Minggu, 14 Januari 2018

LITERASI DALAM BAYANG HARGA KERTAS


Bukalah jendela dengan buku, begitu kalimat manis terpampang di perpustakaan dan taman baca. Buku ibarat jadi kata kunci, kalau orang ingin berhasil. Dengan buku, berbagai informasi, ilmu dan seabreg pengetahuan bisa diserap, sebagai modal mengarungi kehidupan. Melewati jalan panjang terjal berliku dan berharap tujuan utamanya bisa diraih dengan sukses. Sukses dunia ya selamat di akherat.

Gerakan cinta buku pun digalakkan. Apa fakta di lapangan yang bisa diperoleh? Budaya membaca apalagi mau membeli buku, rendah. Buku kalah dengan media berbasis IT. Orang tak pelit mengeluarkan rupiah bersosmed ria. Sayangnya, bersosmed itu tidak dilakukan dengan bijak. Justru hanya pelarian, menghibur diri atau pamer diri. Tetapi kalau menggunakan uang untuk beli buku, 1001.

Padahal belakangan gerakan memulis buku kian menjamur. Berbagai kemudahan diperoleh, termasuk kebutuhan ATK. Tentu saja ini terkait dengan biaya penerbitan buku, utamanya ketersediaan kertas sebagai unsur utama buku, selain naskah tentunya. Berbagai gerakan menulis buku bermunculan. Menulis buku bukan sesuatu yang sulit.

Sayang, di tengah semakin deras terbitnya buku-buku, harga kertas naik tak terkira. Padahal, belakanan kenaikan barang dan jasa strategis tidak mencolok. Ada apa gerangan? Apa mau ngekor naiknya harga beras, terus nanti ada usulan, lebih baik impor buku atau mending menerjemahkan buku karya orang manca? Apa kata mertua, eehh....apa kata dunia. Jangan kuatir, dunia akan tertawa kok. Justru nanti ada sumbangan, eh hutangan....,buat penyuksesan pengadaan buku... Asal kertasnya impor yang bahan kertasnya hasil pembalakan liar hutan Indonesia.

Jika untuk mencetak buku saja mahal, bagaimana dengan harga jual? Pasti mahal.
Sepertinya gerakan literasi terkebiri naiknya harga kertas. Hal ini bisa berdampak dengan semangat penulis, jadi malas. Enakan jual pulsa atau kertas dari pada buat buku. Jika profuktivitas dan kualitas buku berada di bawah bayang-bayang harga buku, budaya literasi hanya indah di berkas. Pemanis bibir, hanya basa-basi. Mau, generasi kita asing dengan makhluk bernama buku???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar