Kamis, 02 Juli 2009

SSN, SBI DAN SBY


Boleh dikata, saat ini era emas dunia pendidikan. Betapa tidak, sejak era reformsi bergulir dan amandemen UUD 1945 serta hasil berbagai survey yang menunjukkan rendahnya SDM Indonesia, bangsa ini tersadar akan pentingnya pendidikan. Dana-dana digelontorkan untuk memacu peningkatan mutu pendidikan. Program-program sekolah unggulan digulirkan diantaranya Sekolah Berstandar Nasional (SSN) dan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI/SBI).
Pencanangan SSN dan SBI ini sebagai upaya pemerintah mencapai standar mutu pendidikan serta memancing masyarakat agar lebih peduli kepada pendidikan untuk menciptakan sekolah yang lebih unggul dan mandiri dalam mengembangkan potensi sekolah. Meski program ini di sana-sini menuai banyak kritik karena masih banyak perencanaan dan pelaksanaan RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) sekolah asal-asalan.
SSN dan SBI dicanangkan dengan tujuan idealis. Banyak SSN dan SBI yang pada awalnya dilaksanakan dengan idealisme tinggi, begitu setengah berhasil pada tahap berikutnya menjadi gagal. SSN dan SBI dijadikan label untuk mendongkrak harga jual sekolah dengan bungkus tertentu. Program sekolah gratis dengan pengecualian sekolah (R)SBI membuat, nilai jual sekolah semakin mempunyai posisi tawar tinggi. Sekolah negeri yang menjadi pioner SSN dan SBI menjadi mahal. Meski outpu/produk belum banyak terbukti. Termasuk kulaitas suprastruktur dalam sekolah bersangkutan. Banyak anak pintar tak mampu masuk sekolah unggulan. Meski ada beasiswa, tetapi jumlahnya tidak memadai. Roh peningkatan mutu menjadi fatamorgana.
Disamping itu penciptaan beberapa kelas/sekolah unggulan RSBI/SBI dalam satu lingkup sekolah sering menganak tirikan kelas non unggulan. Kelas non unggulan berlangsung seperti biasa atau bahkan dibiarkan berjalan apa adanya demi menyukseskan kelas unggulan/RSBI. Membentuk kelas/sekolah (R) SBI dari sekolah yang sudah ada dirasa tidak efektif. Tidak mudah mengubah kompetensi, etos kerja dan perilaku orang dalam waktu singkat. Bangsa kita belum terbiasa menerima perbedaan. Perbedaan masih sering menimbulkan pengkotakan kepentingan.
Untuk menciptakan siswa/sekolah unggul lebih baik membentuk sekolah baru. Dihitung sekilas penciptaan sekolah baru dengan orang baru (bisa merekut guru baru atau menyeleksi guru di satu daerah dengan kualifikasi yang telah distandarkan) memang mahal. Sekali lagi, pendidikan investasi jangka panjang. Dengan tenaga pendidik dan kependidikan baru akan tercipta iklim kerja yang sehat dan dinamis menjadikan sekolah punya rasa baru. Terbukti, komputer built up lebih handal dibanding komputer rakitan .
Yang tidak boleh terlupa dalam menciptakan siswa-siswa yang siap bersaing di dunia global yaitu membekali siswa dari sisi humanisme. Anak yang terlalu dipacu berprestasi secara akademik mempunyai dampak negatif. Diantaranya anak kurang dapat hidup bersosialisasi dengan masyarakat. Anak juga kehilangan masa anak-anaknya. Suatu hal yang nantinya bisa berpengaruh pada pembentukan kedewasaan berpikir dan bertindak. Harus disadari bahwa sekolah tidak untuk menciptakan manusia pintar saja. Sekolah bukan pencipta robot. Bahwa manusia yang handal tidak ditentukan karena tingginya IQ saja. Masih memerlukan EQ , SQ dan CQ yang baik agar produk sekolah unggulan benar-benar siap terjun ke masyarakat.
Untuk itu masih perlu satu sentuhan lagi dalam membangun sekolah dengan label sekolah unggulan, SSN atau SBI yaitu Sekolah Berstandar Yang Maha Kuasa (SBY). Kenapa SBY? Bukan latah sekolah ber S-S-S-an. SBY merupakan pangejowantahan nilai-nilai yang tersirat dari Firman Tuhan yang tersurat. Dimana Tuhan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. SBY menjadikan sekolah yang bisa mencakup segala aspek sendi kehidupan yang dapat dinikmati semua kalangan. Mencipta orang benar lebih sulit dari mencipta manusia pintar. SBY menjadikan sekolah tidak hanya untuk anak-anak orang berduit dan mencipta manusia-manusia pintar, tetapi juga mencetak siswa mumpuni, tangguh, beriman dan bertaqwa siap menjemput di era baru menjadikan sekolah bermutu untuk semua.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar