Minggu, 25 Juli 2010

MUTASI BERBUAH FRUSTASI

Mutasi, satu kata di lingkungan kerja birokrasi yang membuat sebagian orang ketakutan. Mutasi diidentikkan dengan hukuman. Pelengseran jabatan sekaligus penurunan gengsi dan pendapatan. Sehingga mutasi kerap dijadikan senjata olah mereka yang mempunyai kekuasaan untuk melanggengkan atau membuat strategi baru untuk mencapai tujuan.

Meski sebenarnya mutasi hanyalah retorika kehidupan. Perputaran nasib, penyegaran atau apapun upaya untuk mempercepat dan mempermudah menjalankan suatu program. Sehingga wajar, jika para top manager melakukan mutasi. Terlepas dari like and disllike, mutasi perlu dilakukan agar ada semangat bersaing secara sehat. Jika tidak dilakukan mutasi, bisa jadi akan terjadi stagnanisasi dan pembekuan ide.

Hanya saja karena sifat orang berbeda, mutasi dianggap sebagai pelecehan pribadi yang menurunkan kehormatan. Kehormatan yang mana??? Akibatnya bisa ditebak. Mereka yang tidak siap dimutasi, begitu terkena mutasi langsung mencak-mencak. Masih untung kalo hanya sekedar dilampiaskan dengan kata-kata. Tetapi jika kontrol emosinya tidak bisa ditahan, orang yang terkena mutasi bisa frustasi, depresi malah bisa juga kena serangan tekanan darah tinggi, stroke dan mati. Tidak jarang mereka yang tidak terima mengungkit-ungkit masalah melampiaskan dendam. Yang payah lagi, menyebar fitnah seputar mutasinya dan berusaha menjatuhkan siapapun dengan segala cara. Balas dendamnya bisa membabi buta dan gelap mata. Tidak lagi memandang permasalahan dengan jernih, seperti sudah lupa dengan dirinya sendiri Bahwa dirinya manusia. Yang kerasukan setan, malah bisa membawa masuk bui.

Jika ini yang terjadi, mutasi akan memunculkan fenomena baru. Memecahkan masalah berbuah masalah. Mutasi berbuah Frustasi. Buah yang beracun. Akankan ini dibiarkan? Setiap keputusan pasti punya konsekuensi logis. Perlu kekuatan mental dan sikap ksatria untuk menerima perubahan dan kekalahan. Kalau mutasi dianggap sebagai hukuman dan ia sadar bahwa selama memegang amanah belum bisa menjalankannya anggap saja ini teguran dini dari Tuhan agar tidak terjerumus lebih dalam.

Dan jika mutasi ini membuat sesorang menjadi korban kebijakan, anggap saja seperti nabi Ismail yang rela berkorban karena ini perintah Tuhan. Niscaya Tuhan akan memberi pengganti yang lebih baik. Diperlukan kebesaran hati dan sikap legowo dari seseorang sebagai cermin kedewasaan seorang pemimpin. Mutasi bukan akhir segalanya. Ada hikmah dibalik mutasi. Kelak semua manusia juga akan dimutasi dari muka bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar