Senin, 19 Februari 2018

MUSUH LUAR SELIMUT




Kata orang, musuh itu yang berbahaya musuh dalam selimut. Kok begitu ya? Lha apa musuh yang di luar selimut tidak berbahaya? Masih kata orang lagi, musuh yang di luar selimut itu juga berbahaya, tapi sudah jelas. Siapa orangnya, siapa bolo-bolonya, apa senjatanya, bagaimana strateginya, dan kapan akan menyerang, bisa dibaca ataupun diterka pelaksanaanya. Kita bisa waspada, menyiapkan strategi menghadapi termasuk mengajak orang untuk membantu melawannya. Jadinya jelas, siapa lawan siapa lawan. Kita tidak takut dikhianati, justru oleh sohib terdekat. Nah, tipe-tipe pengkhianat itu yang dianggap sebagai musuh dalam selimut. Kok ya ada-ada saja orang memilah jenis musuh. Jangan-jangan nanti juga ada kawan dalam selimut dan kawan luar selimut.

Sebagai orang yang cuma kenal selimut itu ya semacam kain lurik atau kain tebal buat ngrubuti tubuh saat mau tidur, musuh dalam selimut itu kok seperti bahaya laten saja. Buat nakut-nakuti, biar kita tidak pakai selimut kalau tidur. Terus tidak usah beli selimut biar kita tidur dikerubuti nyamuk. Habis itu, kita disuruh beli obat anti nyamuk. Biar yang jualan obat anti nyamuk laris? Atau biar kita masuk angin, lantas beli obat pengusir angin. Angin kok ya diusir, didiamkan saja dia pergi sendiri. Kayak kurang kerjaan saja. Benar enggak, man teman. Kalo salah, ya ikut remidi. Kalau benar, jangan anggap saya tukang ngibul. Nanti ketagihan.

Sepengetahuan saya, yang enak itu ya bermusuhan dalam selimut. Bisa berguling-guling, saling piting, saling gigit, saling kunci hingga bisa menancapkan senjata sedalam dan semaunya, biar lega dengan beberapa kali hujaman. Agar kita puas setelah sang musuh kalah. Menggelepar, tak berdaya. Weleh-weleh...kejam sekali memperlakukan musuh seperti ini. Melanggar HAM.

Saya pun juga tidak mau mencari musuh dalam selimut. Lha wong yang datang di bawah selimut saya itu bukan kucing. Jadi ya saya sayang-sayang saja. Siapa tahu....hem....hem...ya...yaa....aya....
Justru hari ini saya bersiap menghadapi musuh di luar selimut. Para codot dan para pelakor, eehh, pengembat buah berkepala hitam. Buahnya yang ranum kubungkus dengan kasih sayang. Ranting dan tangkainya yang lemah, kuikat dengan cinta. Yaaa, namanya saja usaha. Kalau sudah dilindungi dan masih dijahili, itu sudah nasib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar