Kamis, 03 Desember 2009

PETRUK JADI RATU

Tidak sebarang orang bisa dijadikan pemimpin. Selain bawaan, pemimpin bisa dibentuk melalui proses. Budaya masyarakat yang sering mendewakan, mengkultuskan seseorang, seperti karena faktor nenek moyangnya, seringkali mematikan proses mencipta pemimpin.
Pemimpin bukanlah barang warisan yang dibawa lari secara estafet. Pemimpin bukan hadiah dari langit. Hanya para nabi saja yang jadi pemimpin seperti ini.
Menjadi pemimpin sendiri tidak gampang. Bagi yang bisa mengemban amanah, pemimpin merupakan wildcard untuk masuk surga. Sebaliknya, orang yang dipercaya memimpin dan menyalahgunakan wewenangnya, siaplah menjadi bara api neraka.
Banyak orang yang semula dikira cakap dan layak diberi amanah memimpin, tapi begitu jadi pimpinan, polah tingkahnya tidak bisa jadi panutan. Melanggar norma dan menggunakan kekuasaan semena-mena.
Keberhasilan pemimpin tidak hanya dilihat bagaiman pemimpin itu sukses menjalankan program dan membawa kemakmauran bagi semua yang ada dalam tanggungjawabnya. Keberhasilan mencipta pemimpin baru yang handal menjadi tolok ukur, sejauh mana keberhasilan pemimpin dalam meneruskan tampuk estafet kepemimpinan. Hal ini bisa terwujud jika dalam menjalankan roda kehidupan dalam wilayah kekuasaan, pemimpin itu menerapkan managemen yang baik. Salah satunya dengan mendelegasikan tangungjawab kepada bawahannya.
Hanya saja, pendelegasian ini kadang kala menjadi bumerang. Salah memilih orang, pendelegasian bisa amburadul. Sekali lagi, orang yang semula dikira cakap dan mampu memikul amanah kadang bisa berubah. Budaya Mandor yang melekat di sebagaian bangsa ini, menjadikan pilihan sering kali salah orang. Ketika pimpinan itu ada, anak buah menunjukkan kinerja bagus. Begitu pimpinan hilang dari pandangan, kinerjanyapun asal2an. Budaya kuli. Tidak kuat membawa tongkat kekuasaan, menjadi bunglon.
Kita bisa simak kisah Petruk Jadi Ratu. Lha wong aslinya seorang pembantu, seorang punakawan. Begitu diberi kepercayan jadi Ratu, polah tingkahnya tidak jauh dari watak asli seorang Petruk. Seenaknya sendiri.
Ini juga bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak para pemimpin mencoba mencipta pemimpin baru. Mendelegasikan kekuasaan tatkala seorang pemimpin ada tugas dan tidak akan berada di tempat dalam beberapa waktu yang lama. Dan seorang manager di bawahnya, (biasanya yang paling senior) ditunjuk sebagai pimpinan selama masa itu. Apa yang terjadi?
Orang yang paling tahu keseharian seseorang tentu orang-orang yang terbiasa bergaul dengannya. Track record seseorang sebelum jadi manager, sering pula menjadi penyebab gagalnya kepemimpinan.
Begitu menjalankan amanahnya, kebiasaan lama bisa kambuh. Kecakapan yang dihadirkan dihadapan atasan, lenyap ketika atasan itu tidak berada di dekatnya. Dan proses mencipta pemimpin barupun gagal.
Model mencipta pemimpin ala Petruk Jadi Ratu tidak cocok diterapkan. Maunya memberdayakan semua kaum, tapi kalau tidak tepat malah jadi bubrah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar