Minggu, 13 Desember 2009

TKI DAN DEKADENSI MORAL

Saat ini tidak sedikit orang tua murid yang jadi TKI. Mengais dolar, real, ringgit, won, yen di negeri orang. Kirimanpun mengalir ke rekening keluarga yang ditinggal. Anak-anannyapun kecipratan rejeki. Nggak mau dikatakan ketingalan jaman n tidak gaul, anak2 sekolah ini langsung menyerbu toko. HP keluaran terbaru, pakaian modis dan sepeda motor menjadi barang vaforit dibeli. Anak2 yang dititipkan ke nenek atau pamannya dengan bebas merongrong rekening yang sebenarnya diperuntukkan bagi perbaikan kualitas hidup dan biaya sekolah. Tapi inilah konsekuensinya. Kalo nggak jadi TKI, di kampung sulit cari kerja. Jadi TKI, keluarga dan anak jadi korban.
Keadaan ini mungkin saja terjadi di banyak sekolah dan daerah, terutama yang lingkungan daerahnya banyak ortu siswa jadi TKI. Di satu sisi mereka jadi pahlawan devisa. Di sisi lain mereka melempar tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Sekolah dianggap tempat penitipan anak paling tepat, lengkap dan murah. Kalo nggak mau dibilang gratis.
Perkembangan anaknyapun sering terabaikan. Bebasnya pergaulan anak tanpa pengawasan langsung orang tua, dirasa sebagai hal utama penyebab anak2 ini mengalami dekadensi moral dan dekadensi intelektual. Sehingga kalau terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan siswa ini, sekolah hanya bisa mengelus dada. Siapa yang patut disalahkan, siapa yang paling bertanggung jawab.
Kita tidak tahu pasti kapan ini berakhir. Tatkala sekolah dituntut meningkatkan kualitas pendidian dan menyukseskan wajib belajar, seringkali terjadi benturan kebijakan diantar dua kepentingan di atas. Dan yang terjadi lahirlah kebijakan yang sebenanrnya dapat mengarah terhadap penurunan kualitas pendidikan itu sendiri.

1 komentar:

  1. Thanks for your attention... and I have read your article. I try make article about religion like is your blog. I hope Mr. Aris read n correct, if I make mistake.

    BalasHapus