beliau.
Selamat menikmati di masa purna tugas. Semoga kita2 bisa lulus seperti beliau

Minggu, 26 November 2017

KUDA LUMPING, KUDA ADUAN DAN KUDA-KUDAAN





Setiap kali lihat kuda, kasihan dia. Awalnya diberi makan, tak tahunya dipekerjakan. Semula didandani, eeh kemudian disuruh narik pedati.

Sepertinya kuda sudah jadi perlambang kehidupan sebagai hewan kasta sudra. Kadang juga dijunjung setinggi langit bak dewa. Jadi kuda hitam saat dia tidak diperhitungkan. Disia-siakan ketika disulap jadi kuda kepang dan disuruh main kuda lumping. Diberi makan beling, jumpalitan kayak kucing gering.

Kuda-kuda memang kuat. Dijadikan penyangga rumah buat menyangga atap. Dijadikan moment bersejarah di Kuda Tuli. Dagang sapi pun jadi ajang jual beli komiditi para politisi. Mainkan nasib rakyat mirip adu dadu di meja judi.

Namun kuda tetap hewan. Tak punya otak hanya andalkan naluri. Jangan salahkan dia berhenti di depan tanda tak boleh parkir, memang dia tak bisa mikir. Saat lelahpun bisa amarah, maka jangan ganggu kuda, biarlah dia tertidur rebah. Kalau kakinya payah, inginnya ia singgah. Tak peduli di tempat jorok atau bersanding di tempat mewah.

Kita juga tak bisa meniru ketahanan nafas kuda. Larinya kencang bak lesetan kereta. Mungkin karena malu tak berbaju, hingga larinya secepat bayu. Atau tubuhnya dicubit dengan cemeti, agar tubuhya bisa terbang seperti peri. Jadi kuda aduan, dan dijadikan ajang judi.

Yang penting jangan main kuda-kudaan di tempat sembarangan. Karena anda nanti dikira tak mempunyai perikehewanan. Kedigdayaan kuda simbol kejantanan, kalau tidak percaya lihat kuda saat kawinan.

Kuda ternyata juga takut kedinginan. Seperti saat lihat kuda di Sarangan kemarin. Ketika hujan turun dia bersama tuannya berteduh di loby hotel. Takut kedinginan karena tak punya selimut kehangatan.

Sabtu, 25 November 2017

KISAH SI LILIN


Hari ini seantero negeri memperingati hari guru. Berbagai jargon dan kalimat-kalimat indah tersaji. Menggambarkan, betapa mulia jasa guru. Guru pun diibaratkan dengan berbagai symbol. Guru bak pelita, guru itu mutiara, guru itu bagai lilin pemberi cahaya di kegelapan. Pokoknya guru is the best. Guru jaman now, gitu lhooo.

Sebagai lilin, guru begitu dipuja dan di bangga. Rela menerangi sekitar, meski dirinya meleleh rela berkorban. Menjadi teman setia saat listrik dan baterai mati tiada guna. Dia selalu disediakan tuan rumah, disimpan di laci atau disembunyikan di atas almari. Takut digunakan anak kecil buat mainan atau dicincang seperti ketela. 

Saat nyala lampu menyala, sang lilin pun tenang terdiam di persembunyiaannya. Hingga sang tuan rumah lupa, di mana menaruhnya. Sang lilinpun dilupa. Begitu cahaya hilang, sang lilin dicari. Diteriaki, dimanakah engkau berada. Dan sang lilin diam saja. Karena ia memang tidak bisa bicara.
Sang tuan rumah kadang marah-marah, mengumpat sambil mencari-cari dalam kegelapan. Hingga dirinya terantuk lantai yang tak rata, menabrak tembok di depannya, atau jatuh tersungkur di tangga yang ia dibuat untuk menunjukkan ketajirannya. Sang lilin jadi kambing hitam, disalahkan penyebab malapetaka. Sang lilin jadi tersangka, tanpa mau ia membela.

Begitu lilin diketemukan, sang tuan gembira ria. Berjingkrak-jingkrak sambil menyalakannya. Sang tuan senang dan menyanjung kembali jasa si lilin.

Namun bagitu cahaya lebih terang datang lagi, tanpa ampun sang lilin dimatikan. Cuilan lilin itu dibuang. Sang tuan tidak tahu kalau lilin itu satu-satunya lilin yang tersisa. Padahal, cahaya terang itu hanya tanda, bahwa terangnya hanya sesaat sebagai peringatan, agar sang tuan waspada dan siap siaga. Siapa tahu datang marabahaya. Saat cahaya terang itu hilang lagi, sang tuanpun kembali berteman dengan kegelapan.

Kamis, 23 November 2017

SIAPA MENANAM (BELUM) TENTU MEMANEN




Nasehat lama menururkan, siapa menanam pasti akan memanen. Nasehat ini cocok buat menyemangati kita untuk selalu berusaha, bekerja agar kelak memperoleh hasil jerih payahnya. Nasehat lain juga menuturkan, buah kerja tak akan mengkhianati usaha.

Namun kadang kala kita harus bersiap diri. Karna kerja keras tak sesuai asa. Entah karena hama, cuaca, kurang dana atau memang takdir Yang Kuasa.

Anggap saja semua coba. Menguji umat apa mampu menghadapinya.

Rabu, 22 November 2017

KUCING VS TOKEK




Ingat cicak vs buaya? Siapa yang menang? Sampai episode terakhir saya kok belum tahu pemenangnya. Yang saya dengar, ceritanya digantung, tidak jelas siapa yang dapat tropy. Yang pasti, saat cicak dan buaya adu argument, para tikus, ular, lintah beserta bolo-bolonya berjingkrak ria. Berpesta sambil menonton opera itu.

Nah, suatu malam saya menyaksikan kucing vs tokek. Jamak orang memelihara kucing buat nakut-nakutin tikus beserta musuh abadinya. Yaa, meski sekarang eranya sudah beralih. Melihara kucing buat senang. Senang. Habisnya, kucingnya gemesin, lucu dan tidak galak lagi. Coba para penggemar kucing peranakan memberi tikus hidup dan menyuruh kucing memburunya. Si kucing pasti hanya melongo menonton tikus. Malah, bisa-bisa lari, melompat ke pangkuan tuannya. Yaa, dasar kucing.
Saat ada tokek terjatuh pun si kucing tidak serta merta menubruknya. Si tokek hanya buat mainan. Padahal, awalnya si tokek sudah ketakutan. Menatahkan ekornya untuk mengelabuhi kucing buat menyelamatkan diri. Tapi si kucing cuma memandangnya, dia pikir kenapa si tokek menyakiti diri dengan mematahkan ekor. Sakit kan? Kasihan.

Akhirnya si tokek sadar, dia pasti tidak akan dimakan kucing. Karena si kucing sudah kehilangan insting. Terlalu nyaman diberi makan tuannnya. Membiarkan musuh-musuh alaminya berkeliaran, mengganggu tuannya. Dan tuannya mengamini, lha wong hewan, memang punya otak. Orang yang punya otak saja kadang tidak menggunakannya. Dasar!!!

Sabtu, 18 November 2017

GURU MENERBITKAN 100 BUKU DALAM SATU TAHUN


Menerbitkan buku sulit? Ada benarnya, kalau tidak pernah memulai menulis. Tetapi bagi yang sudah mencoba menulis, menerbitkan buku bukan hal susah lagi. Enggak percaya? Saya sudah mencobanya.

Yaa, awalnya sih enggak percaya diri. Jangankan menerbitkan buku, menulis satu paragraf saja sulitnya minta ampun. Nasehat  mengatakan, bisa karena biasa. Jangan takut salah mencoba, kalau ingin maju. Lebih baik pernah salah tetapi sudah berbuat dari pada tidak pernah salah karena tidak pernah melakukan sama sekali.

Dari awal sekadar iseng menulis, dan memberanikan diri mengirim ke media, eee...lha kok terbit. Akhirnya jadi ketagihan. Lama-lama mencoba menulis berbagai jenis tulisan. Ya artikel, puisi, pantun, esaai, cerpen dan tentu saja. KTI. Tidak puas tulisan hanya teronggok di laptop, saya mencoba menerbitkan buku. Yaa, awalnya perlu modal juga. Jer basuki mawa bea. Enggak apalah. Tetapi setelah itu, saya mulai kenal dunia luar lewat sosmed. Saya jadi tahu banyak ajang melatih menulis. Dan ternyata tulisan saya diterima orang lain, minimal oleh tim juri.

Buktinya, satu demi satu kejuaraan saya raih. Tak kurang lebih dari dari 35 kejuaraan saya  raih. Termasuk juga satu demi satu buku saya terbit. Ada yang karya tunggal dan ada yang antologi dengan penulis lain. Kalau dihitung-hitung, selama satu tahun ini, saya sudah menerbitkan lebih dari 100 buku.

Lanatas, sudah kaya-kah saya. Jelas, saya sudah kaya. Kaya pengalaman, kaya saudara dan tentu saja kaya ilmu. Kalau kaya uang dari menulis buku, belum. Nanti, Insya Alloh rejeki akan datang. Hasil  tak akan mengkhianatai usaha. Yang penting saya terus berkarya. Sebagai seorang guru, menulis buku adalah sesuatu banget. Bisa mewariskan ilmu dan kenangan buat anak cucu.

Senin, 13 November 2017

MENAKAR KARAKTER





Minggu itu hari libur. Jadi, ya jangan ada pekerjaan. Karena sepekan otak dan badan sudah diperas. Makanya jangan ada beban tugas. Begitu kira-kira jawaban yang hinggap di telinga saat orang atau anak-anak diberi hadiah pekerjaan di Minggu ini.

Bisa di lihat di jalan,tanah lapang dan di berbagai tempat hiburan. Plasa,taman bermain dan tempat makan ramai. Bukan karena tidak pernah lihat keramaiam atau sedang kelaparan. Tetapi mereka melepas kepenatan.

Tetapi saat kita berjalan, atau sekadar tengok kiri kanan, masih banyak orang-orang yang berjibaku memeras keringat demi upah tak seberapa. Kadang upah seharian habis diminta anak yang merengek untuk beli pulsa. Si anak berchating ria, saat orang tua pulang bermandi peluh dengan tatapan hampa. Mengelus dada saat dengarkan anak dendangkan lagu diiringi gitar di tangannya. Salahkah mereka?
Tidak, mereka tidak salah. Anak tidak boleh disalahkan, karena nanti dianggap melanggar HAM anak. Yang salah orang tua atau guru yang tidak mampu mengubah perilaku anak. Begitu kata mereka di luar sana, yang punya bergiga teori hasil study di berbagai sasana.

Padahal bisa jadi hal itu karena guru dan orang yang tidak tega mendidik anak agar menjadi insan paripurna. Anak-anak itu terlalu dimanja, dipuja dan difasilitasi semau mereka. Agar dianggap orang yang peduli dan mengerti selera anak muda.

Dan akhirnya kita lupa. Falsafah jawa menyimbolkan, jika huruf Jawa "dipangku", itu artinya mati. Anak-anak kita banyak yang mati, sebelum bisa berdiri sendiri. Pendidikan karakter bisa keblinger bila kita tidak tega menghukum, memberi tanggung jawab, terhadap anak sendiri, asal dalam koridor pendidikan hakiki. Tingkah laku anak cermin usaha kita. Kita bisa menakar buah pendidikan karakter tidak dari angka-angka. Karena bisa jadi angka-angka itu dikorupsi dan dimanipulasi demi ambisi dan nama baik saja. Innalillahi wainna Ilaihi Roojiuun.