Sabtu, 25 November 2017

KISAH SI LILIN


Hari ini seantero negeri memperingati hari guru. Berbagai jargon dan kalimat-kalimat indah tersaji. Menggambarkan, betapa mulia jasa guru. Guru pun diibaratkan dengan berbagai symbol. Guru bak pelita, guru itu mutiara, guru itu bagai lilin pemberi cahaya di kegelapan. Pokoknya guru is the best. Guru jaman now, gitu lhooo.

Sebagai lilin, guru begitu dipuja dan di bangga. Rela menerangi sekitar, meski dirinya meleleh rela berkorban. Menjadi teman setia saat listrik dan baterai mati tiada guna. Dia selalu disediakan tuan rumah, disimpan di laci atau disembunyikan di atas almari. Takut digunakan anak kecil buat mainan atau dicincang seperti ketela. 

Saat nyala lampu menyala, sang lilin pun tenang terdiam di persembunyiaannya. Hingga sang tuan rumah lupa, di mana menaruhnya. Sang lilinpun dilupa. Begitu cahaya hilang, sang lilin dicari. Diteriaki, dimanakah engkau berada. Dan sang lilin diam saja. Karena ia memang tidak bisa bicara.
Sang tuan rumah kadang marah-marah, mengumpat sambil mencari-cari dalam kegelapan. Hingga dirinya terantuk lantai yang tak rata, menabrak tembok di depannya, atau jatuh tersungkur di tangga yang ia dibuat untuk menunjukkan ketajirannya. Sang lilin jadi kambing hitam, disalahkan penyebab malapetaka. Sang lilin jadi tersangka, tanpa mau ia membela.

Begitu lilin diketemukan, sang tuan gembira ria. Berjingkrak-jingkrak sambil menyalakannya. Sang tuan senang dan menyanjung kembali jasa si lilin.

Namun bagitu cahaya lebih terang datang lagi, tanpa ampun sang lilin dimatikan. Cuilan lilin itu dibuang. Sang tuan tidak tahu kalau lilin itu satu-satunya lilin yang tersisa. Padahal, cahaya terang itu hanya tanda, bahwa terangnya hanya sesaat sebagai peringatan, agar sang tuan waspada dan siap siaga. Siapa tahu datang marabahaya. Saat cahaya terang itu hilang lagi, sang tuanpun kembali berteman dengan kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar