Sabtu, 05 Desember 2009

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Kantin kejujuran mana yang berhasil? Dari pemberitaan di mass media, hanya sebagian kecil yang berhasil. Sebagian besar gagal. Modal kantin pun habis. Contoh, betapa kejujuran masih barang mahal. Siswa jujur masuk kategori manusia langka
Mungkin itu yang menimbukan adanya sindiran buat dunia pendidikan. Bahwa korupsi berawal dari sekolah, harus berakhir pula di sekolah. Kau yang mengawali, kau pula yang mengakhiri. Kalimat yang cocok untuk menggambarkan wabah korupsi yang dirasa sudah menjadi endemic di negeri kita. Kenapa sekolah jadi awal tumbuhnya korupusi? Dengan kata lain, Apakah sekolah merupakan tempat belajar korupsi?

Disadari atau tidak, pembentukan mental korupsi terbentuk di sekolah. Bukan karena ada pelajaran khusus bagaimana orang bisa melakukan tindak pidana korupsi. Tetapi di sekolahlah kepribadian anak mulai terbentuk. Malah yang lebih celaka lagi, para siswa juga belajar bagaimana melakukan korupsi dan manipulasi. Bagaimana anak-anak berusaha meraih nilai baik dengan berbagai cara yang tak terpuji. Nyontek, kerjasama dengan teman kalau perlu dengan oknum guru. Malahan oknum guru juga mengajarkan bagaimana korupsi untuk nilai Unas, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
Jika generasi muda sejak awal mulai diracuni virus korupsi, perlu usaha preventif agar mereka tidak mudah tertular virus korupsi. Syukur menjadi pembasminya. Maka tepatlah kiranya siswa yang duduk di bangku sekolah menjadi focus pendidikan antikorupsi. Disamping masih perlunya pemasyarakatan pendidikan anti korupsi lewat jalur lain baik formal maupun informal.

Dalam pendidikan antikorupsi, konsep utamanya adalah pembentukan mental dan moral yang baik serta bertanggung jawab melalui penanaman nilai-nilai keimanan maupun ketaqwaan. Dengan penekanan norma susila maupun budaya diharapkan para peserta didik tumbuh sifat-sifat kejujuran yang menjadi pangkal dari sikap anti korupsi.
Untuk mencapai hal ini pendidikan anti korupsi tidak perlu menjadi pelajaran khusus di sekolah. Pendidikan antikorupsi bisa diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran. Para guru dapat menyelipkan pendidikan antikorupsi bersamaan pembelajaran di kelas. Karena dalam pembelajaran ada hanyak hidden kurikulum yang bisa digali.
Nilai kejujuran, hidup disiplin dan bekerja keras serta bertanggung jawab menjadi sebagian soft skill yang bisa dimunculkan dalam setiap kali tatap muka. Nilai-nilai tersurat dibalik yang tersirat dalam muatan materi pelajaran sedapat mungkin dikembangkan guru bagaikan diorama yang bisa dicerna siswa dengan mudah.

Keteladanan guru dalam bersikap dan bertindak yang jauh dari perbuatan korupsi adalah contoh terbaik dalam menumbuh kembangkan sikap antikorupsi. Disiplin waktu, pemberian nilai yang obyektif dan perlakuan yang adil adalah beberapa contoh kecil, bagaimana seharusnya seorang guru menjadi cermin bagi siswa-siswanya. Siswa akan berkomentar omong kosong, jika pendidikan antikorupsi sekedar pengetahuan yang harus didengar dan dihafal. Anak-anak lebih mudah mempraktekkannya, jika mereka sendiri bersama-sama seluruh warga sekolah mempraktekkanya dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
Sesuatu yang baru jika dikenalkan kadang hanya akan menjadi bahan perbincangan, cemoohan bahkan penasaran. Pendidikan antikorupsi harus menghilangkan rasa panasaran itu tanpa perlu mengajarkan bagaimana melakukan korupsi yang aman dan benar. Anak-anak tidak perlu praktek bagaimana korupsi itu bisa dilakukan. Untuk itulah pengajaran antikorupsi tidak perlu disampaikan secara langsung sebagai satu mata pelajaran. Pendidikan antikorupsi diajarkan sebagai muatan moral yang terintegritas dalam kehidupan.

Kurikuluam kita yang sudah gemuk, jangan lagi ditambah dengan mata pelajaran baru hanya lantaran ada misi baru. Begitu terjadi gempa, dekadensi moral, seks bebas, korupsi merajalela, dan berbagai peristiwa yang jadi perhatian banyak pihak. Serta merta banyak usulan, agar materi-materi terkait dimasukkan ke dalam kurikulum. Kurikulum anti gempa, budi pekerti, pendidikan seks dini dan entah berapa usulan lain. Kalau setiap kali ada hal baru diusulkan, lantas jadi muatan kurikulum baru. Kurikulum kita jadi kurikulum latah. Anak-anak sudah terlalu banyak beban. Bukannya pengetahuan bertambah, tapi psikis mereka semakin lelah.

Satu kata kunci melawan korupsi adalah kejujuran. Kejujuran tidak serta merta tumbuh dari siswa. Perlu penanam sikap positif dalam diri siswa agar mereka dengan sendirinya berlaku jujur dalam kehidupan. Untuk pencegahan dini dari perbuatan berbau korupsi dan menumbuhkan kejujuran adalah dengan menanamkan nilai moral dan agama.

DIMUAT DI MAJALAH MEDIA PENDIDIKAN PROP JATIM EDISI DESEMBER 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar