Kamis, 10 September 2009

PROBLEMATIKA GTT/PTT

Beberapa tahun lalu, profesi guru merupakan profesi alternativ. Daripada nganggur lebih baik jadi guru saja. Begitu alasan mereka. Atau selepas anak-anak lulus SMA, kita bisa menghitung dengan jari. Berapa banyak yang berminat masuk IKIP? Tapi begitu membaca berita Jawa Pos Jum’at 31 Juli 2009, kita mulai bisa melihat trend positif. Ternyata dalam SMPTN, yang berminat masuk kependidikan naik. Efek tunjangan profesi guru
Semua pasti setuju. Untuk menghasilkan produk terbaik diperlukan pengolah dan wadah yang baik pula. Naïf, jika mengharapkan hal terbaik tetapi perancang dan pelaku prosesnya berkualitas rendah. Berbagai indeks yang menunjukkan rendahnya kualitas pendidikan sepatutnya menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah untuk menciptakan lembaga pendidikan sebagai kawah candra dimuka. Pengelola kawah candradimuka ini harus mempunyai ilmu yang kompeten. Sehingga keluarannya nanti benar-benar siap bersaing di dunia global. Untuk itulah guru harus benar-benar berkualitas handal. Kualitas dapat diukur dari kompetensi calon tenaga pendidik. Beberapa parameter tolok ukurnya dapat diketahui dari kompetensi calon guru. Diantaranya kualifikasi pendidikan, pengalaman, kompetensi pribadi ataupun sosialnya. Apakah para honorer memenuhi kriteria ini? Bagi yang memenuhi sudah selayaknya mereka diangkat CPNS. Yang lain antri. Apakah secepatnya para Honda ini segera diangkat?
Melihat perkembangan, rasanya pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS tidak mungkin tuntas tahun 2009. Apalagi krisis ekonomi sepanjang tahun 2008 menguras anggaran pemerintah. Pendidikan yang tidak bisa lepas dari dunia politik, mau tidak mau terimbas pergolakan politik tanah air. Bagamana pendidikan menjadi barang dagangan manis tatkala kampanye, dikalahkan tatkala program pemerintahan baru mulai dijalankan. Entah dengan alasan keadaan ekonomi negara yang belum memungkinkan, atau adanya kebijakan baru berdalih dahulu kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS masih menyimpan berbagai masalah dan perlu dikaji kembali
Tetapi janji adalah janji. Sabdo Pandito Ratu. Bagaimanapun juga apa yang sudah dijanjikan harus terwujud. Sisa-sisa tenaga honorer yang sekian tahun menunggu kepastian nasibnya haruslah segera dituntaskan. Pengisian lowongan formasi baru perlu menggunakan system proporsional. Antara perekutan dari tenaga hororer dan dari peserta umum. Tenaga honorer yang diangkat diprioritaskan mempunyai masa kerja terlama dengan masa angkatan honorer dalam batas waktu yang ditetapkan sejak PP 48/2005 itu ditetapkan . Sehingga tidak terjadi tenaga honorer siluman. Pada penetapan PP tersebut orangnya belum ada, tiba-tiba menjelang pengangkatan namanya nangkring di urutan terdepan.
Hal ini bisa saja terjadi. Bisa dilihat pada proses pengangkatan CPNS beberapa waktu lalu. Penyalahgunaan wewenang dari pimpinan lembaga, pimpinan daerah atau siapapun yang berkepentingan dengan kepegawaian harus diawasi. Jangan sampai pimpinan mngeluarkan aturan melarang menerima pegawai baru, tetapi di belakang melanggar aturan yang dibuat sendiri. Masuknya tenaga-tenaga honorer siluman pada masa pemberlakuan pelarangan menerima tanaga honorer baru. menjadi preseden buruk dalam pengangkatan PNS jalur Honda. Untuk itu proses rekrutmen PNS baru perlu pembuktian terbalik terhadap berkas-berkas administrasi dan saksi-saksi yang bertangung jawab terhadap keluarnya berkas administrasi para Honda. Termasuk juga melibatkan tenaga professional dari luar lingkungan pemda.
Jika sekarang tenaga Honda mempunyai banyak persoalan, perlu inventarisasi kualifikasi. Bagi yang masuk kualifikasi, diprioritaskan untuk dapatnya diangkat. Sesuai dengan kebutuhan dan waktu. Bagi yang tidak sesuai, mereka diberi pilihan. Tetap menunggu keluarnya kebijakan baru serta harus menerima kondisi yang ada sekarang, atau diarahkan keluar dari Honda. Mencari lapangan kerja lain atau membuka usaha mandiri. Agar peperintah tidak dikatakan sebagai pihak yang tidak bertanggungjawab, mereka yang rela untuk tidak diangkat PNS atau keluar dari jajaran pegawai daerah, mereka diberi pesangon yang nilainya dimusyawarahkan dengan eksekutif dan legislatif.
Hal demikian bukannya tidak akan mendapat pertentangan. Ketika dalam kalkulasi ekonomi dan politik sebuaih kebijakan terpaksa dianulir. Pihak penguasalah yang jadi pemenang. Jikalau para tenaga honorer tidak jadi diangkat. Pemerintah daerah harus menyiapkan solusi alternative. Rencana A gagal, rencana B dilakukan, begitu seterusnya. Dalam hal ini pemda perlu membuat perda tersendiri, dengan membatasi para pelamar dari luar daerah yang kadang mempunyai daya saing lebih tinggi dalam proses rekrutmen CPNS.
Ketika PP 48/2005 diterapkan, satu sisi banyak para honorer berbahagia. Disisi lain para lulusan baru merasa hak asasi mereka diberangus. Hak mendapatkan kehidupan layak di tanah airnya sendiri terhadang. Dan yang sebenarnya lebih memprihatinkan, fasilitas kemudahan ini seakan bertolak belakang dengan usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Karena, kalau selama sekian tahun para honorer ini kalah bersaiang ketika berkompetisi lewat jalur tes. Hal ini sudah menjadi salah satu tolok ukur kualitas kompetensinya. Andaikan mereka sadar, dan mempunyai jiwa seorang pejuang sejati. Lebih baik melepas pekerjaan yang sebenarnya tidak sesuai dengan tuntutan kompetensinya. Banting setir mencari tantangan baru yang Insya Alloh akan memberikan hasil lebih baik bagi kehidupannya. Jadi pengangkatan yang berdasarkan usia dan masa kerja adalah suatu hal kontradiktif. Jika ini dilakukan terus, mutu pendidikan juga semakin ketinggalan seiring ketuaan dan ketertinggalan pengetahuan guru yang masih banyak tidak mampu menjawab tuntutan jaman.
Tidak ada system yang sempurna. Semakin canggih system dibuat, semakin penasaran orang mengelabuhinya. Menjadi guru tidak saja memerlukan keunggulan kognitif saja. Menjadi guru adalah panggilan jiwa. Perlu seni dan kreasi dalam mengelola anak manusia untuk menjadikannya manusia unggul. Untuk itu proses seleksinya diperlukan berjenjang. Selain masih menerapkan system tes dan penjaringan administrasi secara fair dan transparan sebagai seleksi awal. Calon guru terpilih menjalani masa kontrak dalam kurun waktu tertentu. Setelah itu diadakan tes lanjutan untuk pengangkatannya menjadi PNS. Melalui masa kontrak ini dapat terdeteksi, siapa yang berkeinginan menjadi guru sebagai lahan penghidupan dan siapa yang mendarma bhaktikan kehidupannya sebagai guru.


DAPAT DIBACA DI MAJALAH MEDIA DINAS PENDIDIKAN JATIM EDISI SEPTEMBER 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar