Minggu, 16 Januari 2011

JABATAN, KEKUASAAN & POST POWER SYNDROME

”MEMANFAATKAN PPS SEBAGAI KATALIS KERJA”

Tidak ada yang kekal di dunia ini. Kekayaan, jabatan dan kekuasaan hanyalah sampiran. Setiap saat bisa lepas. Namun tidak sedikit manusia mengejar-ngejar jabatan. Baik demi pengabdian, prestise hingga niatan mengejar materi. Tidak sedikit untuk meraih kekuasaan itu terjadi gesekan-gesekan. Persaingan tidak sehat. Dari teman bisa menjadi lawan, saudara bisa jadi musuh.

Lezatnya kue kekuasan memang menggiurkan. Bagi mereka yang bisa melaksanakan amanah dengan benar, kekuasan ibarat pedang. Ketajamannya mampu melapangkan segala pekerjaan dan menumpas penggalang. Tetapi bagi yang tidak kuat iman, kekuasan ibarat minuman memabukkan. Semakin banyak minun, semakin haus dan hilang kesadaran. Menggunakan kekuasaan seenak udelnya sendiri. Ujung-ujungnya bisa diterka, kekuasaan yang diembannya menjadi bumerang. Klimaksnya bisa fatal. Ibarat orang sakit, orang yang terlalu banyak memakan enak bahkan memabukkan, tubuh kian rentan penyakit. Akhirnya terjadi komplikasi. Inilah akibat jika orang tidak bisa mengendalikan nafsu.

Banyak fakta menunjukkan pejabat-pejabat yang kala berkuasa berlaku tidak amanah, begitu turun jabatan kolaps. Termasuk mereka yang tidak siap menjadi manusia biasa. Kebiasaan memerintah dan memaksakan ide, kehendak dan bersikap otoriter, begitu tidak punya wewenang mencari pelampiasan. Inilah salah satu awal penyebab Post Power Syndrome (PPS) timbul.

Iya kalau penyakit PPS ini hanya dilakukan di lingkungan kerjanya sendiri. Jika dibawa kemana-mana, para mantan ini bisa menyebarkan virus hasut, fitnah, dendam dan merusak tatanan yang berlaku. Selalu ingin menjadi raja di atas raja. Raja tanpa singgasana. Orang semakin jengah dibuatnya. Orang-orang yang terkena PPS bisa membuat orang lain risih. Meski demikian, orang terkena PPS jangan dibenci apalagi dikucilkan. Mereka perlu dikasihani. Kita bahkan bisa mengambil manfaat dari apa yang diperbuat. Orang yang PPS sebenarnya memiliki kompetensi lebih. Hanya waktu dan nasib yang memang sudah ditakdirkan. Sehingga apa yang menjadi keinginannya belum dilakukan, masih mengganjal dalam pikirannya. Kran salurannya sudah tidak bisa dialiri lagi. Maka aliran ide atau tindakannya meluber, kurang terkontrol.

Orang yang mengalami PPS ini dapat juga dimanfaatkan sebagai kompetitor bayangan, rekan kerja, penasehat termasuk membantu melakukan kinerja. Ibaratnya PPS bisa sebagai katalis dalam membentuk iklim kerja yang sehat dan produktif. Tidak hanya bagi mereka yang mengalami PPS kala sudah pendiun, bagi yang masih aktif bekerja tetapi turun derajat perlu diajak kerja sama. Mereka sebenarnya intan yang masih berguna. Bisa dimanfaatkan untuk membantu, asal ada pendekatan persuasif dan tidak menjatuhkan harga diri mereka yang terkena PPS.

Karema siapapun pasti tidak menginginkan terjadinya PPS. Mereka yang saat ini menederita PPS, pasti semasa masih menjadi orang biasa juga tidak senang ketika melihat orang lain mengalami PPS. Ia akan berjanji, kelak suatu saat diberi amanah dan harus melepaskannya, ia tidak ingin mengalami PPS. Namun begitu ia mengalaminya, ternyata ia tidak mampu melepaskan diri dari virus PPS. Mengapa hal ini terjadi?

Banyak faktor memicu timbulnya PPS. Selain kekurang legowo-an, kurangnya mempersiapkan diri sebelum menyerahkan tampuk pimpinan adalah pemicu PPS. Bagi mereka yang berada di pucuk pimpinan menjelang purna tugas, ada baiknya memilih MPP (Masa Persiapan Pensiun). Dengan MPP sedikit demi sedikit rasa eman melepas tanggung jawab berkurang. Sehingga begitu jabatan itu lepas, tidak begitu terasa lagi perbedaannya. Sayangnya, justru mereka yang berada di level tinggi menjelang pensiun justru enggan melakukannya. Salah satunya karena menjelang akhir pengabdian ingin mengabdikan kemampuannya di sisa waktu. Termasuk untuk menambah uang saku pensiun. Sehingga begitu SK pensiun itu tiba, rasa kaget timbul. Terlalu banyak perubahan drastis dalam kehidupannya.

Bagi mereka yang masih jauh dari usia pensiun, menghilangkan PPS dapat dimulai mulai dini. Membiasakan mendelegasikan wewenang kepada bawahan, memberi kepercayaan kepada orang lain, mau menerima saran pendapat dan tidak mudah menyuruh orang lain. Meski sebagai pimpinan, tidak akan menjatuhkan harga diri jika seorang pemimpin sekali waktu mengakrabkan diri dengan bawahan. Membuang jauh jaim (jaga image) di lingkup kerjanya. Serta memperbanyak hidup bersosialisasi dengan masyarakat.

Melakukan kegiatan produktif mengisi kesibukan diyakini dapat mengurangi PPS. Memperbanyak aktivitas dalam organisasi kemasyarakatan juga bisa dilakukan untuk menyalurkan potensi diri yang belum tersalur kala memimpin. Dan yang terakhir adalah semakin mendekatkan diri kepada Sang Kholiq. Karena bagaimanapun juga manusia hanyalah hamba Alloh yang hanya sesaat lewat di dunia. Rejeki, jodoh dan mati adalah rahasia kehidupan. Setiap saat datang tanpa ketuk pintu. Hanya manusia yang ingat dan waspada dalam hidupnya yang akan selamat hingga menuju kehidupan abadi. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar