Rabu, 26 April 2017

MENEROBOS JARING KETERBATASAN



 

Luas itu tanpa batas, yang rata itu permukaan air dan adil itu hanya milik Tuhan. Jajaran kata yang bisa dijadikan renungan kita semua. Lantas, apakah pendidikan juga harus seperti ungkapan itu? Menerima kenyataan sesuai keadaan atau menganggap hal itu sudah hukum alam? Jika pembaca sepakat dengan itu, maka pembaca harus instrospeksi. Seberapa tebalkah imanku? Lho, apa hubungan iman dengan pendidikan? Bukankah ada perbedaan kasta pemahaman, yang satu lebih banyak berkaitan dengan duniawi, sedang yang satu terkait bidang spiritual, urusan akherat. Tidak juga. Dunia dan akhirat adalah dua alam yang berkaitan. Tidak mungkin akhierat bisa diraih, jika urusan dunia tidak diurus dengan baik. Dan kunci itu semua adalah ilmu. Ilmu yang diperoleh dari pendidikan.

Saat ini mungkin kita mulai menyadari, bahwa kualitas dan kuantitas pendidikan kita belum memuaskan. Indeks daya saing sumber daya manusia masih berada di level bawah. Meski prestasi lomba di berbagai ajang kompetisi ilmu pengetahuan dunia, bendera merah putih sudah sering berkibar, tetapi toh hal itu tidak bisa menutupi wajah pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Belum meratanya kualitas tetap menjadi kambing hitam, mengapa pendidikan Indonesia belum bisa bisa disandingkan dengan pendidikan luar negeri, bahkan dengan negara tetangga.

Kita tahu, bahwa pendidikan berkualitas yang lebih banyak dilihat dari prestasi dan angka-angka banyak terjadi di kota-kota. Sedangkan di daerah, apalagi di daerah terjauh, terpelosok, apalagi terluar,  belum menggembirakan. Dan akhirnya mudah diterka, mengapa terjadi ketimpangan kualitas pendidikan.  Ketersediaan sarana dan prasrana, akses, dan tenaga pengajar berkualitas adalah hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil pembelajaran. Pemerintah sebenarnya sudah merintis dengan melaksanakan program SM3T (Sarjana Mengajar di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal). Hal serupa juga dilaksanan pak Anies Baswedan saat menjadi reckor di Universitas Paramadina dengan program Indonesia Mengajar-nya. Dengan program ini diharapkan guru-guru muda yang penuh idealism bisa menjadi ujung tombak mencerdaskan bangsa. Ini tenaga pengajarnya. Cukupkah? Jawabnya jelas. Belum cukup. Masih banyak pekerjaan rumah untuk memacu ketertinggalan di bidang pendidikan.

Perlu langkah cepat tanggap dari pemerintah dan seluruh elemen bangsa, agar ketertinggalan ini segera terkejar. Ibarat orang lemah, pendidikan perlu doping, kalau perlu Viagra. Tetapi pemakaiannya  harus tepat. Tidak over dosis. Perlu strategi, komitmen dan daya dukung kuat. Baik dari sisi kebijakan, utamanya keputusan politik dan tentu saja anggaran.  Anggap saja sekarang kita sedang berperang. Perang menghadapi kebodohan.

Strategi yang tepat agar pendidikan bisa mempunyai lebih luas, merata dan berkeadilan adalah dengan strategi menyerang tapal batas, jantung pertahanan atau memakai dan serangan bom cluster. Serangan tapal batas cocok untuk daerah di perbatasan dan terluar. Jika daerah perbatasan pendidikannya bagus, maka anak-anak Indonesia tidak akan lari dan justru menarik minat bangsa lain di perbatasan untuk sekolah di sekolah Indonesia. Sebuah diplomasi politik yang smart untuk menjaga NKRI di perbatasan. Sekolah diperbatasan harus berstandar internasional, mirip era RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Yang tidak kalah penting tentu saja terkait kesejahteraan pendidiknya. Jangan sampai, fasilitas memadai, kerja ekstra tetapi penghasilan standar. Jika tidak layak, dikuatirkan guru-guru Indonesia justru lari atau dibajak oleh negara lain di perbatasan. Keberhasilan sekolah  di perbatasan dapat menjadi corong pemerintah untuk menyuarakan keberhasilan pendidikan Indonesia. 

Stategi kedua adalah menyerang langsung jantung pertahanan. Strategi ini cocok untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah yang tidak jauh dari akses ataupun kota. Sekolah ini langsung mendapatkan paket penuh.  Fasilitas sarana prasana dipenuhi sesuai standar nasional pendidikan.  Jika kekurangan berhasilan disebabkan oleh sumber daya manusianya, maka sekolah ini perlu pendampingan dan dilakukan magang bagi guru-gurunya. Guru dari sekolah berkualitas mengajar di sekolah ini, sedang guru-guru di sekolah masuk kategori ini didiklat dan magang mengajar di sekolah maju dalam kurun waktu tertentu. Sehingga saat program magang berakhir, siswa yang sudah mendapat asupan gizi dari guru luar. Sedangkan guru asal, sudah terlatih dan mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan mumpuni.

Model serangan ketiga yaitu dengan model bom cluster. Seperti halnya bom cluster yang butuh ketepatan presisi kala dijatuhkan, pecah menjadi anak bom yang menyebar ke sekitar utama dan menimbulkan ledakan dahsyat.   Model ini mirip dengan membuat cluster-cluster dalam penerapan kurikulum 2013. Hanya saja perlu berbagai tambahan, terutama untuk sarana prasarana dan tenaga ahli. Kendala penerapan kurikulum 2013 misalnya, buku paket saja dibebankan kepada BOS. Andai anggaran itu untuk pengembangan sekolah, pasti lebih bermanfaat. Model induk cluster dan sekolah imbas juga perlu ditambah dengan system rotasi guru bergulir. Guru-guru bisa berbagi dan memetik pengalaman sehingga mempunyai kepekaan untuk memecahkannya. Agar tidak  menimbulkan gejolak, rotasi guru dilakukan secara periodik dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi daerah, serta jarak antara tempat tinggal dan sekolah.

Sesuai perkembangan teknologi, untuk menerobos keterbasan infrastruktur sebagai salah satu penunjang mobilitas agen pembelajar, penggunan teknologi informasi memegang peranan penting. Untuk itu, pemasangan jaringan baik yang kabel atau nirkabel, menjadi hukum wajib dalam pendidikan. Memang, IT butuh investasi besar. Tetapi pendidikan adalah juga investasi, investasi jangka panjang.Dengan menggunakan skala prioritas, hal-hal mendasar dan mendesak harus dicukupi dulu, sedang kebutuhan sekunder dikalahkan. Dengan adanya teknologi informasi, keterlambatan informasi, ketiadaan bahan ajar, serta kebutuhan admimistrasi yang kini serba daring  banyak terbantu.

Letak terpencil, terluar dan terdalam sekalipun bukan lagi alasan untuk mengalah dengan keadaan. Kemauan dan tekad kuat untuk maju adalah motivasi dan modal mahal untuk mendobrak jaring keterbatasan.. Tuhan saja sudah memfirmankan, bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri. Jadi, tunggu apalagi? Kerjakan sekarang, kerjakan yang mudah dan mulailah dari diri sendiri.

 

Oeh Abdul Hakim, S.Pd.

Guru SMPN 1 Dolopo Madiun Jawa Timur 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar