Jumat, 10 November 2017

MAKAN TANAH



Selayang pandang saat aku berjalan. Tatap indah elok pemandangan. Tersuguh kanvas hamparan dedaunan. Bertumpuk teratur dalam baris terasering pegunungan.

Namun mata ini mendadak kabur. Melihat gundukan bukit kecil telah hancur. Terkeduk alat berat yang mesinnya udzur. Ciduk lapisan tanah yang masih subur.

Tanah-tanah diangkut pergi entah kemana. Silih berganti truk dam antri memindahkannya. Tinggalkan kubangan yang kian menganga. Tanah gembur musnah kini tinggal lapisan cadas yang putih warna. Tak mungkin padi bisa tumbuh lagi di atasnya.

Para tuan-tuan telah menyulap lahan tanpa mantera. Dengan segebok pundi-pundi mereka telah menghipnotis warga. Seolah tanpa perlu tanam padi, dijamin mereka tetap bisa makan sepuasnya. Tak perlu berkeringat dan tak butuh waktu lama untuk memanennya. Gundukan tanah itu menjadi modalnya. Dan... Pemilik tanah terbujuk karenanya.

Mereka kini makan tanah. Hasil jual lapisan bagian atas sawah. Mereka pikir tak butuh susah payah. Untuk makan, bayar pulsa dan uang saku anak sekolah.

Tetapi, sampai berapa lama mereka bertahan. Dengan sisa uang yang telah dibelanjakan. Saat akhir bulan mereka baru tersadarkan. Tak bisa bercocok tanam padi lagi tuk persediaan makan tahun depan. Yang tersisa hanya sebuah penyesalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar