Kamis, 22 April 2010

ANAK PINTAR, SIAPA PEDULI?

Agenda Kota | Bursa Kerja | Social Community | Surat Pembaca

[ Kamis, 22 April 2010 ]
Anak Pintar, Siapa Peduli?
Oleh : Abdul Hakim

BEBERAPA waktu lalu saya mengantarkan siswa mengikuti olimpiade matematika. Bertempat di sebuah hotel mewah dan olimpiade berlangsung meriah. Sebagai juara umum 2009, kami didaulat untuk menyerahkan piala bergilir. Sambil menunggu, saya duduk di kursi undangan berdekatan dengan pembina juara bertahan tingkat SD.

Saya menyempatkan bertanya kepada ibu pembina tersebut. ''Bu, bagaimana mencetak anak-anak itu menjadi hebat?'' Ibu pembina itu menjawab, ''Ya kalau di kami tiada hari tanpa olimpiade, Pak. Pembinaan olimpiade itu menjadi menu rutin anak-anak.'' Pantes­an saja juara, kata saya dalam hati.

Setelah lomba, saya bertemu dengan peserta SMP kelas IX yang beberapa kali menjuarai olimpiade matematika, bahkan sampai tingkat nasional. Siswa RSBI itu menyampaikan kabar bahwa dia sudah direkrut oleh sebuah sekolah unggulan dari provinsi luar Jawa Timur. Dan, hari itu ge­lar juara umum yang kami pegang melayang, seperti akan hengkangnya para jua­ra ke daerah seberang.

Dari hal di atas sudah cukup menggambarkan bahwa kepedulian dengan prestasi anak, terutama soal kualitas pendidikan, masih memilih dan memilah. Prestasi yang ditarget dan digunakan sebagai parameter kemajuan pendidikan belum mendapat dukungan penuh. Dukungannya masih setengah hati. Maunya anak didik berprestasi, tetapi kepedulian tidak sehati.

Jadi, wajar saja dari tahun ke tahun dalam ajang olimpiade matematika dan sains pres­tasi Jawa Timur dikalahkan provinsi tetang­ga. Yang melalui sekolah-sekolah unggulan rajin mengadakan lomba sebagai seleksi siswa berprestasi untuk direkrut sekolah tersebut. Pemerintah daerah provinsi pun kecipratan nama baik tanpa perlu mengeluarkan dana.

Bagaimana di Jawa Timur? Sampai saat ini belum banyak pihak swasta, baik lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi, maupun perusahaan yang memberikan dukungan lebih. Keterbatasan dana yang dijadikan alasan pemerintah dalam melakukan pembinaan ekstra untuk anak-anak berprestasi menjadi penyebab hengkangnya bibit-bibit unggul ke luar daerah. Sementara ini sekolah unggul hanya lebih menunjukkan tarif mahal ketimbang memberikan pelayan gratis kepada siswa berprestasi. Apakah pembinaan anak berprestasi hanya menunggu proyek?

Siapa yang tidak ingin pendidikan berkualitas dan gratis? Iming-iming biaya gratis untuk pendidikan maupun biaya hidup menjadi daya tarik sendiri bagi siswa dan orang tua menerima tawaran dari sekolah-sekolah unggulan. Apalagi, mereka juga memberikan peluang jaminan masa depan.

Menjadikan pendidikan maju perlu perhatian ekstra untuk me­ngem­bangakan potensi dan memberikan jaminan hidup mereka kelak. Program pemerintah memberikan ribuan beasiswa kepada siswa berprestasi dan miskin barulah sebagian upaya kecil. Kepedulian plus-plus pemerintah, perguruan tinggi, dan pihak swasta untuk lebih memperhatikan siswa unggul di daerah masing-masing akan lebih terasa jika ada komitmen dan dukungan dana cukup. Kalau satu BUMN dan perusahaan swasta di daerah minimal membantu satu anak cerdas, akan lahir ribuan anak berprestasi yang siap menjemput masa depan lebih baik. Apa lagi menyediakan satu sekolah yang gratis segalanya. Semoga. (*/mik)

* Guru SMPN 1 Dolopo, Kab Madiun





* Wali
* Dewan Riset Daerah, Resmi tapi Tidak Sah

HALAMAN KEMARIN

* Perempuan dan Dinamika Literasi Surabaya
* Pajak Daerah untuk Rakyat
* Habisi Calo dengan Senyum
* Box Culvert Simogunung
* Kenapa belum dicopot ?
* Surabaya Berbunga, eh Berbaliho
* Public Fundraising untuk Pilkada
* Pengadilan Negeri Surabaya Overload
* Berjanji Dulu, Berhasil Kemudian
* Menggagas Wisata Baca Surabaya

* HOME
* BERITA UTAMA
* INTERNASIONAL
* POLITIKA
* OPINI
* EKONOMI BISNIS
* SPORTIVO
* METROPOLIS
* EVERGREEN
* DETEKSI
* SHOW SELEBRITY
* MINGGUAN

Copyright @2008 IT Dept. Jawa Pos
Jl. Ahmad Yani 88, Surabaya 60234 Jawa Timur - Indonesia
Phone. (031) 8283333 (Hunting), Fax. (031) 8285555

Tidak ada komentar:

Posting Komentar