Selasa, 13 Juli 2010

YANG MASIH DIKENANG DARI UJIAN NASIONAL 2010

TINGKAT KEJUJURAN DALAM UJIAN NASIONAL. UJIAN NASIONAL JUJUR, SIAPA TAKUT?

Geli juga membaca spanduk selepas pengumuman ujian nasional. Di beberapa tempat mulai terpampang spanduk penerimaan siswa baru tahun pelajaran 2010/2011. Sambil menyandingkan kata ”Sekolah ......, Unas tahun 2009/2010 LULUS 100%”. Menunjukkan kebanggan kelulusan unas. Kita juga bisa melihat pemandangan anak-anak yang melampiaskan kelulusan. Padahal sebelumnya mereka cerita, bagaimana ia mengakali unas demi kelulusannya. Atau kita juga bisa menyimak, sekolah yang (maaf) input siswanya rendah dan PBM ala kadar, siswanya lulus 100% dengan nilai tinggi. Sementara sekolah dengan input baik dan PBM baik, tidak sedikt yang gagal dengan nilai biasa. Ada apa ini?

Media pun tak kalah gencarnya mewartakan kelulusan unas tahun ini yang menurun dibanding tahun sebelumnya. Seperti yang disampaikan oleh Mendiknas ke media massa, bahwa ketidak lulusan ini karena tingkat kejujurannya lebih tinggi. Jadi kalau ada sekolah yang 100% siswanya tidak lulus, itu menunjukkan siswanya jujur-jujur???
Saking gemesnya dengan meningkatkan ketidak lulusan, DPR malah berencana mengajukan inisatif menyusun UU pendidikan baru yang mengakomodasi berbagai sebab kegagalan ujian nasional. Meski ada kabar baiknya. Bahwa sekolah/daerah yang siswanya banyak tidak lulus akan mendapat apresiasi. Kemendiknas sudah menyiapkan dana 100 milyar bagi peningkatan mutu sekolah tersebut Programnya disesuaikan dengan kebutuhan. Entah untuk perbaikan fasilitas atau peningkatan kompetensi guru. Tentu kita tidak ingin, sekolah-sekolah berharap mendapat dana itu dengan lebih banyak tidak meluluskan siswanya pada unas tahun depan, jika unas masih ada.

Yang patut menjadi keprihatinan kita bersama. Bahwa kejujuran unas yang diusung menjelang pelaksanaan, masih menjadi barang tabu untuk dilaksanakan dengan sepenuh hati. Pakta integritas yang ditandatangani oleh dinas pendidikan di Jakarta menjelang unas belum mendapat respon positif di daerah. Baru beberapa saja yang dengan terbuka mengadakan apel akbar berniat melaksanakan unas jujur, seperti yang dilakukan kabupaten Bojonegoro. Yang lain, masih wait and see. Masih menanyakan bunyi tokek, jujur....tidak... jujur... tidak....jujur...

Wejangan yang diberikan guru kepada siswa juga masih mendapat respon negatif. Ketakukan tidak lulus unas mengalahkan niatan jujur. Ancaman ujian ulang bagi yang curang seperti memberi bara api di tangan untuk menghangatkan tubuh. Tak terkecuali pengambil kebijakan. Jadi kalau ada yang tetap berniat tidak jujur selama unas, padahal mereka tahu sanksi melakukan kecurangan, bisa diterka sendiri. Siapakah yang sebenarnya yang takut jujur itu? Jujur menjadi seperti makanan aneh. Sulit ditelan, padahal itu obat mujarab untuk mengobati komplikasi yang menggerogoti moral anak.
Dan apa yang dikuatirkan tentang realitas kejujuran selama unas terjawab. Meski laporan –termasuk pernyataan kemendiknas di media massa- bahwa pelaksaan unas berlangsung tertib dan lancar. Hanya kejadian kecil dan beberapa siswa tertangkap membwa HP. Toh kenyataan di lapanagan tidak sedikit yang mengabaikan kejujuran selama unas. Sekali lagi nafsu masih mengalahakan hati nurani.

Bagaimana tidak. Begitu gamblang ditayangkan di TV, laporan media massa dan celotehan anak-anak selepas unas yang menceritakan berbagai trik kecurangan yang mereka lakukan. Ternyata secara hitam putih unas telah berlangsung secara jujur. Bagitu baik hati para pengawas dan tim pemantau. Semoga mereka mendapat pahala.
Tapi inilah kenyataannya. Dalam masa transisi Kementrian Pendidikan Nasional baru, kebijakan yang diawal dianggap terlalu tergesa-gesa memajukan jadwal unas dengan segala kiat dan alternatif pemecahan bagi siswa tidak jujur. Ujian nasional 2010 minimal telah melahirkan nuansa baru. Kita yakin para pemangku kebijakan dan para pendidik di lapangan tidak akan berpangku tangan dengan apa yang telah terjadi selama ini. Meski secara hitam putih unas berlangsung jujur, kita yakin pelaksana unas sebenarnya tidak menutup mata dengan apa yang terjadi. Demi anak bangsa dan pengentasan program wajib belajar, untuk sementar jujur 100% itu masih ternoda.
Sebagai makhluk Tuhan, sebenanrnya apa yang dilakukan dengan melegalkan sesuatu yang salah seperti menggali kubur bagi diri sendiri. Bukankah sumpah atau janji untuk melaksanakan unas dengan jujur sudah dipersaksikan di hadapan Tuhan. Dan bagi yang melanggar akan menghalangi pengucapnya masuk surga abadi?

Hidup memang pilihan, ada baik ada buruk. Ada jujur ada curang, ada lulus ada gagal. Kalau manusia tahu arti sesungguhnya dari sebuah kebenaran, kita tidak perlu takut gagal. Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. DI Yogyakarta patut bangga, mereka termasuk propinsi dengan tingkat kelulusannya rendah, tetapi kejujurannya tinggi. Sebagai kota relajar DIY tidak takut kehilangan gelar, demi mendidik moral dan mental anak bangsa. Nusatengga patut sedih, banyak siswanya tidak lulus. Tetapi, dengan demikian perhatian pemerintah lebih besar. Dan model unas benar-benar menjadi pemetaan dan evaluasi. Contoh positif semangat kejujuran dan manfaat ujian nasional mulai jelas..

Kini saatnya mengambil hikmah. Jujur ujian akhir sekolah hukumnya wajib. Hanya model ujian nasional dan syarat kelulusan perlu dikaji. Ujian akhir sekolah dalam bentuk ujian nasional masih perlu dilakukan. Jika selama ini sekolah mengadakan ujian 2 jenis, ujian nasional dengan 4 mata pelajaran (SMP) dan 6 untuk SMA serta ujian sekolah untuk mapel lain. Di masa datang dapat dibuat 2 (dua) alternatif. Pertama untuk mengukur stándar nasional dengan bobot soal sama se Indonesia. Digunakan untuk memetakan dan mengukur mutu pendidikan. Model ujian pertama ini jangan menentukan batas minimal nilai sebagai syarat kelulusan. Nilai biar apa adanya, asli.
Ujian kedua, soal dibuat menjadi 3-4 tipe sesuai dengan kualitas pemetaan pendidikan tahun sebelumnya. Mencakup semua mata pelajaran, termasuk yang sudah diujikan di tahap pertama. Hasil ujian kedua ini untuk menentukan kelulusan siswa, yang syarat-syarat kelulusannya juga ditentukan setiap daerah atau sekolah. Dengan demikian guru mempunyai hak untuk menentukan kelulusan. Siswa tidak terlalu takut dengan ujian bertajuk ujian nasional dan mau berlaku Jujur selama unas. Jadi unas Jujur tidak perlu takut!!

Tulisan terbit di majalah Media dinas pendidikan Prop Jatim Edisi Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar