Senin, 20 Juli 2009

IMPLEMENTASI ISRO'MI'ROJ DALAM KEHIDUPAN

Hari ini, 27 Rajab adalah hari tanggal datangnya perintah menunaikan sholat 5 waktu. Tepatlah kiranya setiap tahun kaum muslim memperingatinya. Kita tidak perlu menelusur, apakah peringatan Isro'Mi'roj ini ada pada jaman nabi, apa dasarnya dan bagaimana hukumnya. Kita-kita yang awam ini kadang tambah bingung, kalau masalah-masalah kecil menjadi pembeda dan membuat jarak diantara kaum muslim. Terlalu sibuk mencari perbedaan, yang kadang melupakan essensi yang terkandung dalam hal yang dipertentangkan. Sewajarnya kita semua instropeksi diri, seberapa baikkah perbuatan kita utamanya sholat????

Dirikanlah sholat, sholatlah tepat pada waktunya, sesungguhnya sholat itu mencegah dari perkara keji dan mungkar. Begitu banyak pesan yang termuat berkaitan dengan sholat. Sebagai rukun Islam, sholat merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan bagi setiap muslim. Hanya saja, bagaimanakah implementasi sholat dalam kehidupan manusia? Bukankah dengan sholat diharapkan seorang muslim semakin dekat dengan Tuhan-nya? Dan sudahkah kita-kita yang mengikrarkan diri sebagai seorang muslim ini dekat dengan Sang Kholiq. Sesungguhnya kedekatan manusia dengan penciptanya, hanya Alloh yang tahu. Aku jauh Engkau jauh, aku dekat Engkau dekat. Begitu Bimbo menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan-nya.
Jika dicermati, sholat sebagai media pendekatan diri masih menjadi rutinitas harian. Bekas tapak sholat masih banyak dikelabuhi dengan simbol-simbol ke-Islaman yang kadang menjadikan kaum muslim dipandang sebelah mata. Bukankah semakin banyak masjid didirikan, dipercantik hingga memperoleh pengakuan sebagai penciptaan rekor. Masjid terbesar, kota seribu masjid, masjid termahal dsb. Masjid-masjid mewah yang kadang hanya bisa dirasakan di jam-jam kerja laksana kantor. Selepas aktifitas rutin, masjid terpaksa dikunci. Melarang umat menikmati kekhusukan ibadah, karena masjidnya terlalu mewah. Kemewahan yang mengkebiri kepentingan umat Islam itu sendiri.
Seringkali kita dengar dan rasakan, sholat sebagai bentuk tawadhu’ kita kepada Alloh, sebagai sarana bermunajat menghaturkan doa, tidak mempunyai efek positif bagi pelaku sholat ini. Ketika manusia memohon hidayah, untuk ditunjukkan ke jalan yang benar, ”Ihdinash shiroothol mustaqima”, pada kenyataannya justru banyak yang tergelincir dalam kehidupan. Tidak hanya menimpa ”Islam abangan”, bahkan yang sudah ditasbihkan sebagai ”Islamnya orang Islam” masih terpeleset dalam roda kehidupan duniawi.
Apa sebenarnya yang tejadi? Apakah permohonan resmi minimal 17 kali sehari ini tidak terkabulkan? Atau sebenarnya sudah dikabulkan, tapi kita sendiri tidak tahu menahu dengan ”ayat-ayat” Tuhan? Pura-pura bodoh, tatkala hidayah yang benar itu membatasi manusia berinovasi dalam perbuatan kedholiman. Berkilah khilaf tatkala keasyikan bergumul dosa terdeteksi. Mengemas kepalsuan dengan emas kebohongan. Menyembunyikan kejahatan bertameng kebaikan terkemas dermawan yang kadang dengan tangan berlumuran darah. Menonjolkan diri meraih nama baik, meski dari perbuatan yang tak laik. Berbangga diri dengan perbuatan yang dia sendiri tahu bahwa perbuatannya itu salah. Kesalahan yang dibungkus dengan senyum keangkuhan, kedholiman yang diiringi tawa kebodohan menjadikan manusia semakin lupa diri.
Benarkah manusia ditakdirkan selalu dalam posisi mau menang sendiri? Jika demikian, betapa sombongnya manusia itu. Padahal Tuhan tidak suka kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Tatkala kesombongan itu menghinggapi seseorang, maka kehancuran tinggal menungu waktu. Sesunguhnya kesombongan itu bisa diredam, dinetralisir bahkan dilenyapkan dengan media sholat. Kesalahan manusia dalam melakoni kehidupan tak ubahnya perjalanan panjang yang perlu penunjuk arah. Agar perjalan ini tiba di tujuan dengan selamat.
Bekal manusia tidaklah terlalu berat, jika tahu kemana, apa dan bagaimana agar tujuan itu diraih. Perjalanan panjang ini bukanlah perjalanan yang melelahkant. Tidak terlalu memerlukan bekal yang banyak. Perjalanan bisa semakin ringan jika manusia mempunyai kendaraan yang laik jalan. Bekal akan cukup hingga tujuan, andai bekal yang dibawa cocok sesuai kebutuhan. Perjalanan semakin asyik, jika ada sahabat yang mendampingi.
Andai saja setiap muslim merasa perjalanan hidup ini laksana perjalanan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad SAW, hidup terasa nikmat. Berjalan diiringi malaikat, aman dari godaan syetan. Pengawasan melekat/waskat selalu mengalir dalam nadi setiap muslim, mencegah manusia mengikuti hawa nafsu yangsetiap saat mengajak manusia berbelok menuju arah yang menyesatkan. Isro’Mi’roj telah mengubah kehidupan manusia menuju satu titik terang kehidupan yang lebih baik. Dan setiap muslim akan kekal didalamnya. Amin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar