Jumat, 20 Januari 2012

“REWARDS SEBAGAI DAYA TARIK GUKEPENGPRES”

Bandingkan animo guru, kepala sekolah, atau pengawas (GuKePeng) yang mau mengikuti sertifikasi dan seleksi GuKePengPres? Mana yang lebih bersemangat memilih keduanya. Pasti banyak yang mengikuti sertifikasi. Ada saja alasan bagi calon peserta GuKePengPres untuk menolak dipilih mewakili instansinya. Kebanyakan merasa belum siap, dan terlalu berat. Padahal melihat persyaratan administrasi dan prosesnya, tidak jauh beda. Ada perbedaan sedikit, misalnya adanya presentasi, tes tertulis ataupun wawancara. Itu pun juga hampir sama yang dilakukan para GuKePeng yang membuat portofolio, tetapi akhirnya harus lewat jalur PLPG.
Disamping, ada penyebab lain yang membuat peserta GuKePengPres minim. Usut punya usut, ternyata para calon peserta GuKePengPres ini banyak yang tidak tertarik. Rewardsnya tidak sepadan dengan persiapan administrasi dan kerja kerasnya. Apakah ini pertanda GuKePeng mulai kehilangan idealismenya? Mengukur kerja dengan imbalan materinya? Entahlah. Yang jelas mereka (GuKePeng) juga tidak sepenuhnya salah. Curhat beberapa teman penulis dari berbagai daerah ketika bertemu di suatu forum, banyak yang mengeluh. Hadiahnya tidak sepadan. Kalah jauh jika dibandingkan dengan lomba lain. Tidak sedikit peserta GuKePengPres harus merogeh kocek sendiri. Kasihan sekali. Untuk hadiah uang saja, kadang jumlahnya masih kalah dengan HR panitia. Bagaimana peserta GuKePengPres berminat? Meski ada pemda yang sangat peduli dengan GuKePengPres. Teman penulis Gupres kab/kota Solo dan dari salah satu kabupaten di Kalimantan mendapat hadiah beasiswa S2. Menggiurkan sekali. Bagaimana di tempat bapak ibu guru?
Memang setiap daerah punya kebijakan sendiri. Kemampuan anggaran pemda sering menjadi alasan, mengapa rewardsnya belum memuaskan. Sementara pemda berharap banyak putra daerahnya berprestasi setinggi langit sebagai wujud pengabdiannya. GuKePeng harus tetap bersemangat dan berdoa agar sukses. Padahal sukses tidak cukup dengan do’a kan? Meminjam istilah pak Dahlan Iskan di Jawa Pos awal Desember 2011, para GuKePeng jangan hanya sekedar mengabdi. Kalau semangat mengabdi terus dibawa, kelak akan menagih janji dan minta imbalan atas jasa pengabdiannya. Toh selama ini masih mau bekerja karena digaji, ya kan? Yang diperlukan adalah semangat kerja keras, kreatif, pantang menyerah dan tidak mudah mengeluh. So pasti rewards atas kerja kerasnya juga harus sepadan. Seperti yang dicontohkan jajaran direksi BUMN-nya pak Dahlan Iskan.
Okelah, kalau hadiah jadi ukuran. Jika nilainya dinaikkan, apakah nanti juga akan menarik animo lebih banyak lagi? Nah ini yang kita tunggu. Karena menilik proses GuKePengPres yang sudah berlalu, masih ada sikap pesimis para calon. Ada saja kesan negatif dalam seleksi GuKePengPres. Sudah ada juaranya sebelum lomba-lah, syaratnya terlalu banyak dan sebagainya. Alasan yang dibuat-buat, berdasar pengalaman atau sekedar gosip?
Yang jelas proses GuKePengPres sudah ada pedomannya. Kalau toh ada perbedaan, baik pelaksana, model penilaian dan sebagainya sesuatu yang wajar. Perbedaan adalah rahmat dan memperkaya wawasan kita. Selama perbedaan itu berlaku untuk tingkat satuan pendidikan berbeda, tetapi sama dalam jenjang yang sama pula. Dan yang lebih penting lagi, buku pedoman tersebut sudah diberikan ke level terbawah sebelum pelaksanaan kegiatan. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan saling menyalahkan. Apalagi menjatuhkan mental peserta GuKePengPres sebelum berkompetisi. Oleh karena itu sosialisasi dan komunikasi penting dilakukan untuk menyampaikan hal urgen bilamana ada perubahan pedoman.
Karena ajang GuKePengPres menjadi agenda rutin tahunan, seyogyanya setiap sekolah hingga dinas pendidikan dan kebudayaan harus siap lebih dini. Baik calon maupun programnya. Satu tahun sebelum pelaksanaan para calon GuKePengPres telah ditetapkan dan dianggarkan pembiayaannya. Sehingga ketika ajang GuKePengPres digelar, semuanya sudah siap. Pemda juga memberikan anggaran cukup, baik untuk pelaksanaan maupun rewardsnya. Rewards harus mampu menarik minat peserta GuKePengPres. Tidak hanya dalam bentuk finansial, tetapi juga dalam bentuk lain. Memberdayakan pemenang GuKePengPres di daerahnya dalam berbagai kegiatan. Sekaligus sebagai pembuktian, bahwa yang terpilih benar-benar yang terbaik, bukan pesanan.
Kekuatiran tidak transparansinya pada GuKePengPres ini bisa diatasi. Diantaranya dengan memampangkan hasil pada setiap level. Pembobotan pada setiap bagian juga perlu dipertimbangkan. Diutamakan pada uji kompetensi peserta GuKePengPres. Pembobotan terlalu tinggi pada porto folio misalnya, dirasa terlalu menguntungkan bagi GuKePeng di kota atau pun yang sering berkesempatan ikut pengembangan diri. Termasuk pembobotan yang tinggi untuk gelar kesarjanaan., sebaiknya ditinjau. Validitas portofolio perlu diuji, agar tidak sekedar bukti fisik hitam putih. Pada sesi presentasi atau wawancara dilakukan dalam forum terbuka. Peserta lain juga diberi kesempatan aktif dalam sesi tanya jawab. Dengan model ini GuKePengPres terpilih benar-benar teruji dihadapan publik dan dewan juri. Dan tentu saja menghilangkan kecurigaan tidak transparansinya penilaian.
GuKePengPres barulah sebagain potret keunggulan personal pendidikan. Keteladanan, kreatifitas, dan kemampuan menjadi inspirator kepada rekan sejawat, peserta didik beserta lingkungannya menjadi tolok ukur keberhasilan. Semoga lencana yang disematkan sebagai GuKePengPres bisa bermanfaaat bagi diri pribadi, orang lain dan lingkungan sekitarnya.


tulisan ini dimuat di majalah media edidi Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar