Senin, 07 Desember 2009

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH

Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 8, 9 dan 56 menyebutkan bahwa masyarakat berhak ikut merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengevaluasi program pendidikan, serta berperan meningkatan mutu pendidikan dalam bentuk dukungan sumber daya berupa tenaga, pikiran ataupun sarana prasarana. Termasuk masyarakat di sini adalah orang tua siswa sebagai anggota komite sekolah.
Dengan peran dan kedudukannya, komite sekolah mempunyai andil dan porsi penting di sekolah. Meski selama ini komite sekolah cenderung sebagai lembaga donor pemberi bantuan sekolah yang kebanyakan diwujudkan dalam bentuk fisik. Sekolah ataupun orang tua masih sering melihat gengsi sekolah dari segi prestise fisik, baru prestasi. Pemenuhan sarana prasarana merupakan salah satu faktor meningkatkan mutu belajar siswa yang memudahkan guru dalam mengembangkan dan berinovasi pembelajaran. Namun sayang, megahnya gedung dan fasiltas pembelajaran sering belum dimanfaatkan secara optimal oleh guru. Untuk itu seyogyanya bantuan komite sekolah juga difokuskan untuk kegiatan nyata peningkatan mutu pembelajaran baik intra ataupun ekstra kurikuler.
Kurangnya kesadaran guru serta supervisi intern yang tidak optimal mengakibatkan sekolah/guru terlena dengan kekurangannnya. Akar permasalahan mutu pendidikan tidak mutlak karena bekal dasar peserta didik dan proses pembelajaran di kelas. Hal-hal yang terjadi di luar sekolah sangat berpengaruh kepada perkembangan prestasi belajar siswa. Apalagi sebagian besar waktu anak berada di luar sekolah. Di luar sekolah, orang tua ataupun masyarakat berperan besar dalam pengawasan, perkembangan dan pembentukan mental/moral anak.
Untuk itu diperlukan kontrol dan masukan dari masyarakat luar sekolah khususnya orang tua sebagai anggota komite sekolah. Masyarakat juga berhak memperoleh informasi dan pelayanan maksimal dari sekolah demi kemajuan peserta didik. Sudah waktunya sekolah (guru) lebih membuka diri . Keterbukaan ini tidak hanya kepada guru sejawat atau kepala sekolah tetapi guru juga lebih terbuka kepada siswa, institusi ataupun perseorangan dari luar sekolah termasuk komite sekolah.
Masyarakat bisa turut serta memberikan saran, masukan dalam perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pengawasan (see) dan bersama-sama merefleksi jalannya PBM untuk memberi masukan sebagai balikan atas kinerja guru. Dengan keterbukaan ini anggota komite sekolah dapat mengetahui permasalahan yang terjadi sedini mungkin, memberikan ide ataupun membantu memecahkan permasalahan peserta didik yang mungkin tidak bisa dipecahkan sendiri oleh guru atau pihak sekolah..
Masyarakat yang peduli inilah yang dimaksud dengan Learning Community (LC). LC merupakan komunitas belajar di lingkungan sekolah yang di dalamnya berlangsung proses belajar membelajarkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah dan masyarakat sekolah dengan masyarakat di luar sekolah agar prestasi belajar peserta didik meningkat.
Dengan adanya LC guru lebih terfokus mendidik siswa secara profesional dan kuncinya guru mau membuka kelas. Dalam pelaksanaannya terjadi kolaborasi antar unsur LC. Dengan terlibat dalam plan-do-see serta refleksi, orang tua semakin memiliki tanggung jawab sebagai satu bagian keluarga besar sekolah yang memiliki rasa handarbeni.
Melalui cara seperti ini budaya masyarakat kita yang ewuh pakewuh untuk memberi atau menerima kritikan sedikit demi sedikit terkikis. Kolaborasi yang bersinergi antar unsur LC juga akan mewujudkan demokrasi pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai aktualisasi transparansi pendidikan dalam mewujudkan akuntabilitas publiks. Apabila dalam bekerja unsur-unsur LC bersinergi secara simultan, peningkatan mutu pendidikan yang menghasilkan siswa berprestasi dengan mudah bisa diraih.
Komite sekolah tidak akan pelit membantu atau mempermasalahkan mahalnya pendidikan asalkan proses dan output yang dihasilkan berkualitas. Karena pendidikan memang investasi jangka panjang. Dengan adanya LC guru akan meningkat kinerjanya dan tidak dapat lagi seenaknya dalam mendidik. LC bisa berfungsi sebagai terapi kontrol yang dengan sendirinya akan membentuk iklim kerja yang sehat dan dinamis. Pada akhirnya komite sekolah punya posisi tawar dan juga sebagai mitra kerja untuk memajukan peserta didik meraih prestasi.

TULISAN INI DIMUAT DI RADAR MADIUN OKTOBER 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar