Rabu, 05 Agustus 2009

MBAH SURIP

CERPEN UNTUK MBAH SURIP

Hari ini, Selasa 4 Agustus 2009 Indonesia kehilangan seorang seniman. Yach maut tidak pilih-pilih. Di saat orang baru mulai memetik buah kerja kerasnya, malaikat pencabut nyawa datang membawa tugas. Mengambil nyawa yang dititipkan kepada mbah Surip 60 tahun lalu. Lebih satu bulan lalu dunia juga baru di tinggal Mikhael Jackson. Sebentar lagi siapa musisi atau siapapun yang menjadi idola di masyarakat akan menyusul mbah Surip? Wallohu 'A'lam.
Satu bulan lalu saya menulis cerpe. Mengenang Jacko dan memetik pelajaran mbah Surip. Lagu Tak Gendong dan Bangun Tidur seolah memberi pelajaran bagi kita untuk hidup bekerja sama dan bekerja keras. Cerpen itu saya tulis 6 Juli, Dan kali ini saya tuangkan di blog saya sebagai kenangan untuk mbah Surip.
Selamat jalan mBah Surip. Semoga amal Mbah diterima di sisi Alloh dan mbah Surip masuk Surga.



UNTUNG ADA MBAH SURIP
Parjo tinggal sendirian. Ayahnya pergi ke Malaysia, jadi TKI. Emaknya sudah tiga tahun di Hongkong. Meraup pundit-pundi dollar. Jadilah ia sebatang kara. Kiriman kedua orang tuanya rutin tiap bulan lebih dari cukup untuk hidup. Lumayan bisa hidup mandiri. Sesekali buliknya yang beberapa meter dari rumahnya mengontrol. Maklum, Parjo sudah duduk di SMA kelas 2.
Sore itu rumah Parjo kelihatan lain. Tikar sudah digelar. Ia mengundang Lik Semi untuk masak, dibantu bulik dan seorang keponakannya. Parjo bermaksud kenduri, entah apa hajatannya. Setelah tikar dan ubo rampe kendurinya siap. Ia duduk-duduk di teras.
”Parjo, nanti yang diundang berapa?” Lik Semi bertanya.
”Lima Lik”, Parjo menjawab singkat.
”Lho, cuma lima? Katanya kenduri, yang diundang kok sedikit to Jo?”.
”Ya ndak apa-apa to Lik! Memangnya kenapa?”
”Lha biasanya kalau ngundang orang kenduri itu tiga puluh atau lebih gitu. Tiwas aku tadi nakar berasnya banyak. Kamu ndak bilang dari tadi to Jo... Parjo. Nanti yang makan siapa?” Lik Semi ngedumel mendengan jawaban Parjo.
”Sudah Lik, ndak masalah. Nanti kalau sisa, di bawa Lik Semi saja. Yang penting Lik Semi masak” Parjo njawab dengan entengnya.
Lik Semi pun pergi ke dapur. Sedang Parjo kembali duduk kembali.
Sesaat kemudian terdengar salam dari halaman ”Assalaaamu’alaikum”
”Wa’alaikum Salam. Eeeh Rudi ayo masuk. Ini undangan yang baik. Datang lebih awal. Ayo ke kamarku saja. Acaranya masih lama, habis maghrib.”
Parjo pun menjabat tangan Rudi dan langssung menariknya ke kamar. Rudi ngikut saja. Di amati sekeliling kamar Parjo.
”Wah, kamarmu asyik banget.” Dilihatnya sekeliling kamar Parjo. Di dinding, almari bahkan di atap terpasang penuh gambar. Dan gambarnya semua satu tokoh, Michael Jackson.
”Jo, ternyata kami fans berat Jacko ya. Kukira sukanya Didi Kempot ato Mansur S.”
”Ya nggak lah. Kamu kira cah ndeso sukanya produk lokalan.”
Keduanya pun gayeng bercakap-cakap.
”Jo, ngomong-ngomong kamu ngudang aku, ada apa sih.”
”Ooo itu, aku mau kirim doa, buat idolaku, Hari ini kan tujuh harinya si Jacko”
”Ha.ha. ha. Kamu mau tahlilan. Do’ain Jakho. Kamu itu apanya? Apa kamu dapat warisan dari Jacko?”
”Ya, jangan begitu Rud. Kamu itu sukanya ngejek orang. Jacko itu kan menurut berita terakhir muslim kan. Jadi apa salahnya kirim doa. Sesama muslim saling mendoakan, itu kan baik. Dapat pahala”
”Sejak kapan kamu kirim doa buat Jacko?”
”Ya, sejak kabar kematian Jacko di TV itu. Aku merasa kehilangan inspirasiku.”
”Inspirasi apa. Jacko itu kan cuma nyanyi tok. Kita beli, kita dengar dan nikmati lagunya. Inspirasi apa yang kamu peroleh?”
”Rud.. Rud. Aku kira kamu itu pintar. Ternyata pengetahuanmu tak jauh dari anak TK. Jangan biasa mengecilkan orang lain. Kamu itu tahunya Jacko cuma sedikit. Meski aku bukan apa-apanya, minimal aq mengikuti sepak terjang Jacko sejak aku SD. Sepengetahunku Jacko itu bukan sebarang penyanyi.”
Rudi jadi terdiam, tak disangkanya teman sepermainannya itu punya pengetahuan banyak. Sejenak kemudian Parjo melanjutkan ceritanya.
”Kamu tahu enggak, Jacko itu dermawan, penyayang anak-anak, anti diskriminan dan banyak lagi. Apalagi kalau kami lihat aksi panggungnya, wah nggak ada dech yang mampu menandinginya.” Parjo dengan semangat memuja bintang pujaannya.
”Tapi Jo, kamu jangan terlalu fanatik sama dia. Ambil pelajaran kisahnya si Jacko. Kalau masa kecil kurang kasih sayang, akibatnya nggak baik. Kayak kamu itu. Ditinggal kedua ortumu. Cuma dikirimi uang. Kamu bisa lupa diri.”
”Lho kok jadi nyindir aku”
””Bukan begitu maksudku. Kalau kamu terbiasa hidup kayak Jacko, perilakumu bisa kebawa. Lihat saja, seisi kamar mengepung impianmu.”
”Nggak ah. Aku ngefans, tapi aku tak akan niru gaya hidupnya. Aku bisa ngaca Rud.” Keduanya masih terus ngobrol tentang Jacko. Parjo pun mengambil remote TV. Dinyalakannya TV di kamar Parjo. Pas ada klip lagu Mbah Surip membawakan Tak Gendong. Keduanya memperhatikan tingkah mbah Surip.
”Jo, coba lihat mbah Surip. Apa nanti kalau mbah Surip mati, kamu juga mau kirim doa buat dia” Rudi masih melanjutkan omongannya.
”Mbah Surip itu asli Indonesia. Meski baru muncul, aku yakin mbah Surip tidak akan merubah dirinya. Tidak merubah warna kulitnya. Tidak meluruskan rambutnya. Dan tidak mengubah gaya hidupnya.”
”Lantas apa hubungannya dengan aku Rud?”
”Begini, Jo. Kamu itu kan sendirian di rumah. Kedua ortumu di luar banting tulang di negeri orang. Kamu, kerjanya makan, tidur, sekolah terus main. Bangun tidur, tidur lagi. Kayak lahunya mbah Surip, Bangun Tidur. Daripada kamu buang uang buat acara yang nggak wajib, mbok yaao buat persiapan sekolah atau disimpan. Sepulang ortumu dari luar, biar bangga anaknya jadi anak pintar. Bukan anak pemuja bintang.”
Parjo terdiam. Lalu ia menyahut.
”Gitu ya, lantas makanan yang sudah di masak untuk apa?”
”Jangan kuatir, dekat masjid kan ada panti asuhan. Berikan saja ke sana. Dari pada di makan di sini tidak habis. Rencanamu yang mimpin doa siapa?”
”Aku pimpim sendiri!”
”Kamu mimpin do’a. Juz’amma saja nggak khatam. Apa setan takut kalau kamu bacakan do’a. Kamu cuma hafal lagunya Jacko.”
Keduanya terbawa terbahak-bahak. Acara di rumah Parjo sore itu dibatalkan. Makanan yang dimasak itu lalu dikirim ke panti asuhan. Terima kasih mbah Surip. Kamu mengingatkan anak-anak ini dari hanya sekedar ngefans pada idolanya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar