Jumat, 26 September 2014

PILKADA OLEH DPRD ALA ARISAN MOTOR

Demokrasi merasa dicederai dengan disahkannya UU pilkada lewat DPRD. Tak pelak, pemimpin  daerah kab/kota nanti tergantung segelintir orang yang mengatasnakakan rakyat. Yaa, wakil rakyat yang dipilih rakyat mewakili parpol. Aneh juga!
Alasan banyaknya efek negatif pemilihan bupati /wali kota lewat pemilihan langsung menjadi alasan utama, para dewan terhormat menjatuhkan pilihan pemilu kada lewat DPRD. Ongkos politik, ekonomi dan sosial dianggap lebih ringan. Karena konon kabarnya pilkada langsung banyak membuat cabup/cawabup, dan masyarakat menjadi tidak harmoni. Mulai proses hingga pasca pemilihan.
Lantas apakah pilkada lewat DPRD juga dianggap lebih aman, bersih dan hemat? Ini yang akan menjadi pertaruhan pada masa ke depan. Jika kekuatiran pilkada lewat DPRD justru rawan KKN, masyarakat juga jangan dahulu apriori. Siapa tahu, dengan cara ini memunculkan calon pemimpin yang lebih kompeten, yang disaring lewat parpol melalui penjaringan oleh masyarakat. Dengan sistim ini pula para calon perorangan bisa mengajukan diri melalui wakil rakyat untuk ikut  nyaleg. Disisi lain, pilkada untuk bupati/walikota ditakutkan pula meniru pola arisan sepeda motor. Jor-joran ngepyu agar bisa mendapatkan kurisi no 1.
Nah, jika ini yang terjadi, UU pilkada ini layak diuji materiilkan di MK. Kalo tidak cocok dengan alam demokrasi dan banyak mudhorotnya, yaa dicabut saja. Apalagi pak Jokowi sebagai presiden terpilih sudah menyatakan ketidak setujuannya. So, pak Jokowi perlu mengagendakan program 100 hari pertamanya, mengajukan rancangan UU pilkada baru... jadi DPR baru sudah dapat pekerjaan baru setelah dilantik  1 Oktober nanti. Sambil untuk ngetes, DPR baru benar-benar  wakil rakyat bukan? Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar