Minggu, 04 Oktober 2009

TK JADI KETUA MPR

Gus Dur pernah ngatakan, DPR itu kayak taman kanak-kanak aliaS TK. Sekarang ganti MPR, malah yang TK ketuanya. Cuma bedanya, TK sekarang bukan anak-anak yang suka nangis tapi Taufik Kiemas.
Moga2 saja TK tidak ikut2an seperti yang dikatakan Gus Dur waktu dulu.
Lembaga tertingi Negara pemegang mandat rakyat ini diharapkan benar-benar membawa angin segar bagi kemakmuran rakyat. Bukan menunjukkan bagi2 kekuasan dan menghilangkan rasa persaingan yang ditunjukkan dalam pileg dan pilpres waktu dulu.
Kalau susduk DPR mengatur bahwa ketua DPR milik parpol pemenang pileg, bagaimana jatah ketua MPR. Hak peringkat 2 atau milik koalisi parpol yang beroposisi. Itu yang masyarakat tidak tahu.
Padahan jelas, sejak proses pileg dan pilpres. Antara kubu Demokrat dan PDIP terlihat bersaing dan saling menjatuhkan. Malah antara pak SBY dan b Mega yang sudah lama tersiar tidak akur, sulit menjalin komunikasi. Berjabat tanganpun kelihatan terpaksa. Karena disorot kamera dan dalam suasana ceremonial.
Menjelang pilpres pun PDIP kelihatan mengajak parpol lain main keroyok, mau mengalahkan Demokrat.
Tapi begitu pilpres berakhir dan pak SBY menang. Sementara partai lain yang kalah sebelumnya berniat oposisi, lambat laun gaung perlawanan berkurang.
Yang terjadi para elite politik mulai memainkan kartu AS masing2.
Yang awalnya bergabung berkoalisi dengan democrat mulai menagih janji jatah kursi cabinet. Yang kalah pura2 tidak mau diajak masuk pemerintahan. Mulai jual mahal kalau dipaksa masuk. Koalisi awal yang berniat oposisi mulai pecah.
Tapi itulah politik. Tidak ada yang abadi dalam politik. Politik itu kotor, begitu banyak orang berkata.
Menjelang pelantikan anggota DPR dan MPR pun suara2 yang mengarah jabatan ketua DPR dan MPR jadi menu public. Bagaimana partai Demokrat mulai mendukung TK untuk jadi ketua MPR. Entah bermaksud untuk ngeyem-eyemi, atau sebagai strategi politik agar PDIP tidak terlalau beroposisi terhadap pemerintah. Toh DPR telah dikuasai Demokrat dan koalisinya.
Cuma saya kuatir, pilihan terhadap TK apa tidak jadi boomerang bagi kubu pemerintahan SBY. Dijadikan Pimpinan lembaga tertingi Negara, nanti malah memanfaatkan kedudukannya menggoyang pemerintahan. Toh PDIP dan partai2 lain pesaing dalam pilpres mungkin masih menaruh dendam dengan kekalahannya dalam pileg dan plipres.
Dalam politik, pengkianatan sah-sah saja.
Seperti jaman pemerintahan Gus Dur. Amin Rais dan poros tengah yang awal2 mendorong. Justru di tengah perjalanan menjatuhkannya. Pelajaran berharga dalam dunia perpolitikan.
Semoga peristiwa seperti jaman Gus Dur tidak terjadi lagi.
TK benar2 jadi bapak bangsa yang mementingkan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia, di atas kepentingan pribadi atau partainya.
Dan kita akan melihat apakah selama TK memimpin MPR ini juga mampu memimpin mbak Mega untuk hadir dan ramah tamah dari lubuk hati paling dalam dengan SBY. Tidak sekedar atas nama istri ketua MPR. Kalau TK tidak mampu memimpin istrinya, bagaimana ia akan memimpin Lembaga tertinggi negara. Sesungguhnya TK itu laki-laki. Dan Laki-laki adalah pemimpin bagi para perempuan.
Taufik Kiemas tidak hanya seorang laki-laki. Tapi ia mampu jadi seorang pria sejati. Tidak seperti anak TK.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar